Mendekati tahun politik 2014, biasanya banyak lembaga survey menanyakan ke beberapa warga +62 via telepon (secara random/ acak), “Kalau pemilu dilaksanakan sekarang, pasangan Capres dan Cawapres mana yang Saudara pilih …..”. Kemudian hasilnya akan dikalkulasi dan dipublikasi beberapa hari/ pekan/ bulan sesudahnya. Bisa memberi gambaran akan peta Pemilu ke depannya.
Dalam konteks bulutangkis dunia, kita berandai andai mengajukan pertanyaan yang 11-12 dengan survey di atas. Menjadi begini. “Jika olimpiade diselenggarakan bulan depan, siapa saja yang akan menjadi juara.”
Namanya ramalan atau prediksi, kita hanya bisa berbasis pola atau ritme. Ketepatan selama 3 (tiga) pekan ini para pemain bulutangkis level top pada tumplek bleg di Kopenhagen, Denmark, dan Changzhou, negeri Tiongkok. Bisa dikatakan “top” arena kedua turnamen tersebut berada di level yang tinggi. Pertama adalah kejuaraan dunia BWF (Badminton World Federation) berlangsung di Denmark, dan turnamen penghasil hadiah tertinggi (level super 1000) yakni China Open.
Dari kedua turnamen yang berdekatan (hanya selang sepekan rehat) tersebut dapat dilihat pola prestasi pemain -baik pemain kita maupun dunia. Beberapa hasil mengejutkan terjadi -baik di Kopenhagen maupun di Changzou. Misalnya dominannya tim Korea. Kemudian runtuhnya para ganda campuran Tiongkok. Ditambah dengan gugurnya jagoan tuan rumah -baik Denmark maupun Tiongkok.
Pemain putra Korea, Seo Seung Jae sepertinya menemukan top perform di usia 26 tahun. Seo lahir di kota Jeounju, Korsel, 4 September 1997. Seminggu sebelum ultah dan sepekan sesudahnya, pemain ini mendapat prestasi pamuncak: champione! Bermain dua kali di final kejuaraan dunia, yaitu ganda campuran dan ganda putra, keduanya menjadi kampiun.
Seo Seung Jae berpasangan dengan Kang Min Hyuk berhasil mengalahkan ganda putra jagoan tuan rumah, Kim Astrup/Anders Skaarup Rasmussen. Di ganda campuran, Seo Seung Jae yang berpasangan dengan Chae Yu Jung juga menjadi juara setelah mengalahkan Zheng Siwei/ Huang Yaqiong dari Cina.
Artinya Seo Seung Jae menjadi pemain Korea kedua yang mempersembangkan dua gelar juara dalam satu event setelah Kim Dong Moon -sewaktu perhelatan Kejuaraan Dunia 1999. Ketika itu Kim Dong Moon berpasangan dengan Ha Tae Kwon di sektor ganda putra. Sedang di ganda campuran, Kim Dong Moon berpasangan dengan Ra Kyung Min.
Di turnamen China Open kemarin pun kejayaan Seo berlanjut. Meski kalah di semifinal ganda putra, namun mampu menjadi juara di ganda campuran (masih berpasangan dengan Chae). Mereka mengalahkan sang kejutan besar dari Perancis, Thom Gicquel/ Delphine Delrue. Kemenangan Seo/ Chae terasa lengkap, karena pada babak sebelumnya mampu menyingkirkan pasangan monster tuan rumah, Zheng/ Yaqiong. Artinya dua kali berturut-turut Seo/ Chae bisa menjinakkan pasangan nomor satu dunia tersebut.
Setelah merebut juara di XD dan MD, Korea masih menambah emas dari tunggal putri. Pemain belia andalan mereka, An Se-young, yang masih berusia 21 tahun, menjadi juara dunia dan juara Tiongkok Terbuka. An Se mengalahkan pemain saingannya papan atas seperti Akane Yamaguci (Jepang), Tau Tzu Ying (Taipei), dan peraih emas olimpiade Tokyo 2021, Chen Yufei dari Tiongkok.
