Oleh: Dedi Iskamto, Ph.D
DosenL School of Economics and Business, Telkom University Bandung
SHopping Mall, merupakan suatu wacana yang relatif baru bagi dunia bisnis kita, walaupun di Amerika, sudah dimulai sejak tahun 1890 tetapi mal di Indonesia baru dimulai sekitar tahun 1980-an dimulai dengan pembangunan mal pertama yakni Ratu plaza di Jakarta.
Sebenarnya Mal merupakan pengembangan dari konsep Pasar Tradisional yang selama ini dikenal oleh masyarakat. Selanjutnya konsep mal ini terus berkembang secara pesat, bahkan Secara akademik pun kajian akan Shopping Mall sudah sedemikian maju, terdapat lebih dari 500 penelitian yang telah dilakukan oleh pakar Shopping Mall di Wharton Schools of business, sekolah bisnis terkenal di Amerika, telah menelurkan puluhan master dan Doktor yang berbasis pada kajian Shopping Mall secara akademik Shopping Mall mulai menyamai kajian terhadap ilmu perhotelan yang selama ini lebih dulu berkembang.
Secara definisi Shopping Mall adalah area gabungan dari beberapa toko retail, servis-servis, dan area parkir yang dibangun dan dikelola oleh sebuah unit manajemen. Didalam sebuah Shopping Mall biasanya tersedia juga restoran, bank, Super Market, bioskop, kantor, jasa servis, money changer dan bahkan terkadang hotel dan kondominium.
Aspek lain yang dipertimbangkan oleh desainer Shopping Mall adalah sebuah Shopping Mall harus membangun hal-hal yang mendukung bagi sebuah komunitas yang menjadi sumber utama dari Shopping Mall seperti akses untuk kendaraan masuk, area parkir, dan lahan untuk pengembangan lebih tebih lanjut.
Selain itu hal penting yang harus dipertimbangkan adalah kondisi ekonomi dan kondisi sosiologi dari wilayah sekitar Shopping Mall, kompetitor yang berada di satu area dan jumlah penduduk yang dapat mendukung bagi keberaradaan dan jumlah toko yang tersedia.
Shopping Mall biasanya merupakan tempat yang menjadi pendukung bagi sebuah komunitas, atau sejumlah penduduk dalam sebuah area yang besifat local.Hal ini biasanya ditandai dengan tersedianya sebuah supermarket dengan ukuran medium yang menyediakan kebutuhan sehari-hari atau bermacam-macam variasi toko dan juga jasa servis seperti apotek, laundry dan toko-toko jasa perbaikan. (servis mobil, tempat perbaikan sepatu). Sebuah Shopping Mall biasanya dapat melayani 2.500 hingga 50.000 orang dalam sepuluh menit.
Shopping Mall yang bersifat regional dapat menyediakan tempat servis yang dapat melayani sebuah daerah sentral bisnis.Hal ini dapat dibangun dengan sekurangnya satu departemen store, toko-toko spesial, salon kecantikan, butik, macam-macam restoran dan sebuah gedung bioskop.Yang dapat melayani day-to-day orang sebanyak 150.000-400.000 atau lebih orang.Dapat juga ditambah hotel, pusat kesehatan, dan juga perkantoran.
Shopping Mall seperti Mal Pondok Indah mempunyai core komunity masyarakat pondok indah, Mal Kelapa Gading mempunyai komunitas utamah perumahan Kelapa Gading estate, Mal Taman Anggrek mempunyai komunitas Kondominium Taman Anggrek, setiap komunitas harus mempunyai daya beli yang kuat untuk menunjang kelangsungan hidup para tenan yang menyewa area Shopping Mall
Untuk memancing minat konsumen agar berkunjung. Setiap pengelola mal harus memiliki ciri pembeda jika dibandingkan dengan mal lain. Ciri pembeda ini menjadikan konsumen tertarik untuk khusus datang ke mal tersebut menikmati hal tersebut. Konsep mal Taman Anggrek yang terletak di Jakarta Barat misalnya salah satu ciri pembeda yang tidak dimiliki oleh mal lain adanya wahana Ice Skating. Wahana ini sudah sangat terkenal di kalangan pencinta Ice Skating sehingga pengunjung yang jauh sekalipun akan datang untuk menikmati ice skating.
