oleh : Cut Tasri Mirnalisa dan Ahmad Farhan
Isu tentang Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender atau LGBT menjadi perbincangan publik bahkan tidak Ada ujungnya. Di Tahun 1990-an, istilah LGBT awalnya dipakai untuk menggantikan istilah kaum gay karena istilah gay tidak mewakili orang-orang dengan orientasi seksual lain. Lesbian, gay, dan biseksual adalah istilah terkait orientasi seksual. Orientasi seksual adalah pilihan/preferensi untuk menjalin relasi dan ketertarikan secara fisik, seksual, emosional, dan romantik, yang ada pada setiap manusia (Kaplan & Sadock, 1997:207). Fenomena LGBT menjadi fenomena global yang menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat. Para pendukung LGBT menginginkan keberadaannya dihargai sebagai makhluk sosial. Gerakan LGBT yang mengatasnamakan Hak Asasi Manusia dan pengakuan atas hak-hak LGBT.
Fenomena LGBT tidak hanya terjadi di Indonesia namun jga terjadi di tingkat dunia International. Pada tahun 1960-an kaum LGBT atau GLBT (hampir seluruh Eropa) secara tegas menuntut kesamaan hak dengan warga negara lainnya tanpa membedakan orientasi seksualnya. Di Amsterdam, pada tanggal 4 Mei 1970 Aksi Kelompok Gay Muda Amsterdam atau Amsterdamse Jongeren Aktiegroep Homoseksualiteit melakukan aksi peringatan nasional untuk para korban meninggal akibat kekerasan yang dialami korban homoseksual. Padatahun 1990-an istilah LGBT atau GLBT ini banyak di gunakan di Amerika Serikat.( Forum.liputan)
Menurut wikipedia, transgender merupakan ketidaksamaan identitas gender seseorang terhadap jenis kelamin yang ditunjuk kepada dirinya. Transgender adalah perilaku atau penampilan seseorang yang tidak sesuai dengan peran gender pada umumnya. Seseorang yang transgender dapat mengidentifikasi dirinya sebagai seorang heteroseksual, homoseksual, biseksual maupun aseksual. Dari semua definisi diatas walaupun berbeda dari sisi pemenuhan seksualnya, akan tetapi kesamaanya adalah mereka memiliki kesenangan baik secara psikis ataupun biologis dan orientasi seksual bukan saja dengan lawan jenis akan tetapi bisa juga dengan sesama jenis.
Walaupun kelompok LGBT mengklaim keberadaannya karena faktor genetis dengan teori “Gay Gene” yang diusung oleh Dean Hamer pada tahun 1993. Akan tetapi, Dean sebagai seorang gay kemudian meruntuhkan sendiri hasil risetnya. Dean mengakui risetnya itu tak mendukung bahwa gen adalah faktor utama/yang menentukan yang melahirkan homoseksualitas. Perbuatan LGBT sendiri ditolak oleh semua agama bahkan dianggap sebagai perbuatan yang menjijikan, tindakan bejat, dan keji (republika.co.id, 26/01/2016).
Sejarah LGBT
Sebelum revolusi seksual pada tahun 1960-an, tidak ada kosakata non-peyoratif untuk menyebut kaum yang bukan heteroseksual. Istilah terdekat, “gender ketiga”, telah ada sejak tahun 1860-an, tetapi tidak banyak disetujui.Munculnya istilah dalam dunia LGBT berkaitan erat dengan dua hal berikut, yaitu orientasi seksual dan perilaku seksual. Menurut sinyo (2014) perkembangan dunia homoseksual berkembang pada abad XI Masehi. Istilah Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender atau yang biasa dikenal dengan LGBT mulai tercatat ketika tahun 1990-an.
