PENULIS: Yuni Andono Achmad. KETERANGAN Gambar: Para debutan tunggal putra, Alwi Farhan dan Zaki Ubaidiliah, berlatih di Xiamen Fenghuang Gymnasium (Tiongkok) untuk Sudirman Cup 2025. Gambar dari https://pbsi.id/2025/04/27
JUDUL ini terinspirasi oleh tema “Football’s coming home” yang pernah dipopulerkan oleh tim the Three Lions (PSSI-nya Inggris) untuk turnamen piala Eropa di tahun 1996. Meski yang terjadi adalah tuan rumah Inggris disingkirkan oleh Jerman di partai semifinal.
Saat opini ini ditulis, beberapa jam lagi akan berlangsung partai pertama piala Sudirman, pemain pelatnas Cipayung akan menghadapi tim Inggris. Tuan rumahnya adalah Tiongkok bertempat di Xiamen Fenghuang Gymnasium.
Bisakah tahun ini Sudirman cup’s coming home? Kita sebut “pulang ke kandang” karena Indonesia-lah negara yang pertama kali merebut piala Sudirman tahun 1989. Kemudian dari segi title kejuaraan, “piala Sudirman” adalah mengambil nama pak Dick Sudirman, orang asli pribumi. Beliau berjasa dalam menyatukan organisasi bulutangkis dunia, yang sempat pecah karena masuknya raksasa dunia -yaitu RRT- di tahun 1980.
Mengutip pernyataan Wamenpora Taufik dan Kabid Binpres Eng Hian, mereka hanya mematok target sederhana: Naik podium. Artinya masuk semifinal pun bisa dikatakan masuk podium -sebagai 4 (empat) besar negara yang tampil di semifinal.Walaupun ada kalimat tambahan ala-ala orang Indonesia, yaitu “Sukur sukur siapa tahu bisa juara”.
Taufik Hidayat sebagai Wakil Menteri mengatakan agar kita sebaiknya realistis saja. Sedangkan Eng Hian lebih suka untuk membahas pertandingan per pertandingan, fokus satu persatu dulu. Artinya harapan untuk Sudirman balik ke Indonesia (lagi) sementara ini cukup dipendam dulu.
Indonesia menjadi unggulan kedua di turnamen piala Sudirman kali ini. Peringkat kita di bawah Tiongkok, namun masih di atas 2 (dua) negara raksasa lainnya: Korea dan Jepang.
Salahsatu yang membuat tim kita naik peringkat karena kemarin di ajang Badminton Asia Mixed Team Championship (BAMTC) bertempat di Qingdao, Tiongkok, Indonesia berhasil menjadi juara dengan mengalahkan tuan rumah 3-1 di bulan Februari lalu.
Di ajang Sudirman ini nanti, kita akan membuktikan apakah keberadaan Taufik Hidayat di pengurus PBSI memang resep yang tok cer. Kemudian eksistensi Eng Hian sebagai pengalaman pertamanya menduduki posisi Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi. Pembuktian berikutnya adalah langkah PBSI untuk membuka keran pemain rangkap, apakah memang tepat atau tidak.
Piala Sudirman 2025 kali ini PBSI membawa Siti Fadhia Silva Ramadhanti sebagai pemain yang merangkap di bagian ganda putri dan ganda campuran. Lalu jatah untuk negara membawa maksimal 20 pemain, dimainkan PBSI dengan memaksimalkan ganda putra -membawa 3 pasang pemain. Walaupun tepatnya adalah 2 ½ pasang karena Leo Rolly Carnando mendadak cedera lutut (artinya 20 pemain minus 1 orang, 19 orang yang dibawa). Tunggal putri hanya membawa 2 (dua) pemain, karena Gregoria Mariska Tunjung batal ikut.
Bagi negara lain, khususnya Korea Selatan, turnamen piala Sudirman 2025 sebagai pembuktian awal kembalinya sang legenda Park Joo Bong sebagai pelatih kepala. Setelah 20 tahun mister PJB ini memimpin tim Jepang.
Kembali ke pernyataan Taufik Hidayat -bahwa sebaiknya realistis. Apabila kita ingat dulu manajer PSSI pernah dijabat Soetjipto “Gareng” Soentoro (almarhum). Suatu saat PSSI di tahun 1990. melawan tim asing dalam rangka memperebutkan tiket piala dunia. Saat PSSI di penyisihan melawan Jepang, Soetjipto sesumbar di depan media bahwa timnya bisa mengalahkan Jepang. Hasilnya timnas hanya mampu bermain seri 0-0 di Senayan, dan kalah telak saat main di Jepang. Ketika wartawan mengkonfirmasi kekalahan tersebut, dihubungkan pernyataannya, Soetjipto menjawab, “Kalau saya memang harus optimis. Harus menang. Kalau belum apa apa saya udah pesimis, bagaimana dengan tim ini, bagaimana dengan pemain kita …..”
Mungkin Taufik dan Eng Hian bisa meniru hal tersebut. Dalam rangka menaikkan mental dan moral pemain. Bahwa kali ini: Sudirman Cup bisa coming home.
Terakhir, makna “Sudirman Cup coming home” mengacu pada kemauan kita untuk menjadi tuan rumah. Keberhasilan PBSI menjadi juara di tahun 1989, sangat didukung oleh posisi kita menjadi tuan rumah ketika itu. Sudah 36 tahun, artinya sudah 18 kali perhelatan Sudirman Cup, kita mentok di final sebanyak 6 (enam) kali dan pernah tidak lolos penyisihan grup pada tahun 2017. Artinya kalau tahun lagi gagal kembalii, kita perlu mencalonkan diri untuk menjadi tuan rumah tahun 2027.
Sehingga kalau menjawab pertanyaan sesuai judul: Bisakah Sudirman Cup’s Coming Home? Mungkin bisa memakai joke ala-ala cakap Melayu. Dijawab dengan: Boleh. Piala Sudirman boleh pulang ke kandang. Nah andai tidak kejadian, maka tinggal menjawab: Tidak boleh.
Terlalu lama menunggu. Sudah 36 tahun, Bro …….
YUNIANDONO ACHMAD SE ME adalah pemerhati olahraga yang tinggal di kabupaten Bogor, Jawa Barat.