Senin, September 16, 2024
BerandaIndeksPasangan Baru, Baru Juara

Pasangan Baru, Baru Juara

GAMBAR: Leo Rolly Carnando/ Bagas Maulana (DOK PBSI) dari Kompas (dot) com

PEROMBAKAN yang dilakukan PBSI terhadap 2 (dua) pasang ganda putra bisa dikatakan berhasil sepenuhnya. Semula pasangan kita adalah “the babbies” Leo Rolly Carnando/ Daniel Martin dan duo Bakri atau Bagas Maulana/ M. Shohibul Fikri. PBSI menukar keduanya.

Padahal tahun ini prestasi Leo/ Daniel sebenarnya cukup bagus yakni menjadi juara di Indonesia Master 2024. Tetapi sayang prestasinya naik turun sehingga tidak lolos ke olimpiade Paris. Sedangkan duet Bakri merupakan wujud veni vidi vici yang pernah menjuarai All England tahun 2022. Sesudah itu mereka hanya menjadi “manusia silver” yang mentok menjadi juara kedua (runner up) di beberapa turnamen.

PBSI dengan pelatih utama di sektor ganda pria, yakni coach Aryono Miranat, melakukan “rolling” dengan merubah pemain depan Leo Rolly yang dipasangkan dengan pemain belakang Bagas Maulana. Kemudian pemain depan MS Fikri dicampurkan dengan si smes geledek, anak Jakarta pemain belakang, Daniel Martin.

Hasil dari 2 (dua) turnamen -yaitu Jepang Terbuka dan Korea Terbuka- sungguh menawan. Keduanya maju ke semifinal, bahkan untuk Leo/ Bagas menjadi juara di Korea Open. Yang dikalahkan pun tidak ecek-ecek. Pemain tuan rumah dan juara dunia tahun 2024, Kang Ming-hyuk/Seo Seung-jae. Dengan kemenangan di pertandingan puncak Korea Open, turnamen BWF World Tour 2024 level Super 500 tersebut, maka Leo/ Bagas meraup hadiah sebesar $33,180 yang nyaris mendekati setengah milyar rupiah.

Upaya merombak atlet (pasangan pemain) tentunya pernah juga dilakukan oleh negara lain. Ada yang tetap bertahan, ada yang tidak berpengaruh, lalu ada yang balik ke pasangan awal atau ganda pertamanya. Sewaktu pelatih ganda putra PBSI diampu oleh Christian Hadinata (pasca Thomas 1986, sampai dengan Olimpiade Atlanta 1996) pasangan ganda putra kita malah sering dikocok, gonta ganti, selelau berubah -dus tidak ada yang tetap.

Strategi tersebut untuk mengecoh lawan -misalnya di ajang piala Thomas. Tahun 1988, mestinya Liem Swie King berpasangan dengan Edy Hartono, namun dipecah menjadi King/ Bobby Ertanto dan Edy Hartono/ Rudi Gunawan. Tujuannya untuk mengecoh Tiongkok di partai final. Namun yang terjadi, tim kita “ditewaskan” oleh tuan rumah Malaysia di semifinal. Pasangan Edy Hartono/ Gunawan sendiri bertahan sampai Olimpiade Barcelona 1992, dengan meraih perak, kalah melawan Park Joo Bong/ Kim Moon Soo.

Tahun 1997 pasangan Chandra Wijaya/ Sigit Budiarto secara mengejutkan meraih juara dunia, di usia yang masih belia, yaitu 21 tahun. Mendekati tahun 2000, Candra dipisah dari Sigit dan dipasangkan dengan Tony Gunawan. Hasilnya tidak main-main, Chandra/ Tony mendapat emas Olimpiade Sydney 2000. Tahun berikutnya Candra berpasangan dengan Sigit kembali (misal di Thomas 2000 dan 2002), sedangkan Tony dengan Halim Haryanto. Namun ketika olimpiade 2004, mereka berpisah lagi. Sigit dengan Trikus Harjanto, yang menjadi wakil kita di Olimpiade Yunani 2004, sedangkan Candra dengan Halim Haryanto.

Setelah kalah dengan pasangan kita Hendra Setiawan/ Markis Kido (alm.) pada perebutan emas di final olimpiade Beijing 2008, duo China yaitu Fu Haifeng/ Cai Yun dipisah. Namun bersama pasangan baru masing-masing, baik Fu maupun Cai Yun malah tidak berkembang. Setahun kemudian mereka dipasangkan kembali, dan puncaknya mampu meraih emas di olimpiade London 2012.

Mengiringi perombakan pasangan ganda kita, tim Taiwan juga melakukan hal yang sama. Duo Lee Yang/Wang Chi-Lin yang membikin sejarah dengan mempertahankan medali emas ganda putra bulutangkis di Olimpiade 2024, dirubah. Wang Chi Ling sipasangkan dengan Chiu Hsiang-chieh. Padahal pasangan Yang/ Chi-lin sudah bertahan selama 3 (tiga) tahun, meski memang sempat meredup namun Lee/Wang mampu meraih medali emas di Paris usai mengandaskan perlawanan Liang Wei Keng/Wang Chang di final.

