Gambar: Rinov Rivaldy dan Siti Fadia Ramadhanti
sedang mengangkat piala BAMTC 2025.
Sumber gambar dari www.cnnindonesia.com/olahraga/
PERNAH dari tahun 1988 sampai dengan 1992 (berakhir di 1994) tim Thomas kita selalu kepentok dengan Malaysia. Padahal tahun-tahun sebelumnya -tepatnya sejak tahun 1980- tim beregu putra kita hanya kalah dengan Tiongkok (Republik Rakyat China). Mulai tahun 1988, grade-nya turun, kerap sekali kalah waktu beradu shuttlecock dengan Malaysia. Lupa antara ucapan teknokrat kita opung MF Siregar (almarhum) atau malah coach Christian Hadinata waktu itu, salahsatu dari mereka berdua ini mengatakan, bahwasanya tim Malaysia itu kalau pertandingan individu jarang ada yang juara, namun ketika beregu menjadi kuat sekali.
Paling nyeseg memang pada semifinal Thomas Cup tahun 1988. PBSI padahal sudah unggul 2-0 melalui kemenangan Icuk Sugiarto dan Edi Kurniawan, artinya tinggal satu angka lagi. Partai ketiga Ardy BW (juara dunia yunior tahun 1987) melawan Rashid Sidek yang kemudian dijuluki “si jaguh kampung” karena belum pernah menjadi kampiun di luar Malaysia. Ardy kalah, skor menjadi 2-1.
Berikutnya pasangan baru Edy Hartono/ Rudy Kurniawan melawan pasangan “multi defense” Razif/ Jalani Sidek. Kalah lagi, sehingga skor 2-2. Partai terakhir Liem Swie King/ Bobby Ertanto, melawan pasangan “bukan-bukan” yang baru bermain di ajang beregu. Mungkin usia masih 20 tahunan saat itu, Cheah Soon Kit/ Soo Beng Kiang. Sayang King/ Bobby mengalami antiklimaks, kalah rubber set, sehingga skor akhir 2-3. Kekalahan melawan Malaysia di Thomas Cup tersebut berulang lagi pada ajang Thomas Cup tahun 1990, dan 1992.
Di ajang kejuaraan Badminton Asia Mixed Team Championship (BAMTC) bertempat di Qingdao (Tiongkok), Indonesia berhasil mengalahkan tuan rumah dengan 3-1. Menarik komentar pelatih kepala BAM Malaysia, Rexy Mainaky, yang mengatakan di media Kuala Lumpur bahwa tim Indonesia memang lebih kuat saat bermain beregu, meski jarang juara secara individual. Ketepatan Malaysia tersingkir di babak grup, karena dikejutkan oleh Hong Kong yang mengalahkannya 2-3, dan oleh Indonesia dengan 1-3 (walaupun kemudian ganda putra -Man Wei Chong dan Tee Kai Wun- menang atas Shohibul Fikri/ Daniel Marthin, sehingga skor menjadi tipis 2-3).
Kekuatan beregu bulutangkis Indonesia dapat dilihat dari banyaknya piala Thomas yang diraih, terakhir adalah tahun 2021 (sebagai kampiun ke-14 kalinya). Berlanjut finalis tahun 2022 dan 2024. Bahkan tahun 2024, tim Uber juga berhasil melaju ke final. Tahun lalu, bulan Oktober 2024, tim yunior kita menjadi juara dunia untuk beregu campuran. Lagi-lagi mengalahkan tuan rumah Tiongkok, untuk merebut trofi Suhandinata Cup yang kedua kalinya setelah tahun 2019.
Di ajang BAMTC 2025 ini hanya di sektor ganda campuran PBSI membawa 2 (dua) ganda terkuat kita -yaitu Rinov/ Lisa dan Dejan/ Siti Fadia. Sedangkan sektor lain, hanya para pemain pelapis. Bahkan untuk tunggal putra, kita hanya membawa bocah-bocah usia 19 tahunan. Pertama adalah seorang “habaib” Alwi Farhan dan kedua Yohanes Saut Marcelino. Pada sektor tunggal putri kita memasang nomor 2 (dua) kita yaitu Putri Kusuma dan nomor 4 (empat) Komang Ayu Cahya Dewi. Di ganda putra membawa Daniel/ Fikri dan Yeremia. Sedangkan ganda putri tercata Meilysa Trias, Lanny Tria Mayasari, dan Rachel Allessya Rose.
