Gambar Putri Kusuma Wardani (22 th) dari Humas PP PBSI dan https://www.kompas.id/baca/olahraga/2024/11/10
KATA-kata “à l’improviste” merupakan saduran dari bahasa Perancis, yang diucapkan oleh sejarawan Peter Carey saat diwawancara oleh Dr Bagus Muljadi (Universitas Nottingham) di podcastnya “Chronicles”. Peter Carey merupakan sejarawan asal Inggris yang dikenal bertahun-tahun meneliti Pangeran Diponegoro dan sejarah Jawa, serta Asia Tenggara. Meski diucapkan dengan konteks berbeda dengan tulisan ini, namun relevan untuk menanyakan: Apakah kemenangan Putri Kusuma Wardani di Korea ini sebuah kebetulan?
Arti dari à l’improviste adalah yang berarti “secara tiba-tiba” atau “tanpa perencanaan” artinya spontan. Ungkapan ini digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang terjadi secara tidak terduga atau tanpa persiapan sebelumnya. Seperti telah diketahui bahwa pebulu tangkis asal Tangerang yang merintis karier awal di klub Exist Jakarta ini menjadi juara Korea Master seusai mengalahkan wakil Tiongkok, Han Qian Xi, dua gim langsung, 21-14, 21-14. Kemarin di hari Minggu (10/11/24) bertepatan dengan Hari Pahlawan.
Korea Master tahun 2024 yang merupakan BWF super 300 kali ini diselenggarakan di kota Iksan, sebuah wilayah tempat persimpangan kereta api utama di provinsi Jeolla Utara Korsel. Putri KW dengan demikian menggondol sekitar Rp 260 juta ke tanah air.
Kalau mengatakan kemenangan ini sebagai sebuah “kebetulan” memang kurang arif dan bijaksana, mengingat perjuangan Putri dari babak awal yang sangat heroik. Terutama pada partai perempat final, set ketiga Putri ketinggalan 15-20 melawan pemain tuan rumah, Sim Yu Jin. Namun Putri bisa balik menang 24-22.
Sim Yu Jin ini merupakan juara Taiwan Open, bulan September lalu. Ia menaklukkan Putri di partai puncak dengan 17-21, 13-21. Sepekan berikutnya di Hong Kong Open, lagi lagi Putri harus akui keunggulan Han Yue (Tingkok) juga dengan straight set.
Ada sedikit ada keberuntungan bahwa lawan Putri di partai final ini adalah pemain Tiongkok yang sebenarnya seusia dengan Putri, namun peringkat cukup jauh di rangking 200an. Ia secara mengejutkan menumbangkan unggulan pertama asal Jepang, Tomoka Miyazaki. Tomoka masih berusia 18 tahun dan di Macau Open pada akhir September lalu mampu menumbangkan Putri KW dengan rubber. Pemain Tiongkok tersebut adalah Han Qian Qi yang menumbangkan 2 (dua) women single tuan rumah –Seo Yeon Yoo dan So Yul Lee- di babak awal. Putri sendiri menempati unggulan kedua di turnamen Korea Master ini.
Tangis haru Putri KW setelah menyalami lawan dan wasit akan terasa wajar bahwa ini gelar pertama Putri di tahun 2024 ini. Setelah 2 (dua) kali gagal di final tahun ini, akhirnya pada kesempatan ketiga Putri KW bisa menjadi kampiun. Memang hanya BWF Tour level 300 namun menjadi juara di kendang macan semacam Korea akan menjadi kredit tersendiri bagi Putri dan bagi kontingen Indonesia pada umumnya.
Putri menjadi aset yang berharga bagi PBSI karena sejak 10 tahun sejak Ardiyanti Firdasari, Indonesia memiliki pemain tunggal putri dengan tinggi di atas 170 cm. sebagai bahan perbandingan, di PBSI-nya Tiongkok, tinggi badan menjadi syarat mutlak untuk pemain tunggal (baik putra maupun putri) di bulutangkis.
Tinggi badan memang menjadi salah satu faktor yang bisa memengaruhi keputusan pemain bulutangkis asal Tiongkok untuk pindah ke negara lain. Terutama era kepelatihan Li Yongbo -tahun 1995 sampai 2017- pemain dengan postur yang lebih tinggi diutamakan, terutama untuk tunggal putri. Mungkin karena pemain bertubuh tinggi cenderung memiliki jangkauan yang lebih luas dan dapat mendominasi permainan dari segi serangan dan pertahanan. Sebagai kekecualian barangkali Gong Zhicao (peraih emas tunggal putri bulutangkis olimpiade Sidney tahun 2000) yang memiliki tinggi 160 senti, lebih pendek dibandingkan Susy Susanti -peraih emas olimpiade 1992
Pemain yang memiliki tinggi badan lebih pendek sepertinya merasa kesulitan untuk mendapatkan kesempatan yang sama di tim nasional Tiongkok. Hal itu mendorong mereka untuk mencari peluang di negara lain.
Sebagai contoh, pemain Xu Huaiwen yang memiliki tinggi badan sekitar 163 sentimeter (tergolong pendek untuk tunggal putri) yang pindah ke Jerman. Demikian juga dengan Zhang Beiwen yang pindah ke Singapura, dan kemudian Amerika Serikat, untuk melanjutkan kariernya.
Kembali ke Putri KW, melihat rangkaian pertandingan di Korea Master ini. Beberapa poin banyak didapatkan dari bola “kedut” atau permainan pergelangan tangan yang mengecoh lawan. Sim Yu Jin dan Han Qian Xi tidak hanya sekali merasakan itu. Juga lawan Putri di semifinal yakni Chiu Pin-chian asal Taiwan. Seakan-akan Putri menempatkan shuttlecock di depan net, namun dibuang secara lurus ke belakang. Lawan terkecoh dan bola memang benar-benar masuk.
Awal yang baik di akhir tahun buat Putri KW. Tinggal menunggu untuk menjadi kampiun pada level di atasnya. Kehebatan Putri akan ditunggu oleh An Seo Young, Chen Yufei, He Bing Jiao, bahkan rekan sejawatnya: Gregoria Mariska Tunjung. PBSI bisa memetik keuntungan karena amunisi untuk sektor tunggal putri bertambah, terutama dalam rangka menghadapi Piala Sudirman di tahun 2025 nanti.
DITULIS oleh Yuni Andono Achmad, S.E., M.E., pemerhati olahraga yang tinggal di Bogor, Jawa Barat