Rabu, Oktober 9, 2024
BerandaHeadlineSejarah Kota Tua Selatpanjang Kab Kepulauan Meranti, Riau  (1)

Sejarah Kota Tua Selatpanjang Kab Kepulauan Meranti, Riau  (1)

Meranti (Nadariau.com) – Kota Selatpanjang merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti, dahulu merupakan salah satu bandar (kota) yang paling sibuk dan terkenal perniagaan didalam Kesultanan Siak.

Bandar ini sejak dahulu telah terbentuk masyarakat yang heterogen, terutama suku Melayu dan Tionghoa. Karena peran antar merekalah terbentuk erat dalam keharmonisan kegiatan kultural maupun perdagangan. Semua ini tidak terlepas toleransi dan persaudaraan lintas budaya.

Faktor inilah juga yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang, jasa maupun manusia dari China ke Nusantara dan sebaliknya.

Daerah Selatpanjang dan sekitarnya sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapura, yang merupakan salah satu kesultanan terbesar di Riau saat itu.

Pada masa pemerintahan Sultan Siak VII, yaitu Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi ( yang bertahta tahun 1784 – 1810 ), biasa disapa Sultan Syarif Ali, memberi titah kepada Panglima Besar Muda Tengku Bagus Saiyid Thoha untuk mendirikan Negeri atau Bandar di Pulau Tebing Tinggi.

Selain tertarik pada pulau itu juga karena Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi sendiri pernah singgah ke daerah itu. Tujuan utama Sultan Syarif Ali ingin menghimpun kekuatan melawan kerajaan Sambas (Kalimantan Barat) yang terindikasi bersekutu dengan Belanda, yang telah mengkhianati perjanjian setia dan berniat mencuri mahkota Kerajaan Siak.

Negeri atau Bandar ini nantinya akan dijadikan sebagai ujung tombak pertahanan ketiga setelah Bukit Batu dan Merbau untuk menghadang penjajah dan lanun.

Maka bergeraklah armadanya dibawah pimpinan Panglima Besar Muda Tengku Bagus Saiyid Thoha, pada awal Muharram tahun 1805 Masehi, diiringi beberapa pembesar Kerajaan Siak.

Penjajap yang berisi ratusan  laskar dan hulu balang menuju Pulau Tebing Tinggi. Mereka tiba di tebing Hutan Alai (sekarang Ibukota Kecamatan Tebingtinggi Barat).

Panglima itu segera menghujam kerisnya memberi salam pada Tanah Alai. Tanah Alai tak menjawab, Ia meraup tanah sekepal, terasa panas. Ia melepasnya, “Menurut sepanjang pengetahuan den, tanah Alai ini tidak baik dibuat sebuah negeri. Karena tanah Hutan Alai adalah tanah jantan, Baru bisa berkembang menjadi sebuah negeri dalam masa waktu yang lama,” kata sang panglima dihadapan pembesar Siak dan anak buahnya.

Panglima bertolak menyusuri pantai pulau ini. Lalu, terlihat sebuah tebing yang tinggi. “Inilah gerangan yang dimaksud oleh ayahanda Sultan Syarif Ali,” pikirnya.

Armada merapat ke Tebing Tanah Tinggi bertepatan tanggal 07 April 1805 Masehi. Di usia masih 25 tahun itu, dengan mengucap bismillah Panglima melejit ke darat yang tinggi sambil memberi salam.

“Alhamdulillah tanah tinggi ini menjawab salam den,” katanya.

Tanah diraupnya, terasa sejuk dan nyaman. Ia tancapkan keris di atas tanah (lokasinya sekarang kira-kira dekat komplek kantor Bea Cukai Selatpanjang. Ada juga sumber yang menyatakan lokasinya di dekat Kompleks Perumahan Bea Cukai sekarang).

Sambil berkata, “Dengarkanlah oleh kamu sekalian, di tanah Hutan Tebing Tinggi inilah yang amat baik didirikan sebuah negeri. Negeri ini nantinya akan berkembang aman dan makmur apabila pemimpin dan penduduknya adil dan bekerja keras serta menaati hukum-hukum Allah.”

Panglima itu berdiri tegak dengan sanggam dihadapan semua pembesar kerajaan, laskar, hulu balang dan bathin-bathin sekitar pulau.

“Den bernama Tengku Bagus Saiyid Thoha Panglima Besar Muda Siak Sri Indrapura. Keris den ini bernama Petir Terbuka Tabir Alam Negeri. Yang den sosok ini den namakan Negeri Makmur Kencana Bandar Tebing Tinggi.”

Hatta, itulah sejarah nama asal muasal kota Selatpanjang yang kita kenal hari ini.

Setelah menebas hutan, membuka wilayah kekuasaan, berdirilah istana panglima besar itu. Pada 1810 Masehi Sultan Syarif Ali mengangkat Panglima Besar Muda Tengku Bagus Saiyid Thoha itu sebagai penguasa pulau dan bermastautin di Negeri Makmur  Kencana Tebing Tinggi.

Bandar niaga yang ramai dan sibuk ini, disebelah Utara berbatasan dengan Selat Air Hitam, sebelah Selatan dan Timur negeri berbatasan dengan Sungai Suir dan sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Perumbi.

Seiring perjalanan waktu, bandar ini semakin ramai dan bertumbuh sebagai salah satu bandar perniagaan di Kesultanan Siak dan di bibir laluan niaga dunia, Selat Malaka.

Ramainya interaksi perdagangan di daerah pesisir Riau inilah menyebabkan pemerintahan Hindia Belanda ikut ambil dalam bagian penentuan nama negeri ini.

Sejarah tercatat pada masa Sultan Siak yang ke 11 yaitu Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin. Pada tahun 1880, pemerintahan di Negeri Makmur Kencana Tebing Tinggi dipegang oleh J.M. Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi yang bergelar Tuan Temenggung Marhum Buntut (Kepala Negeri yang bertanggung jawab kepada Sultan Siak).

Pada masa pemerintahannya di Bandar ini terjadilah polemik dengan pihak Pemerintahan Kolonial Belanda yaitu Konteliur Van Huis mengenai perubahan nama negeri ini, secara sepihak pemerintahan kolonial Belanda mengubah daerah ini menjadi Selatpanjang. Namun perubahan nama tersebut tidak disetujui oleh J.M. Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi selaku pemangku wilayah yang berdaulat.

Akhirnya berdasarkan kesepakatan bersama pada tanggal 4 September 1899, Negeri Makmur Kencana Tebing Tinggi berubah menjadi Negeri Makmur Bandar Tebingtinggi Selatpanjang.

J.M. Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi mangkat pada tahun 1908. Seiring waktu masa di awal Pemerintahan Republik Indonesia, kota Selatpanjang dan sekitarnya ini merupakan Wilayah Kewedanaan dibawah Kabupaten Bengkalis yang kemudian berubah status menjadi Kecamatan Tebingtinggi.

Pada tanggal 19 Desember 2008, daerah Selatpanjang dan sekitarnya ini  menggeliat dan bermetamorfosis dalam menjemput takdir menjadi Kabupaten Kepulauan Meranti yang memekarkan diri dari Kabupaten Bengkalis dengan ibukota di Selatpanjang.

Tahniah Hari Jadi Kabupaten Kepulauan Meranti ke-10, mudah-mudahan menjadi Negeri yang maju, makmur dan sejahtera sesuai dengan cita-cita seluruh rakyat.

(dikutip dari berbagai sumber)

Penulis: NazNasir

BERITA TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Berita Populer