Kuansing (NadaRiau.com)- Selain empat Lebaga Pemerintah Desa dan Limbago Adat Nagori (LAN), hasil dari 200 hektar kebun sawit yang dihibahkan PT Adimulia Agrolestari (AA) juga dinikmati BUMD. Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Kuansing, Andri Yama, Jumat (17/10/2025) kemarin.
“Iya PT AA ada menghibahkan lahan sawit 200 hektare. Penerimanya ada 4 desa, kelembagaan adat, pondok pesantren dan BUMD. Kebun ini dikelola oleh kelompok tani, karena kerjasamanya melalui kelompok tani,” jelas Andri.
Lebih lanjut, Andri Yama menjelaskan, untuk hasil dari kebun hibah yang diterima dari PT AA berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Kuansing, Suhardiman Amby itu, untuk BUMD sementara waktu dititipkan ke kelompok tani yang menerima hibah tersebut.
“Sebelum BUMD kita terbentuk, uang hasil dari kebun itu kita titip sementara di kelompok tani, sampai BUMD kita terbentuk,” jelas Andri Yama
Apa yang disampaikan Kadisbunnak Kuansing itu, berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan Sukiman, Ketua kelompok tani (poktan) bernama ‘Sukadamai Berjaya’ selalu penerima hibah dari PT AA
Sukiman mengatakan, hasil dari kebun 200 hektare yang dihibahkan PT AA ke kelompoknya teraebut, atau yang disebut gajian pertama, itu sudah di distribusikan ke masing masing Desa, LAN dan BUMD yang terdaftar sebagai pemerima, sesuai dengan SK yang dikeluargkan Pemkab Kuansing.
“Udah gajian pertama, sudah di tranfer juga kok dari rekening kelompok tani ke rekening masing-masing desa termasuk LAN, BUMD termasuk yang di 60 hektare itu,” ungkap nya.
Penjelasan Kadisbunnak Kuansing dan Ketua kelompok tani ‘Sukadamai Berjaya’ yang bertolak belakang diatas, memuculkan dugaan jika BUMD ini Fiktif dan hanya sebagai topeng untuk menerima hasil kebun tersebut. Karena, hingga saat ini pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi belum memiliki BUMD.
Seperti diketahui, sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang belum terbentuk secara resmi namun terdaftar sebagai penerima hibah dari pihak swasta berpotensi melanggar hukum dan menghadapi risiko pidana, khususnya tindak pidana korupsi.
Entitas yang belum berbadan hukum tidak memiliki kapasitas legal untuk menerima hibah. Dengan mendaftarkan BUMD yang belum terbentuk, ini dapat dianggap sebagai penerima fiktif yang sengaja dibuat untuk menyelewengkan dana.
Proses penerimaan hibah, baik dari APBD maupun pihak swasta, harus melalui prosedur yang transparan dan akuntabel. Jika BUMD belum terbentuk, prosedur ini tidak dapat dipenuhi.
Dana hibah yang diterima atas nama BUMD fiktif sangat berisiko untuk disalahgunakan, baik untuk kepentingan pribadi maupun kelompok, karena tidak ada mekanisme pengawasan yang jelas.
Praktisi hukum menegaskan bahwa penyalahgunaan dana hibah, terutama melalui proyek fiktif, dapat berujung pada tindak pidana korupsi. Keterlibatan oknum pemerintahan dalam pendaftaran BUMD fiktif juga memperkuat dugaan korupsi.
Selain pidana, pihak-pihak terkait juga dapat dikenakan sanksi administratif, termasuk penghentian dana hibah dan pertanggungjawaban ganti rugi. (DONI)


