Pekanbaru (Nadariau.com) – Seekor harimau sumatera yang diberi nama Corina dilepasliarkan ke hutan alam Semenanjung Kampar di Provinsi Riau, Minggu (20/12).
Satwa predator itu, sebelumnya terjerat di sebuah kawasan perkebunan.
Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno, mengatakan pelepasliaran ini merupakan hasil kolaborasi kementerian dengan aktivis lingkungan, sektor atau perusahaan swasta dan akademisi.
“Saya berharap Corina bisa segera ketemu pasangannya,” kata Wiratno.
Pasangan yang dimaksud adalah harimau jantan. Jika ketemu pasangannya dan hamil, maka populasi harimau sumatera akan bertambah.
“Mudah-mudahan beranak dan berkembang biak dengan nyaman,” kata Wiratno.
Menurutnya, lokasi pelepasliaran Corina di Semenanjung Kampar dinilai tepat. Karena di sana, merupakan habitat satwa dilindungi dan tersedia makanan di alamnya, tutupan vegetasi yang layak, dan ada harimau liar lainnya.
Wiranto juga berdoa agar Corina bisa bertahan hidup dan berkembang biak di kawasan tersebut. Kondisi Corina saat dilepasliarkan sudah terlihat sehat, agresif, dan menunjukan sifat liar.
“Pihak PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dari APRIL Group juga membantu pelepasliaran Corina di kawasan hutan alam di Riau,” jelasnya.
Awalnya Corina berada di pusat rehabilitasi di Sumatera Barat lalu dikirim ke Riau menggunakan helikopter RAPP dengan kandangnya. Kandang itu ditempatkan di dalam kabin heli layaknya penumpang manusia. Dengan begitu, harimau tidak stres karena proses pemindahan lintas provinsi itu hanya butuh waktu sekitar satu jam.
Tim Rescue BBKSDA Riau sebelumnya mengevakuasi satwa bernama latin “panthera tigris sumatrae” itu pada 29 Maret 2020, di konsesi hutan tanaman industri di Kabupaten Pelalawan.
Mirisnya, kondisi satu kaki harimau itu terluka parah akibat jerat baja yang dipasang orang tak bertanggung jawab. Harimau betina berusia tiga tahun itu kemudian diberi nama Corina, karena dievakuasi saat dunia sedang sibuk menanggulangi pandemi Covid-19.
“Ini adalah upaya pemerintah Indonesia untuk selalu menjaga satwa liar kebanggaan Indonesia, dan kebanggaan dunia, salah satunya adalah harimau sumatera,” ucapnya.
Wiratno menghimbau kepada masyarakat untuk bahu membahu, melaporkan, membantu, tidak boleh memasang jerat apapun di kawasan hutan. Menurutnya, lebih baik membuat sarang walet, kegiatan penangkaran seperti rusa.
“Kalau mau penangkaran rusa, kita bantu,” ujar Wiratno.
Sementara itu, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Suharyono mengatakan, kondisi Corina sebelumnya sangat memprihatinkan.
“Jarena kaki depan kanannya terluka parah akibat jerat kawat. Lalu satwa itu dievakuasi dari jeratannya,” kata Suharyono.
Kemudian tim rescue memutuskan satwa dilindungi itu harus menjalani perawatan khusus di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya atau PR-HSD ARSARI, milik Yayasan Arsari Djojohadikusumo di Sumatera Barat. Harimau itu menjalani rehabilitasi sekitar delapan bulan.
Namun, proses pengobatan fisik Corina memakan waktu cukup panjang. Sehingga tidak bisa langsung dilepasliarkan karena harimau itu sudah terlalu lama berada di kandang.
Corina perlu menjalani rehabilitasi perilaku di kandang habituasi, yang didesain hampir sama dengan situasi di alam liar dengan pakan berupa binatang hidup. Tujuannya agar Corina kembali seperti satwa liar dan mampu bertahan hidup dengan berburu.
“Dengan pelepasliaran Corina ini kita harapkan bisa memberikan pembelajaran, bahwa konsep konservasi satwa berupa penyelamatan, rehabilitasi dan pelepasliaran, jadi sebuah kesatuan yang tidak terpisahkan,” jelas Suharyono. (mcr/jal)