An Se menjadi kandidat kuat untuk meraih emas olimpiade sektor tunggal putri. Bahkan untuk Asian Games yang dalam hitungan pekan akan menjelang, An Se pasti menjadi unggulan pertama.
Di bidang tunggal putra, kejutan terjadi saat Viktor Axelsen (Denmark) tumbang di negaranya sendiri. Viktor lagi-lagi tidak cocok melawan tunggal gaek India, Pranoy HS. Tahun ini terhitung sudah 2 (dua) kali Viktor takluk di tangan Pranoy. Faktor U memang tidak bisa dikesampingkan. Viktor mendekati usia 30 tahun. Tahun ini banyak mengalami kekalahan disbanding tahun-tahun sebelumnya. Selain Pranoy, Axelsen pernah kalah dari Kunlavut Vitidsarn (Thailand), Lakshya Sen (India), dan Ng Tze Yong (Malaysia).
Menarik juga membahas di tunggal putra benua Asia. Juara dunia yunior 3 (tiga) kali asal Thailand -tahun 2017 sampai 2019- yakni Kunlavut Vitidsarn mampu merebut emas juara dunia (senior) untuk pertama kalinya.
Patut diwaspadai juga ganda campuran Malaysia. Meski kalah di semifinal, mereka mampu meloloskan dua pasangannya Chen Tang Jie/ Toh Ee Wei, dan non pelatnas BAM yaitu Tan Kiang Meng/ Lai Pei Jing. Sekali lagi meski kandas di semifinal, gegara kepenthok pemain Korea Seo/ Chae, namun Langkah Tan/ Lai termasuk spektakuler. Mampu menyingkirkan pasangan unggulan, yaitu Dechapol/ Sapsiree dari Thailand, termasuk old crack Praveen Jordan/ Melati Daeva Oktavianti di babak 16 besar.
Tiongkok masih mampu mempertahankan keunggulan di ganda campuran. Pasangan Chen Qichen/ Jia Yifan berhasil merebut juara pada dua turnamen berturut-turut ini. Di kejuaraan dunia mereka berdua menumpulkan kecermelangan pasangan kita Apriyani/ Fadia. Kemudian di kandang mereka sendiri, partai final, mengalahkan pasangan Korea, Baek Ha Na/ Lee So Hee.
Bagaimana performa pemain kita?
Penampilan cukup apik sebenarnya sempat disajikan ganda putri Apriyani Rahayau/ Siti Fadia Ramadhanti. Di kejuaraan dunia BWF mampu mengalahkan unggulan Korea, dua pasang sekaligus. Keduanya adalah Kim/ Kong dan Baek Ha Na/ Lee. Kemudian mengembat musuh buyutan asal Jepang, Fukushima/ Hirota. Sayang lagi lagi di final kalah mudah melawan juara bertahan, sekaligus pasangan nomor satu dunia asal Tiongkok, Chen Qingchen/ Jia Yifan.
Di China Open, pada babak awal Apriyani/ Fadia cukup bagus kinerjanya. Mampu mengalahkan ganda nomor satu Thailand, Jongkolpan/ Rawinda Prajongjai. Lalu step berikutnya mengalahkan ganda nomor 3 (tiga) Korea yang selama ini sering merepotkan. Kim/ Jeong. Namun ketika perempat final bertemu pasangan Korea lainnya, yang notabene mereka kalahkan saat di kejuaraan dunia sepekan sebelumnya -yaitu Ha Na/ Lee. Sayang asangan kita keok dalam pertarungan sengit tiga set.
Pasangan ganda Bagas/ Fikri juga sempat mencatat kemenangan gemilang, saat mengandaskan pasangan nomor 2 (dua) dunia saat ini, Chirag/ Rankireddy asal India. Namun ketiga bertemu pasangan Korea, sang juara dunia, Seo/ Kim, pasangan kita kalah cukup mudah dalam straight game. Ganda Seo Seung jae/ Kim dengan demikian mencatat banyak pertemuan yang menghasilkan kekalahan bagi ganda kita. Semua pasangan kita akhir-akhir ini pernah ditumbangkan oleh Seo/ Kim, dari mulai the daddies, the babbies, Pramudya/ Yeremia, Bagas/ Fikri sampai nomor satu dunia, Fajar/ Rian.
