Sabtu, Mei 18, 2024
BerandaHeadlineKembali Menjadi Negara Besar

Kembali Menjadi Negara Besar

Gambar:  Ester Nurumi Tri Wardoyo, salahsatu pemain asli Papua yang semakin bersinar di ajang TUC 2024. Sumber dari ANTARA https://kupang.antaranews.com/

KARENA ini kolom olahraga, maka definisi “negara besar” adalah di dunia olahraga tentu saja. Lebih spesifik lagi adalah di cabang sepakbola dan bulutangkis. Dari cabang soccer, pencapaian PSSI di kejuaraan Asia kategori Under 23 merupakan prestasi yang luar biasa. Menjadi 4 (empat) besar Asia, dan mengalahkan raksasa sepakbola lainnya seperti Korea Selatan, Australia, dan Yordania.

Kita doakan semoga PSSI tetap melaju ke Olimpiade Paris 2024. Syaratnya ialah menang kala menjalani laga play off melawan tim Guinea, benua Afrika di akhir bulan ini. Seandainya lolos, maka Indonesia menunggu 68 tahun untuk tampil kembali di ajang olimpiade cabang olahraga sepakbola -setelah Olimpiade Melbourne tahun 1956.

Kemudian di cabang bulutangkis. Saat ini terhelat kejuaraan beregu Thomas dan Uber (atau TUC: Thomas Uber Cup) bertempat di Chengdu, negeri Tiongkok. Uniknya ajang beregu bulutangkis ini disponsori utama oleh raket merk Victor yang notabene bikinan (made in) China Taipei. Bukan Yoneyama atau Yonex buatan Jepang, bukan pula Li Ning yang asli made in China. Sepertinya “one China policy” tidak berlaku di cabang olahraga. uniknya lagi timnas bulutangkis Tiongkok juga disponsori oleh Yonex (Jepang). Sedangkan merk Li Ning malah menjadi jersey utama tim Indonesia.

Kembali ke arti negara besar. Di ajang TUC telah mencapai semifinal. Untuk tim putri yang lebih dahulu menyelesaikan partai semifinal, memunculkan 4 (empat) negara yaitu tuan rumah Tiongkok, Jepang, Korea dan Indonesia. Sedangkan di tim putra, keempatnya adalah “the host” Tiongkok, kemudian Indonesia, dan negara golongan kedua (seeded 2nd) yakni Malaysia serta Taiwan. Artinya hanya Indonesia -dan tuan rumah Tiongkok- yang mampu meloloskan baik tim putra maupun tim putri ke ajang semifinal TUC ini.

Regu putri Indonesia tergolong di tim jajaran kedua atau unggulan 5-8, namun berhasil menyingkirkan tim Thailand yang masuk unggulan keempat. Catatan kami sejak TUC tahun 2016 tim Thailand selalu menyingkirkan tim Uber kita. Namun sinyal-sinyal bahwa suatu saat PBSI yang akan mengalahkan tim negeri “Ayam Bangkok” pernah diungkap tunggal utama mereka, Ratchanok Inthanon. Seingat saya tahun 2016 Inthanon mengatakan bahwa pemain yunior Indonesia akan berbicara banyak di Uber Cup mendatang. Dan akhirnya hal itu terjadi di tahun 2024 ini.

Regu putra akan menuju pembuktian: bisakah mengalahkan Taiwan di semifinal nanti. Bila mampu, maka dalam 5 (lima) edisi TUC alias 10 tahun terakhir, tim Thomas kita akan selalu masuk final -terkecuali tahun 2018. Seandainyapun masuk final, kemudian menuju pembuktian lainnya: Mampukah menancapkan dominasi juara Thomas Cup untuk yang ke-15 kalinya.

Jalan memang bertahap. Harus mampu menyingkirkan tim Taiwan dulu, kemudian menanti pemenang antara tuan rumah Tiongkok dan “kuda hitam” Malaysia. Pencapaian Malaysia dan Taiwan memang mengejutkan. Malaysia mampu mengandaskan Jepang, sedangkan Taiwan mengucilkan “the Dinamit” Denmark. Taiwan atau Cina Taipei dengan demikian menciptakan sejarah, masuk ke semifinal pertamakalinya sejak ajang TUC digelar.

Kejutan dari Malaysia dan Taiwan ini membuktikan bahwa ajang beregu memang merupakan partai “cocok-cocokan”. Di penyisihan grup, Malaysia kalah saat melawan Denmark 2-3, dan Taiwan kalah 0-5 versus Jepang. Namun babak perempat final, Malaysia menang atas Jepang 3-1, dan Taiwan mengalahkan Denmark dengan skor yang sama. Artinya Taiwan menang atas Denmark, Denmark menang atas Malaysia, Malaysia menang atas Jepang, meski Jepang mampu menang atas Taiwan.

Di partai final nanti segala kemungkinan bisa saja terjadi. Termasuk final antar negara yang berulang, yakni tuan rumah Tiongkok melawan Indonesia di TUC. Maksudnya: putra Indonesia menantang tuan rumah Tiongkok, putri Indonesia versus Tiongkok juga. Namun seandainya terjadi Indonesia lawan Tiongkok di putra pun putri, selama ini sejarah lebih berpihak ke tim China.

Tahun 1986 bertempat di Jakarta, baik Thomas maupun Uber digondol tim China, dengan mengalahkan Indonesia semua di partai final. Sewaktu Indonesia merebut Thomas dan Uber bersamaan (tahun 1994 dan 1996) lawannya di sektor putra bukan China -meski di sektor putri lawannya adalah RRT (atau Republik Rakyat Tiongkok). Jadi misalkan ingin berpihak kepada sejarah -atau history live- salah satu dari tim putra maupun tim putri Tiongkok musti ada yang gagal di semifinal ini, sehingga Indonesia mampu menduetkan Thomas Uber seperti tahun 1994 dan tahun 1996.

Namun ibaratnya sejarah tercipta ketika tim Uber mampu mengalahkan Thailand (dan juga menandai kemenangan Gregoria atas Ratchanok Inthanon pertama kalinya dalam 8 (delapan) kali pertemuan) bisa lagi: history made. Kemungkinan lain bisa terjadi misal Malaysia mampu menyingkirkan tim Thomas tuan rumah, atau putri-putri Jepang mengandaskan tuan rumah. Akan tetapi pertandingan semifinal sudah di depan mata. Korea tanpa An Seo Young semoga mempermudah tim putri kita. Kemudian lawan China Taipei bagi tim Thomas kita tentunya lebih “ringan” dibanding melawan Viktor Axelsen dan kawan kawan. Mari menunggu pembuktian negara (yang lebih) besar dalam bulutangkis. Masuk final, bahkan juara

artikel ini ditulis oleh Yuni Andono Achmad, SE, ME, pemerhati bulutangkis dari kabupaten Bogor. Bekerja sebagai dosen di sebuah PTS di kota Depok dan Jakarta Pusat. Selain kesibukan sebagai konsultan di beberapa Kementerian/ Lembaga di DKI Jakarta.

 

BERITA TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Berita Populer