Kuansing(NadaRiau.com) – Bagi-bagi kebun sawit oleh PT Adimulia Agrolestari (AA) untuk organisasi lembaga adat dan pondok pesantren dan sejumlah pemerintah desa di Kecamatan Singingi Hilir, Kuansing, Riau, menimbulkan pertanyaan besar.
Bagi-bagi lahan kebun sawit seluas 200 hektare yang disebut-sebut itu merupakan pemberian hibah dari PT AA, diduga tidak sesuai mekanisme proses hibah sebagaimana peraturan peundang-undangan yang berlaku.
Pj Kades Sumber Jaya, Catur Fendik Widadi, secara gamblang mengakui telah menerima pemberian kebun sawit seluas 28 hektare. Uang hasil usaha dari kebun tersebut selama dua bulan yaitu Juli dan Agustus, bahkan sudah diterima dan masuk ke rekening desa.
“Iya, desa sumber jaya menerima pembagian sawit 28 hektare dari PT AA. Pembagiannya itu melalui dinas perkebunan, yang penerimanya ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) oleh Pemda Kuansingi. Dan uang hasil kebun bulan Juli dan Agustus sekitar Rp56 juta sudah kami terima,” ungkap Catur.
Sama halnya desa Sumber Jaya. Sekdes Sukadamai Sumadi, juga mengakui bahwa belum lama ini benar pemerintah desa Sukadamai menerima pemasukan sejumlah uang ke rekening desa. Uang tersebut merupakan hasil kebun pemberian PT AA.
“Jadi saya tidak tahu berapa jumlah luasan hektarenya untuk desa Sukadamai, tapi kalau uang masuk ke rekening desa dari hasil kebun itu memang ada, dan saya tidak tahu berapa jumlah uangnya. Tanyakan saja sama pak kades,” ungkap Sumadi, Senin (13/10/2025).
Ironisnya, pernyataan Sekdes dan Kades diatas bertolak belakang dengan hal yang dilontarkan pihak manajemen PT AA, yang disampaikan Fahmi kepada wartawan media nadariau.com ketika dikonfirmasi melalui sambungan phonselnya terkesan menutupi dan mengelak ketika membicarakan perihal bagi bagi lahan seluas 200 hektar tersebut.
“Tidak ada pak, tidak ada, silahkan saja kroscek ke ketua kelompoknya pak. Tidak ada, nantik saya tanyakan dulu ke manajemen, nantik saya hubungi kembali,” ujar fahmi singkat sebari menutup telponnya.
Secara umum, aturan yang mengatur proses hibah tanah dan lahan di Indonesia didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dalam pasal Pasal 1666, Pasal 1682
Serta UUPA No. 5 Tahun 1960 yang Mengatur hal-hal pokok mengenai agraria. Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 171g dan Pasal 210-214 yang Mengatur hibah menurut hukum Islam. Pemberi hibah, harus cakap hukum, atau dewasa, dan merupakan pemilik sah tanah tersebut. Jika pemberi hibah sudah meninggal, prosesnya tidak dapat dilakukan sebagai hibah, melainkan sebagai warisan. Sementara penerima merupakan pihak yang menerima tanah secara cuma-cuma.
Dengan membuatkan akta hibah oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau Notaris yang merupakan pejabat yang mengesahkan akta hibah. Dengan syarat yang harus dilengkapi salah satu pemberi dan penerima hibah wajib demi hukum sesuai UUperpajakan membayar PPh 2,5 pesendan PHTB sebesar 5 persen dari nilai yang di hibahkan. Tanpa akta yang dibuat oleh PPAT, hibah tanah tidak sah secara hukum.