pada lain jenis kelamin. Berikutnya, dinamai homo jika orientasi seksualnya sesama jenis kelamin; sesama laki-laki dinamakan gay, sesama perempuan disebut lesbian, dan sesama waria. Biseksual, jika orientasi seksualnya ganda, yaitu seseorang yang tertarik pada sesama jenis sekaligus juga pada lawan jenis. Sebaliknya, aseksual tidak tertarik pada keduanya, baik sesama maupun lawan jenis.(siti musdah, 2010)
Kaum transgender dituduh terlalu banyak membuat stereotip dan biseksual hanyalah gay atau lesbian yang takut untuk mengakui identitas seksual mereka. Setiap komunitas yang disebut dalam akronim LGBT telah berjuang untuk mengembangkan identitasnya masing-masing, seperti apakah, dan bagaimana bersekutu dengan komunitas lain; konflik tersebut terus berlanjut hingga kini. Beberapa gerakan sosial seperti The Black Power yaitu gerakan untuk memperjuangkan hak kaum berkulit hitam dan Anti-Vietnam War mempengaruhi komunitas gay untuk lebih terbuka. Masa ini dikenal dengan Gay Liberation Movement atau gerakan kemerdekaan gay. Pada masa ini terjadi huru-hara yang terkenal dengan sebutan Stonewall Riots, yaitu keributan sporadis antara polisi dan para pendemo yang
memperjuangkan kebebasan kaum gay. Keributan ini terjadi di Stonewell Inn, Greenwich Village, Amerika Serikat pada 28 Juni 1969.Kejadian 28 Juni 1969 tersebut tercatat dalam sejarah sebagai pemicu gerakan perjuangan hak asasi kaum gay di Amerika Serikat dan dunia, sehingga munculkomunitas-komunitas gay baru seperti Gay Liberation Front (GLF), The gay Activits’Allainace (GAA), dan Front Homosexsual d’Action Revolutionnaire.Pada tanggal tersebut juga dijadikan hari perayaan bagi kaum LGBT di seluruh dunia dan pada hari tersebut mereka menggelar pawai dijalan utama untuk menunjukan eksistensi kaum gay (Sinyo, 2014).
Gerakan hak asasi kaum gay dimulai pada era tahun 1980-an. penyakit AIDS dan kaum gay dianggap sebagai penyebar utamanya, Kata “queer” dikenal sebagai istilah orang yang berorientasi seksual atau gender minoritas dimasyarakat. Pada masa ini perjuangan kaum LGBT sudah begitu meluas dengan banyaknya organisasi (legal atau ilegal) disetiap negara. Salah satunya adalah hilangnyahomosexsuality dari international Classification of Diseases yang dibuat oleh WHO pada tanggal 17 Mei 1990, sehingga pada tanggal tersebut dijadikan sebagai International Day Against Homophobia and Transphobia (IDAHO).Komunitas LGBT mencari pengesahan hukum pernikahan di negara-negara yang telah melegalkan nikah sesama jenis. Belanda merupakan negara pertama yang melegalkan pernikahan pasangan sesama jenis tahun 2001. Pada tahun 2008 diikuti oleh Belgia, Kanada, Norwegia, Afrika Selatan, dan Spanyol (untuk Amerika Serikat ada di dua negara bagian yaitu Massachusetts dan Connecticut) (Sinyo, 2014).
Ada pula keyakinan “separatisme lesbian dan gay” (tidak sama dengan “separatisme lesbian”), yang meyakini bahwa lesbian dan gay sebaiknya membentuk komunitas yang terpisah dari kelompok-kelompok lain dalam lingkup LGBTQ. Meskipun jumlahnya tidak cukup besar untuk disebut pergerakan, kaum separatis berperan penting, vokal, dan aktif dalam komunitas LGBT. Dalam beberapa kasus separatis menolak keberadaan atau hak kesetaraan orientasi non-monoseksual dan transeksualitas.
Hal ini dapat meluas menjadi bifobia dan transfobia. Separatis punya lawan yang kuat – Peter Tatchell dari kelompok hak LGBT berpendapat bahwa memisahkan transgender dari LGB merupakan “kegilaan politik”. Banyak orang mencoba mengganti singkatan LGBT dengan istilah umum. Kata seperti “queer” dan “pelangi” telah dicoba tetapi tidak banyak digunakan. “Queer” mengandung konotasi negatif bagi orang tua yang mengingat pengunaannya sebagai hinaan dan ejekan dan penggunaan (negatif) semacam itu masih terus berlanjut. Banyak pula orang muda yang memahami queer sebagai istilah yang lebih politis dibanding “LGBT”. “Pelangi” punya konotasi yang berkaitan dengan hippies, pergerakan Zaman Baru, dan organisasi seperti Rainbow/PUSH Coalition di Amerika Serikat.
