Inhu (Nadariau.com) – Tangan mencincang bahu memikul. Itu lah ungkapan yang pantas ditujukan kepada Suratman, mantan Kepala Bapemas Pemdes, (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa), Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau.
Atas perkara korupsi honor pendamping desa yang menjerat dirinya bersama dua orang staf Bapemas Pemdes yakni, Bariono dan Syafri Beni, mengantarkan mereka ke pintu penjara.
Bahkan, saat ini perkara tersebut telah memasuki babak akhir, pasca JPU Kajari Inhu membacakan tuntutan terhadap ketiganya, dalam sidang lanjutan di PN Tipikor Pekanbaru, Rabu (30/10/2019) sore.
Hal itu dibenarkan Kajari Inhu, Hayin Suhikto melalui Kasi Pidsus Ostar Al Pansri.
“Benar, tuntutan terhadap ketiga terdakwa itu telah kita bacakan di hadapan persidangan yang dipimpin ketua majelis Saut Maruli Tua Pasaribu,” kata Ostar.
Berdasarkan fakta persidangan, Suratman dan Syahfri Beni terbukti melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1) Huruf b, (2) dan (3) Undang-Undang RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Atas hal itu, Suratman dituntut 3 tahun 6 bulan penjara, denda Rp50 juta subsider 3 bulan penjara. Sementara, Syafri Beni yang merupakan mantan Sekretaris Bapemas Pemdes Inhu itu, dituntut selama 2 tahun penjara, denda Rp50 juta subsider 3 bulan penjara, ujar Ostar.
Sementara, terhadap terdakwa Bariono yang merupakan PPTK dalam kegiatan itu, terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Ayat (1) Huruf b, (2) dan (3) Undang-Undang RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dan atas perbuatannya itu, Bariono dituntut 7 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp200 juta, subsider 3 bulan penjara. Tidak itu saja, terdakwa masing-masing terdakwa itu, JPU juga menuntut pengembalian kerugian negara senilai Rp1,9 milyar.
Dengan demikian, terhadap terdakwa Syafri Beni dibebankan sebesar Rp62.946.000 juta. Terhadap Suratman dibebankan sebesar Rp429.750.000.
Sedangkan terhadap Bariono, penegembalian kerugian negara atau uang pengganti dibebankan sebesar, Rp1.447.254.000. Yang mana, waktu pengembalian yang diberikan JPU terhadap para terdakwa itu, selama 1 bulan.
“Jika masing-masing terdakwa tidak melakukan pengembalian kerugian negara seduai dengan waktu yang ditentukan, maka maka akan dilakukan penyitaan terhadap harta benda, untuk lelang oleh negara sebagai menutupi uang pengganti tersebut,” tutur Ostar.
“Dan jika harta benda para terdakwa itu tudak mencukupi, maka akan diganti dengan hukuman penjara. Terhadap terdakwa Bariono selama 3 tahun 9 bulan penjara, dan terhadap Suratman selama 1 tahun dan 9 bulan penjara,” sambungnya.
Sedangkan terhadap terdakwa Syafri Beni, lanjut Ostar, uang pengembalian atau uang pengganti sebesar Rp63.000.000 sudah dibayarkan.
“Terkait uang pengganti ini, terdakwa Syafri Beni dan Suratman cukup koperatif, dan mereka bersedia membayar. Namun untuk Bariono tidak, dan belum sedikitpun melakukan pembayaran uang pengganti tersebut. Dan hal itu pula yang menjadi dasar kita menjerat terdakwa dengan pasal berbeda,” tutup Ostar menjelaskan.
Sebagai mana diketahui bahwa perkara tindak pidana korupsi tersebut terjadi pada tahun anggaran 2012 hingga 2014 silam.
Dengan total kerugian negara sebesar Rp1,93 miliar yang merupakan anggaran pembinaan dan pengawasan UED (usaha ekonomi Desa). (rio)