Pekanbaru (Nadariau.com) – Konflik antara PT Arara Abadi dengan masyarakat Suku Sakai tak kunjung usai sejak tahun 2001 sampai saat ini.
Saat itu diduga perusahaan telah menggarap Hak Ulayat Suku Sakai yang terletak di Suluk Bongkal. Tahun 2005 masyarakat menuntut pembuatan tata batas areal pelepasan PT Chevron seluas 500 Ha, yang masuk kedalam areal HPHTI PT Arara Abadi.
Terkait hal itu, Ketua Umum Himpunan
Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Sakai (HPPMS) Riau, Iwan angkat bicara. Ia menuntut agar pembuatan tapal batas tersebut bisa dipenuhi oleh perusahaan terkait. Kemudian segera kembalikan tanah ulayat masyarakat Sakai.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 758/Kpts-II/1992 jo. No. 743/Kpts-II/1996 tentang Penyediaan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT Arara abadi. Dalam surat keputusan tersebut pada ketetapan pertama dijelaskan bahwa luas dan letak areal definitif HPHTI tersebut ditetapkan oleh Departemen Kehutanan.
“Setelah dilakukan pengukuran dan penataan batas dilapangan, luas dan tata letak kawasan perusahaan tersebut diduga banyak yang keliru dan tidak jelas,” katanya yang akrab dipanggil Iwan Sakai, Sabtu (6/6/2020).
Pada ketentuan kedua dalam SK tersebut menjelaskan, bahwa penetapan batas areal kerja dilakukan selambat-lambatnya 2 tahun sejak SK tersebut ditetapkan.
Tetapi nyatanya hingga saat ini masyarakat menduga poin dari nomor dua tidak pernah direalisasikan. Sehingga timbulnya kekeliruan dan mengakibatkan masyarakat adat yang menebang pohon diareal tersebut telah dikriminalisasi oleh pihak perusahaan.
“Jika poin nomor dua ini direlisasikan, tentu kami akan menyadari, menghormati dan patuh pada putusan pemerintah. Akan tetapi ketentuan yang kedua ini tidak pernah direalisasikan, sehingga kami juga tidak tahu yang mana kawasan tanah ulayat dan/atau tanah HPHTI,” sebutnya.
Kemudian dalam ketetapan keempat ungkapnya lagi, apabila dalam areal HPHTI terdapat lahan yang telah menjadi tanah milik, perkampungan, tegalan, persawahan dan/atau telah diduduki atau digarap oleh pihak ketiga maka lahan tersebut dikeluarkan dari areal HPHTI.
“Kenyataannya pada hari ini tanah ulayat Suku Sakai diduga telah habis digarap oleh PT Arara abadi,” ungkapnya.
Selaku Ketua Umum Himpunan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Sakai Riau, Iwan Sakai mengaku tidak akan tinggal diam melihat hal ini. Karena SK dari Kementrian kehutanan tersebut tidak diindahkan oleh pihak perusahaan maupun pemerintah.
Sehingga telah mengakibatkan tatanan adat istiadat Suku Sakai rusak dan terusirnya masyarakat dari tanah ulayatnya sendiri. Hal ini tentu membuat hancurnya perekonomian masyarakat adat.
Karena tidak bisa lagi mengolah tanah mereka untuk memproduksi tanam tanaman dan membuat perekonomian masyarakat adat sangat terancam.
“Kami tidak mau suku asli Riau terusir dan terancam kehidupannya, bahkan ada yang dikriminalisasi karena menebang pohon di tanah ulayat,” tegasnya.
Menyikapi hal tersebut pihaknya telah melayangkan surat ke PPID Provinsi riau nomor 042/PPID.R/PO/2020/85 untuk meminta perizinan terkini PT Arara abadi, amdal terakhir dan hasil identifikasi, iventarisasi dan rekontruksi HPHTI di Riau.
“Data ini akan kita teliti dan akan dilihat secara jelas persoalan keberadaan PT Arara abadi di Provinsi Riau,” ujar Iwan Sakai. (olo)