[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Dengarkan Berita”][divide]
Rohul (Nadariau.com) – Sidang Putusan Praperadilan Kepala Desa (Kades) Kepuhan Timur Kecamatan Kepenuhan Kabupaten Rokan Hulu telah pupus.
Praperadilan ini dimenangkan oleh pihak Polsek Kepenuhan yang dipimpin oleh hakim Tunggal Irfan Hasan Lubis, membacakan Putusan Permohonan Praperadilan ditolak.
Kuasa Hukum Kades Kepenuhan Timur Azhar, yaitu Andi Nofrianto SH MHum Jum’at (30/03/2018) mengatakan, semua fakta-fakta terbukti di persidangan terlihat dan jelas.
Bahwa termohon dalam hal ini penyidik telah mengeluarkan SPDP sebanyak 2 kali tampa melakukan SP3 pada salah satu SPDP yang diterbitkan. SPDP tidak pernah dilayangkan, diberitahukan pada pelapor dan terlapor, pemohon paling lambat 7 hari bila tidak maka batal demi hukum.
“Jelas menurut Putusan MK No.130/PUU-XII/2015, serta Adanya perbedaan laporan polisi dengan Surat Ketetapan Tersangka yang dikeluarkan oleh termohon. Yang mana dalam laporan polisi diduga melakukan penganiayaan. Sedangkan di Surat Ketetapan Tersangka Penganiayaan dan atau Pengancaman jelas hal ini berbeda dan terkesan menambah pasal,” buka Andi.
Andi juga menambahkan, padahal untuk menambah pasal adalah kewenangan Jaksa bukan penyidik.
Andi sangat kecewa dengan sikap dan keputusan Hakim, ini megambarkan hukum di Rokan hulu ini tidak mendengarkan Kebenaran dari masyarakat yang mencari keadilan. Padahal bukti dan fakta nyata dan jelas pada persidangan praperadilan ini.
Dan lebih fatal lagi Hakim Irfan Hasan Lubis meperbolehkan kuasa termohon sebagai saksi Bripka Sabariadi pada persidangan.
“Padahal kami selaku kuasa pemohon telah menyatakan keberatan. Tetapi hakim tetap juga memperbolehkan Bripka Sabariadi untuk memberikan kesaksian dibawah sumpah, hal ini jelas melanggar KUHAP. Tapi mau gimana lagi suka atau tidak suka kita mesti terima. Bila mana ada aturan yang mengatur kita boleh melakukan banding pada praperadilan akan kami lakukan,” Tegas Andi selaku kuasa hukum Pemohon.
Menurut Ikron Fajrin SH yang juga kuas hukum dari pemohon, putusan ini tidak adil. Karena termohon banyak melakukan kesewenangan dan bukti awal tidak terpenuhi.
Hakim atau laporan polisi tidak sesuai dengan bukti visum dan praperadilan boleh memeriksa kualitas bukti menurut Putusan MK No.21/PUU-XII/2014 dan menolak praperadilan kami karena tidak termuat tentang Putusan MK No 130.
“Soal SPDP itu rahasia penyidikan dari mana kami bisa tahu. Yang jelas hakim tidak benar dalam memberikan keputusan. Semestinya praperadilan kami diterima karena sudah ada cukup bukti,” ujar Ikron. (tra).