Khusus untuk Fajar/ Rian barangkali penampilan di 2 (dua) turnamen ini adalah rentetan terburuk sepanjang karier mereka, minimal tahun ini. Tumbang pada babak pertama di Denmark dan di China. Pada awal tahun ini, prestasi Fajar Alfian/ Muh Rian Ardianto sungguh meyakinkan dengan menjuarai Malaysia Open dan All England. Namun sesudah itu mengalami penurunan prestasi, walau sempat menyentuh final di Korea Terbuka (hanya menjadi runner up karena kalah melawan Chirag/ Rankireddy).
Melihat performa ganda di bawahnya -yakni Chirag/ Rankireddy, kemudian Wang Chan/ Liang Wei Keng, dan Seo/ Kim- bisa jadi akhir tahun posisi nomor satu dunia bakalan tergusur. Pasangan muda Tiongkok, Wang/ Liang sepertinya tancap gas dengan meraih serentetan gelar juara, terakhir adalah China Open saat ini.
Untuk sektor tunggal putra, kwartet kita masih berkutat di babak awal. Mereka adalah Antony Ginting, Chico Aura, Shesar Hiren, dan Jonatan “Jojo” Christie. Sebenarnya Jojo cukup lumayan mencapai semifinal China Open, sebelum ditumbangkan sang raksasa dari Odense, Viktor Axelsen. Atau penampilan epic Shesar Hiren Rhustavito saat tertinggal 16-20 set ketiga dari Ng Tze Yong asal Malaysia. Namun Shesar bisa menang 22-20, yang mengantarnya melaju semifinal, sayang harus mengalami pertarungan saudara melawan Jojo.
Tujuan utama PBSI adalah emas Asian Games 2023 dan Olimpiade Paris 2024. Asian Games hanya hitungan minggu akan dimulai di Tiongkok. Dalam jangka pendek, kita berharap pada nomor beregu putra dan sektor ganda putra. Lima tahun lalu di Jakarta – Palembang kita meraih 2 (dua) emas dari tunggal putra atas nama Jonathan Christie dan ganda putra “the minnions” Kevin/ Gideon. Untuk tahun ini sepertinya tunggal putra akan dikuasai pemain berusia 22 tahunan seperti Kodai Naraoka dari Jepang, Lakhsya Sen (India), juga Kunlavut dari Thailand. Belum lagi masih ada andalan tuan rumah seperti Li Shifeng (23 tahun).
Untuk olimpiade masih ada sekitar 9 (sembilan) masa persiapan. Persoalan timing dan persiapan agar peak performance bisa terjadi saat olimpiade bukan hal yang asing bagi kita. Saat Olimpiade Tokyo tahun 2021 siapa yang menduga bahwa pasangan non unggulan kita, ganda putri Greysia Polii/ Apriyani menjadi perebut medali emas. Demikian pula tahun 2016 saat Tontowi/ Liliyana yang sebenarnya dalam masa penurunan prestasi masih mampu mempersembahkan emas satusatunya bagi kontingen Indonesia di Olimpiade Rio de Janeiro, Brazil.
Memori bisa kembali jauh ke belakang, Pada saat Olimpiade Sydney tahun 2000, ketika pasangan Korea mendominasi turnamen-turnamen sebelumnya di tahun 1999 -yakni pasangan Kim Dong Moon/ Ha Tae Kwon dan Lee Dong Soo/Yoo Yong Sung. Namun emas olimpiade jatih ke ganda putra kita Chandra Wijaya/ Tony Gunawan. Contoh lainnya adalah kegemilangan Taufik Hidayat yang merebut emas Olimpiade 2004 (dan Sony meraih perunggu) padahal saat itu ada duo menakutkan dari Tiongkok yaitu Lin Dan dan Bao Chunlai.
Masih ada waktu untuk bersiap. Meraih peak performance saat olimpiade Paris. Semoga tradisi emas mampu kita jaga.
Ditulis oleh Yuni Andono Achmad, S.E., M.E., pemerhati bulutangkis yang tinggal di kabupaten Bogor