Foto: Hamparan perkebunan sawit Milik Poktan Maju Bersama Desa Bumi Mulia
Kuansing (nadariau.com) – Masyarakat bertanya-tanya hal apa yang mendasari PT Adimulia Agrolestari (AA) “menghibahkan” kebun sawit seluas 200 hektare kepada sejumlah pihak di Kecamatan Singingi Hilir, Kuansing, Riau.
Pihak-pihak yang menerima “hibah” tersebut adalah desa Sukamaju, desa Sukadamai, desa Beringin Jaya, desa Sumber Jaya serta Limbago Adat Nagori (LAN) dan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Hidayah.
Sejumlah kejanggalan hingga muncul dugaan bahwa penghibahan lahan tersebut diduga kuat tidak sesuai mekanisme dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal itu menjadi tanda tanya besar.
Kejanggalan dimulai dari legalitas lahan dimana disebut lokasinya berada berdekatan dengan kebun milik Kelompok Tani Maju Bersama Desa Bumi Mulya. Area tersebut diduga masuk kawasan hutan negara.
“Kalau memang lokasi lahan perkebunannya berada disitu, kuat dugaan area itu masuk kawasan hutan. Dan setahu saya area tersebut belum ada pelepasan dari Kementerian Kehutanan RI. Itu tanah milik negara.
Jika ada pihak yang menguasai atau memanfaatkan hutan, terlebih dahulu wajib mengantongi izin dari Kementerian Kehutanan sebagaimana diatur Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan,” ujar salah seorang warga.
Tanda tanya selanjutnya soal legalitas Kelompok Tani (Poktan) yang menaungi para pihak penerima “hibah” kebun sawit tersebut. Poktannya bernama “Sukadamai Berjaya” yang diketuai H. Sukiman.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 03 Tahun 2022, dimana dalam pasal 1 dijelaskan bahwa Poktan adalah kumpulan pekebun yang beranggotakan sedikitnya 20 orang, dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan dalam berusaha tani.
“Yang namanya Poktan harus memiliki anggota minimal 20 orang pekebun. Anggotanya kumpulan orang (pekebun), bukan sebuah lembaga atau organisasi. Dan Poktannya harus terdaftar di aplikasi SIMLUHTAN.
Artinya, baik itu lembaga pemerintah desa, organisai adat maupun pondok pesantren jelas tidak bisa menjadi anggota Poktan,” kata warga lainnya saat bincang-bincang dengan sejumlah wartawan, di Teluk Kuantan, Rabu (15/10/2025).
Tanda tanya berikutnya adalah terkait hak pemerintah desa dan pihak lainnya menerima pendapatan dari hasil kebun sawit yang sebelumnya “dihibahkan” PT AA itu. Masing-masing pihak penerima dikabarkan sebelumnya telah menerima sejumlah uang.
“Katanya mereka sudah gajian 2 bulan. Salah satu Kades mengakui ada uang masuk di rekening desanya. Kalau itu dijadikan PADes, harus jelas dulu keabsahannya. Sebab uang yang diterima untuk Pendapatan Asli Desa itu mesti sah, legal,” ucap warga lainnya.(DONI)


