[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Dengarkan Berita”][divide]
Pekanbaru (Nadariau.com) – Kuasa hukum terdakwa Poniman, Agustinus Hutajulu mengungkap satu lagi kejanggalan pada kasus kliennya.
Dia memberi keterangan, jaksa penuntut umum telah mendakwa kliennya berdasarkan pada keterangan seseorang saksi bernama Si Des yang mengatakan anak dari Jusni Rifai Tanjung, M Arif Muda Tanjung telah pernah protes pada saat terdakwa membersihkan lahan sengketa tahun 2012, padahal Arif itu sudah meninggal dunia sejak tahun 2011 silam.
Dengan kata lain, kasus berjalan atas dasar protes dari arwah Arif. Sebab, kasus terhadap kliennya baru mulai mencuat pada akhir 2017.
“Bagaimana mungkin seseorang yang sudah meninggal bisa melakukan protes kemudian protes yang diterangkan saksi tersebut dijadikan sebagai keterangan saksi atau alat bukti untuk mendukung dakwaan dan tuntutan dalam kasus ini. Ini kan aneh,” terang Agustinus.
Menurut keterangan Agustinus, faktanya, Arif yang juga anak dari Jusni Rifai Tanjung tidak pernah datang memprotes penjualan lahan yang didakwakan pada kliennya dibeli dengan melanggar hukum tersebut.
Tidak adanya protes Arif itu telah dikuatkan keterangan sejumlah saksi selama persidangan berlangsung, dan juga surat keterangan kematian dari ketua RT tempat kediaman terakhir Arif Muda Alm.
“Bukankah seyogyanya sebelum berkas penyidikan dinyatakan lengkap soal itu bisa di cek? Jika hak asasi terdakwa Poniman sedikit dihormati, apalah sulitnya mengecek benar tidaknya protes M Arif itu. Kan bisa cek di kelurahan atau RT melalui telepon? Apa sulitnya?,” beber Agustinus.
Anehnya, lanjut Agustinus, meskipun dengan telah terungkapnya fakta meninggalnya Arif itu di persidangan, bahkan dengan ditunjukkannya foto nisan dan makam almarhum, JPU tetap menjadikan protes tahun 2012 itu sebagai alat bukti dalam surat tuntutan.
Keanehan itu telah diungkapkan dalam sidang di Pengadilan Negeri Pekanbaru yang berlangsung Senin (12/03/2018) kemarin. Sidang saat itu beragendakan pembacaan pledoi terdakwa.
Selain itu, Agustinus menilai jaksa terlalu emosional saat menuntut kliennya selama tiga tahun penjara, tuntutan jaksa itu lebih tinggi dibandingkan terdakwa lainnya, sedangkan didakwa hanya selaku penyerta (turut serta).
“Tuntutan jaksa itu terlalu emosional karena lebih tinggi dari tuntutan terdakwa lainnya,” tegas Agustinus ketika dihubungi wartawan, Rabu (14/03/2018).
Sebagaimana diketahui, Poniman (40 tahun) didakwa telah melakukan perbuatan tindak pidana memalsukan surat keterangan ganti rugi (SKGR) 6.987,5 meter persegi di Jalan Pramuka RT 04 RW 04, Kelurahan Lembah Sari, Kecamatan Rumbai Pesisir.
Atas perbuatannya itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Pekanbaru Erik, SH menyatakan bahwa Poniman terbukti melanggar Pasal 263 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Perbuatan terdakwa ini menurut jaksa dilakukan secara bersama-sama dengan tiga oknum lurah di Kota Pekanbaru dan Agusman, oknum pengacara. Mereka ini telah dijatuhi vonis hakim. (rls)