Faktor penyebab LGBT
Ada banyak faktor yang menyebabkan seorang pria menjadi gay atau penyuka sesama jenis. Menurut psikolog Elly Risman Musa, faktor pemicu itu di antaranya adalah ia berada di lingkungan di mana homoseksual dianggap sesuatu yang biasa atau umum. Karena tidak ada nilai-nilai moral atau agama yang membekali pengetahuannya sehingga ia memiliki wawasan yang tidak lurus mengenai hubungan antara pria dan perempuan. LGBT bukanlah penyakit atau kelainan mental menurut penelitian yang dilakukan
Seseorang dapat tumbuh menjadi seorang gay karena pengalaman buruk dengan pengasuhan keluarga seperti memiliki ibu yang dominan sehingga anak tidak memperoleh gambaran seorang tokoh laki-laki, atau sebaliknya. Faktor lain yang mungkin membuat seseorang keluar dari fitrahnya adalah pengalaman seks dini, yang disebabkan karena menyaksikan gambar-gambar porno dari televisi, DVD, Internet, komik ataupun media lain di sekitarnya. Kemudian salah satu referensi mengatakan bahwa terjadinya LGBT disebabkan karena beberapa hal sebagai berikut:
- Mengikuti hawa nafsu. Hawa nafsu adalah kecenderungan jiwa kepada perkara yang haram. Dinamakan hawa karena menyeret pelakunya di dunia kepada kehancuran dan di akhirat kepada neraka Hawiyah”
- Menyerupai sesama jenis, khususnya ini terjadi pada “waria” yang awalnya mereka adalah laki-laki namun kemudian mereka melelang harga diri mereka dan berdandan seperti wanita yang akibatnya berani melakukan liwath.
- Hidup membujang memiliki nilai tersendiri dikalangkan sufyisme, yang tidak mau kalah tanding dengan para biarawan dan biarawati, tidak heran jika di dapati ada dari mereka “tidak hanya terjangkiti” bahkan pemain utama homoseks.
- Pandangan adalah faktor yang paling mendominasi adanya keinginan untuk berbuat yang diingini oleh hati, LGB berawal dari pandangan dan kemudian berakhir dengan pembenaran dengan seks.
- Kebiasaan menjima’i isteri pada dubur (anal), yang kemudian disaat-saat tidak ada istrinya iapun mencari pengganti dengan prinsip “yang penting berdubur atau berlubang” yang akibatnya laki-laki lain, anak-anak, orang tua jompo, binatang bahkan sesuatu yang berlubang menjadi obyek prakteknya.
- Putus asa, merupakan pemicu utama seseorang semakin giat berbuat LGB, sebagaimana hal ini terjadi pada pelaku transgender, karena mereka telah diperdaya oleh keadaan yang pada akhirnya mereka putus asa dan kemudian mereka meneruskan pekerjaan keji mereka dengan terus menerus. LGBT dapat juga merupakan sebuat penyakit akibat faktor kelainan otak dan genetik maupun karena faktor psikologi.
LGBT dalam Pandangan Hukum Indonesia dan Agama Islam
Hak asasi manusia adalah hak yangmelekat pada semua manusia, apa pun kebangsaan kita, tempat tinggal, jenis kelamin,asal kebangsaan atau etnis, warna kulit, agama,bahasa, atau status lainnya. Kita semua samaberhak atas hak asasi manusia kita tanpa diskriminasi. Hak-hak ini semuanya saling terkait,saling bergantung dan tak terpisahkan (UN High Commission for Human Rights, 2018). Dalam sistem hukum di Indonesia, yang terdapat dalam UUD 1945 dinyatakan “hak until hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam situasi apa pun”.Adapun perlindungan, yang harus dijamin dan diberikan dalam kenteks LGBT ini dari perspektif HAM adalah perlindungan hak asasi mereka dalam bentuk jaminan kesehatan untuk bisa sembuh dari penyakitnya, sebagaimana termaktub dalam Pasal 25 DUHAM.
