Kampar (Nadariau.com) – Soal kabar penjualan lahan kebun pola kredit koperasi primer anggota (KKPA) kepada perusahaan lain yang dilakukan oknum pejabat di PTPN V. Dan utang Koperasi Petani Sawit Makmur selaku mitra PTPN V sebesar Rp 115 miliar di bank, menjadi hangat dilingkup pemerintahan Kabupaten Kampar.
Kenapa tidak, tanpa disadari, ternyata pengurus koperasi sudah ditagih bank dengan jumlah lumayan besar. Sementara mereka tidak tahu sumber hutang yang sebenarnya.
Untuk itu, Bupati Kampar Azis Zainal memanggil pihak koperasi dan PTPTN V untuk mendudukan persoalan ini di kantor Bupati Kampar.
Disini, Kasubsi Pengembangan Usaha PTPN V, Feri Lubis, dalam pertemuan yang berlangsung cukup panas ini mengemukakan beberapa hal terkait masalah ini.
Feri menyebutkan, dari awal, PTPN V berhak mengelola lahan seluas 4000 hektare yang merupakan hibah dari ninik mamak Pangkalan Baru dan yang tertanam kelapa sawit hanya 1.650 hektare. Dari jumlah itu, hanya sebanyak 2.100 hektare yang diukur.
Feri mengaku, 500 hektare lahan inti sudah dikembalikan kepada masyarakat. Hal ini pulalah yang memancing protes dari anggota Koperasi Petani Sawit Makmur dalam pertemuan itu.
Sebagaimana diungkapkan salah seorang ninik mamak, Mukhlis, mereka tidak pernah menerima pengembalian lahan 500 hektare dari PTPN V.
Feri menambahkan, sebanyak 1.420 hektare sudah ada sertifikat hak milik (SHM) dan 150-an hektare lagi dalam proses pengurusan SHM.
Namun pengurusan ini terkendala karena untuk proses di notaris butuh persyaratan berupa kartu keluarga dan KTP anggota/masyarakat.
“Ini belum semua kami dapatkan sehingga notaris belum bisa teruskan proses pengurusannya,” beber Feri.
Terkait dengan utang koperasi mitra PTPN V ini dalam pembangunan kebun kelapa sawit yang mencapai Rp 115 miliar, ia menjelaskan bahwa diawal pembangunan dibiayai oleh pinjaman dari Bank Agro.
Dan kemudian dipindahkan ke Bank Mandiri tahun 2013 dengan alasan suku bunga di Bank Agro lebih tinggi yakni 16 persen. Sementara di Bank Mandiri hanya 12 persen.
Ia menjelaskan, untuk pembayaran utang ke bank menggunakan sistem floating rate. Bunga lebih besar dari pokok yang dibayar. Pencairan dana berdasarkan tahap pembangunan atau sesuai progres.
“Maka selesai pembangunannya dapat angka plafonnya. Pada saat mulai kewajiban, banyak bayar bunganya daripada pokoknya,” terang Feri.
Adapun jatuh tempo pelunasan hutang di Bank Mandiri pada tahun 2023 mendatang. Ia juga membeberkan, sejak awal kemampuan pengembalian kewajiban pembayaran utang oleh koperasi sangat rendah.
“Misalnya kewajiban 100, kemampuan hanya 20, sisanya 80 ditanggung PTPN V,” terangnya.
Mengenai proses perbaikan kebun tidak bisa dilakukan dengan cepat dan terburu-buru. “Secepat-cepatnya dua tahun sesuai standar biar normal,” katanya.
Dia berharap kepada pengurus koperasi yang baru yang dipimpin Anthoni Hamzah bisa menjalankan program ini dengan baik.
Feri menilai, salah satu kendala perbaikan kebun selama ini, karena hubungan manajemen kebun dengan pengurus koperasi tak pernah harmonis.
“Beberapa kali berembuk banyak mis komunikasi,” bebernya. Sementara pihak perusahaan sempat tak bisa masuk ke lahan.
Lebih lanjut dikatakan Feri, pihak perusahaan sebenarnya tak setuju hal-hal sifatnya yang membutuhkan biaya besar, dan ini tidak akan didukung perusahaan.
Namun pihaknya mendukung pekerjaan seperti perbaikan jalan dan jembatan, serta pembuatan bibit di lokasi.
Pihak PTPN V, sebagaimana saran dari Bupati Kampar, siap panggil pengurus koperasi, membeberkan data, menyampaikan progres sampai munculnya angka utang sebesar Rp 115 miliar.
Mengenai kegagalan kebun, PTPN V mengakui tidak mutlak karena salah pengelolaan pihak perusahaan karena banyak faktor penyebabnya. Salah satu faktor alam karena banyaknya air tergenang. Ia mengaku PTPN V ingin areal ini kembali bagus.
Dalam pertemuan ini, Manajemen PTPN V dicecar berbagai pertanyaan oleh Bupati Kampar H Azis Zaenal dan pengurus Koperasi Petani Sawit Makmur Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu itu.
Padahal dalam pemberitaan media sebelumnya, pengurus dan anggota Koperasi Petani Sawit Makmur Pangkalan Baru menuntut perusahaan memperbaiki kebun pola KKPA.
Sehingga memberikan hasil kepada anggota. Karena selama ini kebun tidak terawat dan terurus dengan baik.
Untuk itu, anggota koperasi minta adanya tim penilaian kelayakan kebun dan tim audit forensik untuk memeriksa keuangan. (ckc/dw)