Merombak pasangan ala-ala ganda putra begini ini sangat bermanfaat misalnya untuk kepentingan tim/ beregu. Contohnya untuk nanti putaran Thomas tahun 2026. Untuk tahun depan (kejuaraan beregu campuran piala Sudirman) perputaran di ganda campuran dan putra/ putri akan lebih berguna. Misalnya saat Sudirman 2013, pemain putri kita Lilyana Natsir bermain rangkap di ganda campuran (bersama Tontowi Ahmad) dan di ganda putri -dengan Vita Marissa.

Tentunya kita berharap bahwa kedua pasangan kita ini -Leo/ Bagas dan Fikri/ Daniel- akan semakin bersinar ke depan. Terutama untuk Asian Games 2026 nanti (di Nagoya, Jepang), atau bahkan olimpiade Los Angeles 2028.

Diantara keempatnya, Bagas adalah yang tertua dengan usia 26 tahun, kemudian Fikri 25 tahun. Sedangkan Leo dan Daniel memang masih babbies di usia 23 tahun. Nanti 4 (empat) tahun lagi usia Bagas sudah 30 tahun, sehingga Leo yang masih di masa golden age harus mampu berperan lebih banyak. Walaubagaimanapun pertukaran pasangan ini bermanfaat, setidaknya untuk Thomas 2026 dan Thomas 2028 bahkan nanti sampai tahun 2030.

Perlu diperhatikan lawan Leo/ Bagas di final yakni Kang/ Seo. Terlepas dari penampilan ciamik Leo/ Bagas, patut juga diperhatikan menurunnya kinerja (performance) pasangan Korea Selatan -terutama Seo- di beberapa turnamen terdekat kemarin. Di olimpiade Paris baru lalu, Seo turun di 2 (dua) nomor dan keduanya tidak mendapat medali. Di ganda putra, Seo hanya bertahan sampai perempat final keok melawan pasangan gaek dari Denmark, Kim Astrup/ Anders S Rasmussen.

Di ganda campuran Olimpiade Paris, Seo berpasangan dengan Chae Yujung mampu ke semifinal namun kalah pada perebutan perunggu melawan ganda Jepang, Yuta Watanabe/ Arisa Higashino. Sepekan sebelum Korea Open, yakni Jepang Terbuka, pasangan Kang/ Seo juga mampu ke final sebelum ditaklukkan oleh pasangan Malaysia, Nur Izzudin/ Goh.

Sekali lagi prestasi pasangan baru ini, Leo Rolly/ Bagas termasuk top. Karena baru 2 (dua) kali turun di turnamen bergengsi, namun langsung juara. Akan tetapi kita layak was-was bila melihat sejarah beberapa pemain kita, yang pernah menjadi juara di Korea Open. Karena di ajang inilah menjadi tanda penurunan prestasi. Dulu yang paling mencolok adalah ganda kita Luluk Hadiyanto/ Alvent Yulianto. Setelah menjadi juara Korea Terbuka tahun 2004, digadang-gadang menjadi pemain masa depan. Sayang nir juara, dan puncaknya ketika hanya menjadi runner up saat Asian Games 2006. Waktu itu Luluk/ Alven kalah melawan Koo Kien Keat/ Tan Bon Heong dari negeri jiran.

Kemudian tahun 2008 saat olimpiade Beijing, tanpa dinyana Luluk/ Alven kalah dari pasangan Korea, Lee Dong Soo/ Yoo Yong Sung. Semoga hanya kebetulan belaka bahwa tahun 2004 ketika Luluk/ Alven juara, adalah tepat sepuluh tahun saat ini Leo/ Bagas menjadi kampiun Korea Open 2024.

Berikutnya adalah Joko Suprianto yang pernah menjadi juara Korea Open tahun 1993. Setelah itu Joko menjadi juara dunia 1993, yang artinya Indonesia menunggu 10 tahun untuk munculnya juara dunia tunggal putra (setelah Icuk Sugiarto di tahun 1983). Tahun 1994 gantian Ardy Wiranata yang menjadi juara, menyusul tahun 1995 Hariyanto Arbi. Joko juara dunia tahun 1993, Hariyanto Arbi tahun 1995, namun ketika olimpiade 1996, keduanya takluk di tangan si “jagoh kampong” Rashis Sidek yang mendapat perunggu Olympic. Sementara Ardy tidak lolos pada olimpiade 1996 tersebut.

Bagas di saat jumpa pers menyatakan bahwa akhirnya bisa ’pecah telur’, setelah selama ini dijuluki ’manusia silver’. Di Korea Open, Bagas (bersama Leo tentu saja), menjadi ’manusia emas’. Kita berharap bahwa kampiun mereka ini tidak hangat hangat tahi ayam. Seperti yang Bagas/ Fikri lakukan Ketika juara All England tahun 2022. Pekan depan menunggu turnamen Hong Kong Open dan Tiongkok Terbuka. Semoga sukses.

ditulis oleh Yuni Andono Achmad, S.E., M.E., dari kota Bogor.

BERITA TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Berita Populer