Jumat, Februari 7, 2025
BerandaHeadlineAwal Tahun yang Buruk, Lalu Next?

Awal Tahun yang Buruk, Lalu Next?

Gambar: Dechapol Puavaranukroh dan Supissara Paewsampran pasangan baru Thailand, menjadi juara Super 1000 di Malaysia. Foto dari NSTP/ Aswadi Alias di https://www.nst.com.my/sports/badminton

BULUTANGKIS Indonesia di awal tahun 2025 mengalami peristiwa buruk. Gagal total di Malaysia Master yang terselenggara pada tanggal 7-12 Januari 2025. Padahal dulu kita pernah punya pengalaman manis di turnamen awal tahun tersebut. Tepatnya pada tahun 2022. Di awal tahun itu, sebanyak 2 (dua) gelar dan 1 (satu) runner up mampu kita raih. Dua gelar didapat melalui Chico Aura Dwi Wardoyo dan Fajar Alfian/ Muh Rian Ardianto. Bahkan Fajar/ Rian melaluinya dengan All Indonesian Final melawan Moh Ahsan/ Hendra Setiawan -alias the Daddies. Sedangkan runner up saat itu dicapai ganda campuran kita, Rinov Rivaldi/ Pitha.

Itu tahun 2022. Setahun berikutnya, tahun 2023, kita dapat 1 (satu) perak melalui Gregoria Mariska Tunjung yang takluk dari Akane Yamaguchi di partai final. Prestasi tahun ini berarti menyamai tahun lalu, tanpa gelar dari Malaysia Master. Uniknya di Malaysia Master ini, terutama sektor ganda, juaranya didominasi semua oleh pasangan baru. Pasangan baru dalam hal ini adalah yang dibentuk seusai Olimpiade Paris 2024 lalu.

Mereka itu seperti Yuki Fukushima/Misaki Matsumoto (Jepang) yang mengalahkan Jia Yi Fan/Zhang Shu Xian dari Tiongkok di partai final. Kemudian pada ganda campuran, pasangan Thailand, yaitu Dechapol Puavaranukroh/Supissara Paewsampran menjadi juara. Demikian pula ganda baru asal Korea Selatan -yakni Kim Won Ho/Seo Seung Jae- yang menjadi kampiun.

Dengan menjadi juara, maka Dechapol/ Paessampran mewakili satu-satunya pemain Asia Tenggara yang mampu memenangi turnamen level super 1000 ini. Negara besar lainnya, yaitu Malaysia dan tentunya Indonesia, sama-sama keok di awal tahun. Tuan rumah Malaysia senasib dengan kita, tanpa gelar sama sekali. Bahkan semifinalis olimpiade Paris, yakni Tan// Thinaah, tunduk di tangan pasangan kita yang terhitung baru -ialah Siti Fadia Silva Ramadhanti/ Lanny Tria Mayasari. Peraih perunggu Olimpiade 2 (dua) kali, yakni Aaron Chia/ Soh Wooy kalah dari duo Lee asal Taiwan, Lee Fang Chih dan Lee Fang Jen.

Namun ada sedikit ada perbedaan antara PBSI dengan BAM. Malaysia melalui konferensi pers pasca rapat dewan BAM (Badminton Association of Malaysia) sekitar 3 (tiga) hari lalu telah mendeklarasikan target utama. Untuk tahun ini adalah All England dan piala Sudirman, kemudian 3 (tiga) tahun lagi adalah Olimpiade Los Angeles 2028. BAM melalu pelatih kepala, Rexy Maynaki, menyatakan target tersebut yang dimuat harian New Strait Times.

Sementara PBSI belum berani untuk declare persoalan target, bisa jadi business as usual untuk menghadapi turnamen di tiap bulan. Berani mengklaim target, artinya pengurus dan pelatih BAM berani untuk dievaluasi.

Nelson Mandela dikenal dengan ungkapan “The greatest glory in living lies not in never falling, but in rising every time we fall.” Artinya kurang lebih: Kemenangan terbesar dalam hidup ini bukanlah terletak pada tidak pernah kalah, tetapi selalu bangkit setiap kali kita terjatuh. Maka anggap saja hasil Malaysia Master adalah kegagalan total. Maka yang diperlukan adalah kebangkitan di turnamen berikutnya. Mengaca pada pernyataan pers BAM Malaysia di atas, mereka mencoba untuk bangkit dengan menetapkan beberapa target dan tujuan. Lalu kita?

Pertanyaan selanjutnya bagaimana next? Untuk pemain kita, musti fokus kembali bermain di India Open pada pekan ini. Kemudian lanjut ke kampung halaman, yaitu turnamen Indonesia Master pada akhir bulan. Di India Master kita akan mencoba pasangan baru di sektor ganda campuran. Yaitu Rinov Rivaldy/ Lisa Ayu Kusumawati dan Dejan Ferdinansyah/ Siti Fadia Silva Ramadhanti. Bermainnya Siti Fadia SR di sektor ganda campuran bisa menjadi kartu truf untuk kejuaraan beregu piala Sudirman nanti. Piala Sudirman bakal digelar di Xiamen, negeri Tiongkok pada tanggal 27 April sampai 4 Mei mendatang, yang menandai sebagai edisi ke-19 sejak turnamen beregu campuran ini digelar.

Pada tahun 2013 juara Sudirman Cup saat itu memang Tiongkok. Namun pada babak perempat final, lawan sengit mereka adalah tim kita yang sempat unggul 2-0 terlebih dahulu. Kuncinya adalah komposisi pemain yang dibuat berbeda, dengan Lilyana Natsir bermain rangkap pada partai pertama (ganda campuran dengan Tontowi Ahmad) dan partai terakhir atau partai kelima -ganda putri bersama Nitya Krishinda. Dengan adanya pemain yang bermain rangkap, maka komposisi pemain diutamakan ke pemain rangkap tersebut.

Sedangkan tunggal kita, terutama Ginting akan menjadi pembuktian: Apakah kekalahan telak dari Kunlavuth Vitidsarn (Thailand) di Malaysia ini memang hanya ketidak beruntungan semata. Ataukah mungkin faktor usia kritis seorang pemain tunggal bulutangkis (mendekati 30 tahun) yang menjadi penyebab utamanya.

Turnamen awal tahun ini merupakan pembuktian awal bagi kepengurusan PBSI baru. Ternyata gagal total, meski ada secercah harapan yang muncul, yaitu di tangan Putri KW yang mampu lolos perempat final, demikian pula Siti Fadia/ Lanny Mayasari.

Benarkah langkah yang ditempuh PBSI untuk mereorganisasi kepelatihan? Kalau memang benar maka istilah “Satyam Eva Jayate”, atau: Kebenaran Pasti Menang, yang disampaikan ibu Megawati Soekarnoputri di HUT partai kemarin itu memang benar adanya. Cuman pertanyaannya: Kapan? Kapan kita menang (?). Apakah di tanah air atau di All England (seperti tahun lalu terjadi All Indonesian Final), ataukah di Sudirman Cup -layaknya tahun 1989. Waktu yang akan menjawab.

 

ditulis oleh Yuni Andono Achmad SE ME, pemerhati bulutangkis dari kota Bogor

BERITA TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Berita Populer