Pusat belanja dan hiburan seperti ini akan menarik pengunjungnya untuk melakukan bukan hanya Ice Skating tetapi juga, seperti makan malam atau berbelanja dengan. Mal Taman Anggrekdapat menjadi tempat tujuan ritel yang nyaman di mana para pengunjungnya dapat menghabiskan waktu mereka sepanjang hari untuk berbelanja, melihat- lihat, dan bersenang-senang.
Gaya hidup
Saat ini, orang-orang pergi ke shopping mall tidak hanya dengan tujuan berbelanja, tetapi juga dengan tujuan untuk melihat-lihat dan dilihat. Apakah anda duduk di sebuah kafe, menikmati secangkir kopi, atau sedang bersama dengan keluarga untuk makan malam di suatu restoran yang trendi setelah anda berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari, membeli hadiah untuk orang yang tersayang, atau bahkan memanjakan diri anda dengan membeli sepasang anting-anting yang sesuai dengan baju anda, kemudian menyegarkan diri anda dengan pergi ke sebuah spa yang eksklusif. Setelah itu, anda akan bertemu dengan teman-teman dan bermain biliar di sebuah lounge sementara menunggu pemutaran film untuk midnight show. Anda akan dapat menikmati sepanjang hari anda di tempat yang menyenangkan ini. Generasi baru dari shopping mall di Jakarta akan menjadi tempat untuk melakukan semua kegiatan tersebut, dan dengan adanya satu contoh sukses, konsep ini akan menjadi model acuan bagi pusat ritel lainnya.
Sebelum tahun 1980-an, pasar-pasar tradisional, ruko-ruko, dan toko-toko yang berdiri sendiri merupakan konsep dan bentuk utama dari industri ritel di Indonesia. Dengan perkembangan ekonomi yang cukup baik saat itu, shopping mall pertama di Jakarta, seperti Gajah Mada Plaza dan Ratu Plaza, telah menikmati masa kejayaannya. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi akibat deregulasi perbankan di akhir tahun 1980-an itu ditambah dengan meningkatnya kemakmuran masyarakat mengakibatkan pembangunan
shopping mall berkembang pesat.
Shopping mall yang dibangun di awal tahun 1990-an, seperti Plaza Indonesia (1990) dan Plaza Senayan (1995), merupakan suatu shopping mall bersifat “regional” yang bercirikan umumnya seluas lebih dari 40.000 meter persegi, terdiri atas satu atau dua toko serba ada (department store) yang menunjang berbagai jenis toko dan jasa ritel lainnya. Sebagai tambahan dari beberapa shopping mall “regional” yang dibangun di area segitiga emas dan di pusat kota, jenis shopping mail neighbourhood dan community juga bermunculan di daerah perumahan yang sudah mapan seperti Mal Pondok Indah dan juga di sepanjang jalan raya yang cukup ramai seperti Mal Taman Anggrek.
Dalam jangka waktu yang singkat ini, sebelum terjadi krisis ekonomi, kita menyaksikan pembangunan shopping mall “super-regional” pertama (umumnya di atas 100.000 meter persegi dengan tiga atau lebih toko serba ada) yang dinamakan Supermal di Lippo Karawaci. Dengan adanya krisis ekonomi dan politik di akhir tahun 1990-an,pembangunan shopping mall yang baru menjadi terhenti seluruhnya.
Konsep belanja Hemat
Selama periode resesi di akhir tahun 1990, popularitas dari “konsep belanja hemat” muncul.Hemat di sini bukan berarti kualitas barang yang rendah dan dijual dengan harga murah.Tetapi, kualitas barang yang bagus dijual dengan harga murah melalui pengambilan untung yang lebih sedikit tanpa tambahan gimik promosi lainnya.Mereka juga menciptakan konsep toko yang menarik sehingga menjadi daya tarik sendiri bahkan bagi konsumen kelas atas.
