Kuansing (nadariau.com) – Proses hibah lahan perkebunan sawit seluas 200 hektar dari PT Adimulia Agrolestari (AA) untuk sejumlah lembaga seperti lembaga Pemerintah Desa, lembaga Adat, dan lembaga pondok pesantren di Kuansing, menuai kontroversi dan diduga melanggar aturan.
Hal ini menjadi sorotan tajam dari berbagai kalangan masyarakat lantaran hibah terjadi di tengah upaya perusahaan mengurus perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU). HGU milik perusahaan perkebunan sawit tersebut diketahui sudah berakhir sejak Desember 2024.
Dari informasi yang dihimpun, diketahui bahwa lahan sawit seluas 200 hektar yang dihibahkan tersebut dikelola oleh kelompok tani yang mana hasil kebun dibagikan kepada penerima diantaranya 4 Pemerintah Desa, Limbago Adat Nagori (LAN), Pondok Pesantren, dan BUMD.
Namun, proses ‘bagi-bagi’ lahan ini memicu pertanyaan besar dari berbagai kalangan masyarakat termasuk pegiat hukum. Mereka mempertanyakan terkait legalitas lahan dan soal mekanisme hibah yang diduga tidak sesuai ketentuan perundang-undangan.
Dugaan Pelanggaran Aturan Hibah dan Legalitas Lahan
Sorotan pertama tertuju pada moment pelaksanaan hibah yang bertepatan dengan proses perpanjangan HGU PT AA. Diketahui perusahaan ini beberapa tahun lalu pernah terlibat tindak pidana korupsi terkait pengurusan perpanjangan HGU yang ditangani oleh KPK.
Selain itu, muncul dugaan kuat bahwa lahan sawit 200 hektar tersebut berada diluar HGU perusahaan, dan bahkan disinyalir masuk dalam kawasan hutan negara yang belum memiliki izin pelepasan dari Kementerian Kehutanan RI.
Jika benar lahan berlokasi diluar HGU dan bahkan masuk kawasan hutan negara, maka status lahan yang dihibahkan itu diduga menjadi tidak sah secara hukum. Pasalnya, kawasan hutan adalah milik negara yang menjadi kewenangan Kementerian Kehutanan.
Pertanyaan mengenai keabsahan hibah semakin menguat ketika Kepala Dinas Perkebunan Kuansing Andri Yama, mengatakan bahwa hibah sawit 200 hektare tersebut hanya berdasarkan berita acara dan Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani Bupati Kuansing Suhardiman Amby.
Artinya, secara tidak langsung Andi Yama mengatakan bahwa proses hibah diduga kuat tidak melalui mekanisme sebagaimana diatur perundangan-undangan yang berlaku, salah satunya yang diatur dalam KUHPerdata.
“Dasar hibah adalah SK Bupati. Dan jika dikemudian nanti ada permasalahan, ya lahan dikembalikan lagi ke perusahaan. Yang penting kita ambil dulu lahan ini. Nah, kesempatan yang paling bagus itu ketika mereka memperpanjang HGU,” ujar Andri Yama kepada beberapa awak media, dikantornya Jumat (17/10/2025) kemarin.
Sementara itu, ketika konfirmasi terkait hal diatas, staff legal PT AA Fahmi tidak merespons pertanyaan media ini dengan baik. Dia hanya mengatakan bahwa itu tidak ada. “Tidak ada itu, tidak ada itu. Nanti kita sambung lagi, saya lagi dilapangan,” ucap Fahmi singkat.
Begitupun ketika dikonfirmasi ke Solihun, Senior Manager perusahaan tersebut menyarankan hal itu agar konfirmasi ke bagian legal atau ke pimpinan perusahaan yang berdomisili di Teluk Kuantan.
“Pimpinan kami di Taluk rumahnya tu bang, namanya pak Paino Harianto,” kata Senior Manager Solihun.
Kondisi ini semakin memperkuat dugaan, bahwa hibah kebun sawit tersebut merupakan upaya ‘memuluskan’ atau kompensasi tertentu demi memperlancar proses perpanjangan HGU PT AA yang diketahui telah berakhir masa berlakunya.
Tuntutan Masyarakat Kepada Aparat Penegakan Hukum
Masyarakat dan berbagai kalangan mendesak agar proses perpanjangan HGU PT AA dihentikan sementara sampai semua persoalan, termasuk dugaan penguasaan lahan diluar HGU dan polemik hibah 200 hektar, diselesaikan secara tuntas dan transparan sesuai aturan hukum.
Aparat penegak hukum dan instansi terkait, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kementerian Kehutanan RI, didesak untuk segera melakukan audit dan investigasi menyeluruh terhadap status legalitas lahan yang dihibahkan.
“Hibah sawit seluas itu kami nilai sangat janggal, diduga ada sesuatu dibalik ini. Ada apa dengan PT AA, baik sekali perusahaan ini mau menghibahkan sawit 200 hektare. Kita minta KPK mengusut hal ini,” ujar salah seorang warga. (DONI)