LGBT dapat digolongkan perilaku yang melanggar moral dan saat ini para penganut LGBT berlindung atas nama HAM. Dalam pasal 292 KUHP juga menyebutkan tindakan seksual sesama kelamin atau sejenis namun tidak bisa menjerat pelaku LGBT Karena perbuatan tersebut harus dilakukan terhadap anak dibawah umur. Pasal 292 KUHP berbunyi “…Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin, tang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama Lima tahun”.
Beberapa pelaku yang tidak sesuai dengan Pasal 292 KUHP terbebas, Karena tidak sesuai dengan perbuatan LGBT. Perbuatan LGBT sudah seharusnya ditindaklanjuti dengan serius, Karena ia merupakan penyakit menular Karena tidak sesuai dengan nilai-nilai kehidupan masyarakat sehingga bisa merusak generasi Masa datang. Pemerintah sangat berperan dalam menentukn aturan hukum dan pelarangan terhadap kebebasan LGBT atau aktivutas penyimpangan Sosial yang dilakukan oleh kelompok LGBT di Indonesia.
Kata ‘agama’ berasal berakar dari BahasaLatin ‘Religio’ yang berarti ikatan antara kemanusiaan dengan suatu kekuatan yang lebihbesar dari manusia itu sendiri. Para ilmuan mengidentifikasi setidaknya terdapat desain historis dari istilah tersebut: 1) kekuatan supernatural yang memotivasi dan diakui olehmanusia; 2) perasaan dari dalam individu yangmeyakini kekuatan itu; 3) tindakan ritual yangdilakukan sehubungan dengan kekuasaan itu(Peter, 2000).
Seluruh agama tidak Ada yang membenarkan perbuatan LGBT begitupun dalam masyarakat Indonsia yang mayoritas nya penganut agama Islam. Dalam agama Islam berpasangan adalah fitrah bagi setiap makhluk hidup, termasuk manusia sebagai makhluk sosial. Menurut Wikipedia, Lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan. Istilah ini juga merujuk kepada perempuan yang mencintai perempuan baik secara fisik, seksual, emosional, atau secara spiritual. Sedangkan Gay adalah sebuah istilah yang umumnya digunakan untuk merujuk orang homoseksual atau sifat-sifat homoseksual.
individu yang dapat menikmati hubungan emosional dan seksual dengan orang dari kedua jenis kelamin baik pria ataupun wanita (kamuskesehatan.com). Lalu bagaimana dengan Transgender? Transgender merupakan ketidaksamaan identitas gender seseorang terhadap jenis kelamin yang ditunjuk kepada dirinya. Seseorang yang transgender dapat mengidentifikasi dirinya sebagai seorang heteroseksual, homoseksual, biseksual maupun aseksual. Dari semua definisi diatas walaupun berbeda dari sisi pemenuhan seksualnya, akan tetapi kesamaanya adalah mereka memiliki kesenangan baik secara psikis ataupun biologis dan orientasi seksual bukan saja dengan lawan jenis akan tetapi bisa juga dengan sesama jenis.
Sebenarnya secara fitrah, manusia diciptakan oleh Allah swt berikut dengan dorongan jasmani dan nalurinya. Salah satu dorongan naluri adalah naluri melestarikan keturunan (gharizatu al na‟u) yang diantara manifestasinya adalah rasa cinta dan dorongan seksual antara lawan jenis (pria dan wanita). Pandangan pria terhadap wanita begitupun wanita terhadap pria adalah pandangan untuk melestarikan keturunan bukan pandangan seksual semata. Tujuan diciptakan naluri ini adalah untuk melestarikan keturunan dan hanya bisa dilakukan diantara pasangan suami istri. Bagaimana jadinya jika naluri melestarikan keturunan ini akan terwujud dengan hubungan sesama jenis? Dari sini jelas sekali bahwa homoseks bertentangan dengan fitrah manusia. (Musti’ah, 2016).
