Sepenggal Kisah Penyintas Covid19

Saya adalah penderita covid19 angkatan pertama kenapa disebut angkatan pertama karena saya menderita pada bulan April 2020, sesaat setelah pemerintah mengumumkan PSBB. Rasanya menderita covid saat itu seperti terkena kutukan.

Saya mendapatkan covid tersebut di bandara setelah saya pulang dari Kuala lumpur. Awalnya saya tidak merasa bahwa sudah terkena covid tapi saya merasa saya hanya terkena flu berat. Jadi setiap hari hidung saya keluar ingus dan sering bersin tapi kalo batuk hanya sekali-sekali. Selain itu saya sangat cepat ngantuk dan tenaga cepat habis sehingga saya mudah lemas. persedian sakit, khususnya punggung belakang serasa abis kena pukul, belakangan baru tahu karena itu berkaitan dengan kerusakan yg dialami paru-paru.

Biasanya jika flu saya biasa mengobati diri sendiri dengan minum teh madu yakni teh hangat dikasih madu 5 sendok lalu diminum, sangobion, makan telor dan minum susu, dua atau tiga hari pulih.
Tetapi kali ini madu sudah habis 1 botol dan telur satu kaplet, sangobion dua papan tapi belum juga lari flu ini. Juga saya sudah membeli minuman c1000 dan susu beruang masing-masing sekitar 50 botol. Memang berita di TV sudah gencar memberitakan masalah gejala covid dan saya merasa saya pasti covid tapi saya takut untuk memeriksakan diri takut di isolasi dan lain-lain.

sampai pada akhirnya karena tenggorakan saya sakit saya nekat datang ke RSUD. Setelah di test, BENAR, pihak rumah sakit menyimpulkan saya terkena covid dibuktikan dengan Paru2 yang memutih dan darah yang reaktif. tetapi test swab belum muncul karena saat itu specimen masih di periksa di Jakarta jadi menunggu sekitar 7-10 baru hasilnya keluar. jadi selama itu saya harus di isolasi di RS.

Selama isolasi memang tubuh saya sudah kembali sehat karena sebenarnya sudah dirawat sendiri dirumah jadi dirumah sakit hanya pemulihan saja. Tetapi perlakuan tetap seperti penderita, saya di Infus, setiap hari di cek saturasi dan tekanan darah, di suntik vitamin C, Makanan yg bergizi dan di Injeksi beberap obat yang konon untuk paru2 dan lain. saat terkena dan masih dirumah saya mencoba satu obat yakni Habatusaudah, dan terasa bener efeknya dalam meningkatkan imun dan vitalitas, dari tubuh yg lemas dan sering panas akhirnya langsung sehat dan tidak lemas.

Saya belum pernah dirawat di rumah sakit ini pertama kalinya saya di infus. Saat di isolasi sebenarnya yang saya takutkan bukan saya sendiri tapi takut jika saya positif dan keluarga saya harus di isolasi juga saya bayangkan bagaimana anak saya yg kecil merasakan bagaimana tidak enaknya di isolasi, karena tidak banyak kegiatan yg bisa dilakukan. Setiap hari hanya bisa berdoa saat itu saya jadi merasakan bagaimana seandainya kita meninggal kita hanya sendiri, tidak bisa berbuat apa-apa hanya menunggu dan menuggu. Ketika melihat teman di depan dipanggil menghadap Ilahi rasanya saya akan menuggu giliran. Menghadapi Covid ini seperti akan marathon 20 KM ada yg santai saja karena secara fisik sehat dan kuat, ada yg setengah mati menjalaninya. Banyak juga yg tidak sanggup, menyerah/dipaksa menyerah ditengah jalan.

setelah 21 hari diisolasi akhirnya hasil test saya negatif dan saya dibolehkan keluar dari RS, rasanya sangat bahagia, saya merasa diberi kesempatan untuk hidup kedua kali. tiga hari kemudian kita melaksanakan puasa ramadhan 2020.
saat ini ternyata sudah ramadhan lagi artinya sudah satu tahun covid ini melanda dunia tapi belum nampak jelas tanda2 akan berakhir malah di suatu tempat makin menjadi.
Kadang kurvanya melandai di suatu negara tapi tiba2 bisa meledak kembali. Suasana ini sudah seperi perang dunia ke 2 yang diperkirakan hanya akan berlangsung 3 bulan saja, ternyata panjang hingga 5 tahun, semoga hal ini tidak terjadi karena sudah sangat banyak penderitaan yang kita alami, tapi berharap covid ini berakhir dalam beberapa bulan kedepan rasanya mustahil.
Semoga kita semua selalu dalam lindungan allah SWT bagi yg terkena saya doakan semoga cepat sehat kembali. dIkisahkan oleh DI kepada Nadariau.com