Pekanbaru (Nadariau.com) – Kapolda Riau Irjen Pol Hery Heryawan membantah keras bahwa anggotanya bersama organisasi masyarakat (Ormas) PETIR melakukan inspeksi mendadak (sidak) di lokasi tewasnya dua bocah di kolam bekas pengeboran milik PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) di Desa Rantau Kopar, Kabupaten Rokan Hilir.
“Saya membantah keras pernyataan Ormas PETIR yang mengaku sidak bersama anggota kami. Itu hoaks. Tidak pernah ada kegiatan seperti itu. Buktinya, ketua Ormas PETIR berinisial JS sudah kami tangkap terkait dugaan pemerasan terhadap salah satu perusahaan di Riau,” kata Irjen Hery, Kamis (16/10/2025).
Kapolda menegaskan, dalam setiap proses penyelidikan dan penyidikan, pihak kepolisian tidak pernah melibatkan organisasi atau kelompok mana pun, terlebih ormas.
Kapolda Riau menegaskan, pihaknya akan menindak tegas siapa pun yang mencoba memanfaatkan nama institusi kepolisian untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
“Tidak ada toleransi bagi siapa pun yang menodai nama baik Polri,” kata Irjen Hery.
Seperti diketahui sebelumnya, organisasi masyarakat Pemuda Tri Karya (PETIR) mengapresiasi langkah cepat Polda Riau yang menindaklanjuti laporan dugaan pencemaran lingkungan oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) di Desa Rantau Kopar, Kabupaten Rokan Hilir dengan melakukan sidak ke lokasi.
Sidak dilakukan di lokasi bekas pengeboran minyak Petani 55 milik PHR di Dusun Mekar Sari, Kecamatan Rantau Kopar. Kegiatan itu turut dihadiri oleh perwakilan Pertamina Hulu Rokan, pihak pelapor dari PETIR, penyidik Polda Riau, tenaga ahli Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau Nelson Sitohang, serta perangkat RT dan warga terdampak.
Langkah tersebut merupakan tindak lanjut atas laporan resmi PETIR Nomor 210-DPN-PETIR/A.1/XX/LP-2025 tertanggal 22 Mei 2025, terkait dugaan pencemaran lingkungan dan kelalaian keselamatan kerja yang menyebabkan dua balita meninggal dunia di area pengeboran minyak tersebut.
Dalam sidak, tenaga ahli DLHK mempertanyakan standar operasional prosedur (SOP) yang dijalankan perusahaan hingga menimbulkan korban jiwa. Tim juga menemukan sejumlah kondisi lapangan yang sudah tidak sesuai dengan laporan awal, meskipun area bekas peristiwa kematian dua balita kini telah dipasangi pagar pengaman.
Perwakilan Pertamina, Wiliam, menyebut pihaknya telah menerapkan SOP dan melakukan perbaikan pada sejumlah titik kerja (K3). Ia mengklaim peristiwa tersebut dipicu oleh kenaikan air limbah akibat banjir, bukan karena kelalaian operasional.
Namun, Pertamina menolak dilakukan uji sampel di lokasi Petani 172, dengan alasan laporan PETIR hanya berfokus pada Petani 55. Wiliam juga menegaskan bahwa perusahaan telah melaporkan permasalahan banjir di wilayah PHR kepada Gubernur Riau, namun hingga kini persoalan tersebut belum terselesaikan.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Umum DPN PETIR, Andhi Harianto, membantah keras klaim bahwa kematian dua bocah disebabkan banjir.
“Kematian dua balita itu murni karena tenggelam di kolam limbah beracun. Hasil sampel yang kami ambil menunjukkan kadar kimia yang sangat tinggi, sampai membuat tubuh korban membiru,” tegas Andhi.
Ia juga menyayangkan sikap keluarga korban yang disebut-sebut menerima perdamaian dan kini bekerja di Pertamina.
“Kami sangat sedih mendengar kabar orang tua korban dipekerjakan sebagai karyawan Pertamina. Seharusnya keadilan ditegakkan, bukan diselesaikan dengan imbalan,” ujarnya kecewa.
Sementara itu, penyidik Polda Riau memastikan akan memanggil sejumlah saksi, termasuk warga terdampak limbah dan orang tua korban, untuk pendalaman lebih lanjut terkait dugaan kelalaian dan pencemaran lingkungan oleh PHR.(sony)