Peritel yang fokus pada “konsep belanja hemat” seperti Carrefour secara cepat mengembangkan usahanya selama periode ini dengan membuka cabang di berbagai tempat yang tersedia di shopping mall yang ada. Demikian suksesnya peritel jenis hipermarket ini sehingga mereka berani membangun gedungnya sendiri untuk memenuhi target ekspansi mereka di tahun-tahun pertama masa resesi, di mana pada saat rtu semua pengembang ini dan biasanya disebut sebagai power center umumnya terletak di lokasi-lokasi strategis di persimpangan jalan utama dengan tujuan untuk memperoleh pasar yang lebih luas. Dengan keadaan pasar yang lebih stabil dan didukung daya beli masyarakat yang meningkat antara tahun 1999-2001,pengembang mulai berani kembali ke sektor ritel. Dengan hampir tidak adanya fasilitas pinjaman untuk sektor properti pada saat itu, sebagian besar pengembang memilih untuk membangun pusat pertokoan dengan ruang atau kios untuk dijual, bukan untuk disewakan.Trend ini berkembang amat pesatnya sehingga pasar dalam waktu yang tidak tertalu lama telah menjadi jenuh.Sektor ritel kemudian kembali harus mencari bentuk dan konsep baru untuk tetap dapat bertahan.
Ritel merupakan salah satu industri paling dinamis.Kondisi sosial, ekonomi, demografi, dan perubahan gaya hidup adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran dalam tema dan konsep industri ritel. Oleh karena itu, seiring dengan perubahan keadaan ekonomi, berbagai macam shopping mall telah bermunculan di Indonesia.
Pemilik dan pengelola shopping mall harus mampu mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi di dalam pasar dan dengan tanggap mengadaptasinya ke dalam shopping mall mereka sehingga selalu sesuai dengan gaya hidup dan kebiasaan-kebiasaan berbelanja dari target pengunjung mereka. Hubungan dan kerja sama yang dekat antara pengembang (Manajemen), pengelola (Manajemen), desainer, serta pemilik toko (tenan) sangatlah penting untuk menciptakan dan menjaga keberhasilan shopping mall mereka.
Kesimpulan
Untuk mempertahankan keunggulan kompetitifnya, retailer akan beroperasi dengan bentuk organisasi yang lebih ramping dan effisien. Pada masa datang retailer akan beroperasi dengan gross margin yang lebih rendah, biaya operasional yang lebih kecil, lebih sedikit inventori dengan perputaran barang yang lebih cepat.
Trend konsumen masa depan adalah Pay Less, Expect More, Get More. Konsumen masa depan adalah konsumen yang memiliki ekpektasi yang lebih tinggi, meminta lebih banyak, menginginkan kualitas yang lebih tinggi dan konsisten, lebih banyak pilihan, toko yang lebih nyaman dan pelayanan yang lebih bernilai, namun dengan membayar lebih murah, waktu lebih cepat, dengan usaha dan resiko lebih rendah. Dapat diperkirakan, kompetisi selanjutnya, tidak hanya pada harga, namun menyangkut variable lain yang berkaitan dengan value atas pengalaman berbelanja pelanggan.
Dalam millenium baru ini beberapa trend yang sudah dan akan terjadi di Indonesia dan memberikan dampak bagi industri retail diantaranya : Gelombang masuknya retailer asing, Evolusi ke Format Retail Baru
Meningkatnya keluarga dengan double income (suami-istri bekerja).Pertumbuhan kota-kota satelit disekeliling kota besar.Mobilitas yang semakin tinggi dan waktu luang yang semakin sedikit.Pembantu rumah tangga menjadi semakin mahal.Perkembangan pemakaian PC rumah tangga dan internet yang semakin tinggi.Perkembangan teknologi dan pemakaian Handphone-PDA.