Jakarta (Nadariau.com) – Relasi antara hukum, politik, dan ketatanegaraan menjadi sorotan dalam diskursus kenegaraan Indonesia modern. Ketiga elemen tersebut merupakan pilar utama yang membentuk arah perjalanan bangsa, namun sekaligus menjadi arena tarik-menarik kepentingan yang menentukan stabilitas negara.
Dalam kajiannya, Patrick Aguta Brahmana (NIM 2274201215) menilai bahwa kompleksitas dinamika hukum dan politik di Indonesia semakin meningkat seiring perubahan sosial, tekanan global, dan kompetisi kekuasaan yang makin intens.
Secara ideal, hukum menjadi dasar objektif bagi penyelenggaraan negara serta berfungsi membatasi kekuasaan, melindungi hak publik, dan memberi legitimasi kebijakan. Namun dalam praktiknya, hukum kerap bersinggungan dengan kepentingan politik, seperti percepatan revisi undang-undang, perubahan aturan tanpa kajian memadai serta kontroversi terhadap putusan lembaga peradilan.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa hukum dapat berubah menjadi alat justifikasi kekuasaan apabila independensi penegakannya melemah. Penguatan supremasi hukum dinilai menjadi syarat mutlak dalam menjaga kualitas negara demokratis.
Dunia politik menjadi ruang kontestasi berbagai kepentingan. Meski idealnya mengakomodasi aspirasi publik, proses politik kerap menghasilkan keputusan yang dipengaruhi, upaya mempertahankan kekuasaan, kepentingan kelompok tertentu serta kebutuhan stabilitas jangka pendek.
Tanpa kontrol dari hukum dan sistem ketatanegaraan, praktik politik berpotensi menyimpang dari tujuan pelayanan publik dan berubah menjadi sarana dominasi.
Sistem ketatanegaraan Indonesia dirancang berdasarkan prinsip checks and balances, yang membagi kewenangan antar-lembaga negara agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan. Struktur tersebut mengatur, kewenangan eksekutif di bawah presiden, fungsi legislasi dan kontrol DPR, peran MA dan MK sebagai penjaga konstitusi serta kewenangan lembaga-lembaga negara lainnya.
Namun sekuat apa pun desain kelembagaan, efektivitasnya tetap bergantung pada kepatuhan aparatur negara terhadap aturan konstitusional.
Interaksi hukum, politik, dan ketatanegaraan tidak selalu berjalan harmonis. Dalam praktiknya, sering terjadi, tekanan politik terhadap hukum melalui legislasi, putusan hukum yang membatasi keputusan politik dan mekanisme ketatanegaraan yang harus meluruskan proses agar tetap konstitusional.
Ketiga pilar tersebut saling mengontrol sekaligus saling memengaruhi. Ketika salah satu melemah, dua lainnya ikut terdampak dan berpotensi menimbulkan ketidakseimbangan dalam penyelenggaraan negara.
Kajian ini menegaskan bahwa kualitas pemerintahan sangat ditentukan oleh keseimbangan antara supremasi hukum, etika politik, dan ketertiban ketatanegaraan. Indonesia membutuhkan ketegasan sistem dan kedisiplinan aktor negara dalam menjalankan kewenangannya.
Stabilitas negara tidak hanya bergantung pada kepemimpinan, tetapi pada penyelenggaraan sistem kenegaraan yang berjalan dalam koridor hukum dan prinsip demokrasi.
Penulis:
Patrick Aguta Brahmana
Mahasiswa Universitas Lancang Kuning