Performa paling manis adalah Alwi Farhan, bermain 4 (empat) kali dan tidak pernah merasakan kekalahan. Berikutnya adalah Putri Kusuma Wardani, yang akhirnya pecah telor melawan pemain Thailand, Busanan Ombangruphan. Skor head to head Putri KW melawan Busanan menjadi 1-3. Namun karena peak performance sudah terjadi di semifinal, saat final (partai ketiga) melawan yunior Tiongkok, peringkat 435, Putri KW mengalami degradasi penampilan. Ia sering salah sendiri sehingga menyerah straight game. Pasangan campuran Dejan/ Fadia juga hanya sekali kalah dari 3 penampilan. Bahkan saat penyisihan grup bermain dengan gemilang saat mengandaskan pasangan peringkat 3 dunia asalh Malaysia, Goh Soon Huat/ Shevon Jemie Lai.
Beberapa hal positif lainnya dari turnamen BAMTC kemarin adalah, PBSI berani untuk berjudi dengan memasang Siti Fadia Ramadhanti dalam bermain rangkap. Fenomena rangkap ini mengingatkan pada Sudirman Cup 2013 ketika Lilyana Natsir bermain di ganda campuran (dengan Tontowi Ahmad) dan di ganda putri (dengan Nithya Krishinda Maheswari). Keuntungan bermain rangkap -bagi tim secara keseluruhan- adalah diperbolehkannya menentukan partai pertama. Pemain rangkap mendapat privilege untuk bermain diselang partai-partai lainnya. Sehingga sejak perempat final, Siti Fadia dipasang partai pertama untuk ganda campuran, dan partai terakhir di ganda putri.
Kemenangan di BAMTC 2025 tentunya sangat pantas untuk disyukuri. Karena pertama kalinya kita menjadi juara sejak turnamen ini digelar pada tahun 2017. Tiongkok telah menjadi juara sebanyak 2 (dua) kali -yaitu tahun 2019 dan 2023. Negara matahari terbit, Jepang, menjadi juara tahun 2017. Bulan April (akhir bulan) sampai awal Mei akan diselenggarakan Sudirman Cup. Semifinalis BAMTC otomatis masuk ke 32 besar. Ditambah wakil Eropa, dan benua lain, sama perwakilan Pan America.
Negara seperti Korea, Malaysia, Hong Kong dan Taiwan, meski tidak bisa ke semifinal, bisa masuk melalui jalur ranking. Eropa diwakili Denmark dan Perancis. Pada dua edisi Sudirman (tahun 2023 dan 2021) kita hanya sampai perempatfinal, dan keduanya kalah dari Malaysia. Favorit juara pasti adalah tuan rumah Tiongkok, dan juara Sudirman empat kali (1991, 1993, 2003, dan 2017) yatu Korea Selatan.
Indonesia sepertinya masih berat untuk mengulang kejayaan tahun 1989 dulu. Kita pernah menjadi runner up sebanyak 6 (enam) kali, yaitu tahun 1991, 1993, 1995, 2001, 2005, dan 2007. Untuk menjadi semifinalis piala Sudirman 2025 saja masih sangat berat. Persaingan sengit akan terjadi dengan sesama negara ASEAN (yaitu Thailand, dan Malaysia) juga dengan negara Asia Timur lainnya, yakni Jepang. Sementara ini kita syukuri kejayaan menjadi jawara BAMTC 2025 ini dahulu. Untuk Sudirman Cup 2025 kayaknya akan lewat. Namun kita harus bersiap untuk tahun depan: piala Thomas dan Uber 2026.
ditulis oleh Yuniandono Achmad SE ME, pemerhati olahraga dari Bogor.