Pemberlakuan hukuman dalam Islam bertujuan untuk menjadikan manusia selayaknya manusia dan menjaga kelestarian masyarakat. Syariat Islam telah menetapkan tujuan-tujuan luhur yang dilekatkan pada hukum-hukumnya. Tujuan luhur tersebut mencakup; pemeliharaan atas keturunan (al muhafazhatu „ala an nasl), pemeliharaan atas akal (al muhafazhatu „ala al „aql), pemeliharaan atas kemuliaan (al muhafazhatu „ala al karamah), pemeliharaan atas jiwa (al muhafazhatu „ala an nafs), pemeliharaan atas harta (al muhafazhatu „ala an al maal), pemeliharaan atas agama (al muhafazhatu „ala al diin), pemeliharaan atas ketentraman/keamanan (al muhafazhatu „ala al amn), pemeliharaan atas negara (al muhafazhatu „ala al daulah) (Muhammad Husain Abdullah, 2002).
Solusi pencegahan LGBT
Beberapa solusi dapat dilakukan berdasarkan faktor penyebab munculnya LGBT. Penanganan terhadap mereka dibedakan dari faktor penyebabnya antara lain faktor genetik, psikologis maupun kultural.Dengan memahami faktor-faktor tersebut, maka diharapkan dapat dirumuskan solusi yang tepat untuk seseorang yang mengidap penyakit LGBT tersebut. Secara umum, solusi untuk penyembuhan penyakit LGBT ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu solusi internal dan solusi eksternal. Solusi internal misalnya perlu adanya kesadaran dan kemauan untuk sembuh, serta kesungguhan melakukan perubahan. Sedangkan solusi eksternal dapat berupa dukungan keluarga dan orang-orang dekat, serta membebaskan diri dari lingkungan LGBT. Diantara upaya penanggulangan LGBT adalah:
- Membuat penyuluhan dan pengobatan bagi mereka yang sudah terlanjur terjangkit penyakit LGBT agar dapat kembali normal menjadi manusia dengan fitrah yang sesungguhnya.
- Menumbuhkan kesadaran Individual Pelaku LGBT dengan mengenal Musuh dan Strategi Melawan Musuh Abadi. Tak dipungkiri bahwa setan menjadi musuh abadi manusia yang akan terus menyesatkan dan menjerumuskan manusia ke dalam lembah kebinasaan.
- Para Pemimpin dan tokoh-tokoh perlu banyak melakukan pendekatan kepada para pemimpin di media massa, khususnya media televisi, agar mencegah dijadikannya media massa sebagai ajang kampanye penyebaran paham dan praktik LGBT.
Kalau merujuk kepada Al-Qur‟an, setidaknya ada dua ayat yang menunjukkan bahwa manusia mempunyai tugas reproduksi. Pertama, Qs. An- nisa‟: (1). Kedua, Qs. Ar-rum, (21). Dari kedua ayat di atas menunjukkan bahwa Fungsi reproduksi kemanusiaan ini sudah mutlak dalam diri setiap individu. Jika ada orang menikah, lalu tidak mengharapkan memiliki keturunan, apakah ini kodrati? Tentu saja jawabannya tidak. Dan juga dari awalnya saja Allah sudah menurunkan wawaddah dan rahmah dalam konteks sosial hubungan pria dan wanita. Dengan sudut pandang demikian, bagaimanapun manusia sudah berusaha meletakkan sesuatu secara proposional hingga dapat memberikan kesimpulan bahwa Lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) berarti menyalahi kodrat kemanusiaan universal. Dan jalan keluar untuk pemecahan masalah ini harus dilakukan dengan cara dialogis, konsultatif, dan terlebih penting lagi secara bertahap. (Yosi Aryanti, 2019).
Penulis : Cut Tasri Mirnalisa, Alumni Universiti Sultan Zainal Abidin, Terengganu, Malaysia dan Ahmad Farhan, Mahasiswa S2 Universitas Zaitunah, Tunisia