Pekanbaru (Nadariau.com) – Citra Dewi telah berstatus terpidana korupsi dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) tahun 2016-2018. Mantan Kepala Puskesmas Kampar Kiri Hulu (KKH) I kemudian dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Bangkinang
Selain dia, proses yang sama juga dilakukan terhadap pesakitan lainnya, yakni Deffi Amelia.
Keduanya telah menjalani sidang dengan agenda putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (24/08/2023) lalu. Dalam putusannya, Citra Dewi divonis 3 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair 2 bulan kurungan.
Citra Dewi juga dihukum membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp1.616.757.000 subsidair 1 tahun dan 2 bulan penjara.
Sementara Deffi Amelia divonis divonis 20 bulan penjara dan denda sebesar Rp100 juta subsidair 2 bulan kurungan. Bendahara Puskemas KKH I itu juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp76 juta subsidair 8 bulan penjara.
Menurut majelis hakim yang diketuai Yuli Artha Pujoyotama itu, keduanya dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Atas putusan itu, keduanya saat itu menyatakan pikir-pikir selama 7 hari untuk menentukan sikap. Hal yang sama jug dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Hingga batas waktu yang ditentukan, para pihak tidak menentukan sikap. Dengan begitu, perkara tersebut telah inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
“Benar. Sudah inkrah,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kampar Sapta Putra saat dikonfirmasi melalui Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Marthalius, Selasa (12/09/2023).
Selanjutnya, kata Marthalius, pihaknya melakukan eksekusi badan terhadap dua wanita yang saat ini menyandang status terpidana tersebut. Proses eksekusi dilakukan di Lapas Bangkinang.
“Eksekusi dilakukan di Lapas Bangkinang pada Senin kemarin,” sebut Jaksa yang akrab disapa Martha.
Dalam dakwaan Jaksa disebutkan bahwa perbuatan korupsi yang dilakukan kedua terdakwa terjadi pada Tahun Anggaran (TA) 2016, 2017 dan 2018. Berawal ketika itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kampar menerima Dana BOK yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus Non Fisik Bidang Kesehatan.
Dana ini dianggarkan pada APBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar sebesar Rp2.824.190.000 dan realisasi sebesar Rp2.794.420.000.
Anggaran ini digunakan untuk Biaya perjalanan dinas bagi tenaga kesehatan Kabupaten/Kota/Puskesmas dan jaringannya termasuk untuk kader/lintas sektoral/tenaga penugasan kesehatan, baik dalam maupun luar wilayah.
Kemudian, untuk pembelian barang pakai habis untuk mendukung pelayanan promotif dan preventif antara lain penggandaan media, reagen, rapid tes/tes cepat.
Selanjutnya, untuk penyelenggaraan rapat-rapat, pertemuan konsinyasi, pembelian alat tulis kantor, penggandaan. Lalu, untuk honorarium untuk pengelola keuangan (Dinas Kesehatan dan Puskesmas), serta Tim Teknis (Dinas Kesehatan).
Namun kenyataannya, dana BOK yang dikelola kedua terdakwa di Puskesmas KKH I terjadi penyelewengan. Dimana bidan yang melaksanakan tugas pembinaan kesehatan ke desa-desa tidak mendapatkan haknya sebagaimana mestinya.
Selain itu, pendistribusian anggaran BOK yang dilakukan Kepala Puskesmas dan Bendahara diduga tidak transparan. Kemudian, ada dugaan penyimpangan pengelolaan dana BOK di Puskesmas KKH 1 dengan membuat perjalanan dinas fiktif atau dokumen pertanggungjawaban palsu.
Keduanya juga memalsukan tanda tangan kepala desa, stempel desa pada surat perjalanan dinas palsu. Selain itu, para terdakwa memalsukan tanda tangan penerima BOK.
Berdasarkan hasil audit dari BPKP Perwakilan Riau ditemukan kerugian negara sebesar Rp1.842.845.000. Uang itu digunakan kedua terdakwa untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.(sony)