Pekanbaru (Nadariau.com) – Nama Hakim Jonson Parancis kembali menjadi sorotan publik. Pasalnya, hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru itu kembali menjatuhkan vonis ringan terhadap enam terdakwa kasus korupsi pupuk bersubsidi di Kecamatan Rambah Samo, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), yang merugikan keuangan negara hingga Rp24,5 miliar.
Sidang pembacaan putusan berlangsung di PN Pekanbaru pada Senin (13/10/2025), dengan Jonson Parancis bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Rohul, Rabani M Halawa, melalui Kepala Seksi (Kasi) Tindak Pidana Khusus (Pidsus), Galih Aziz, membenarkan bahwa perkara tersebut telah diputus. Dikatakan dia, seluruh terdakwa hadir langsung di ruang sidang untuk mendengarkan pembacaan putusan.
“Benar, sudah putus,” ujar Galih saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (14/10).
Adapun keenam terdakwa yakni Sanggam Manurung (pemilik UD Sei Kuning Jaya), Fitria Ningsih (pemilik UD Anugerah Tani), April Srianto (pemilik UD Cindi), Abdul Halim (pemilik UD Jaya Satu), Yohanes Avila Warsi (pemilik Koperasi Tani Sri Rejeki), dan Syaiful (pemilik UD Bina Tani).
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan para terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Tuntutan kita itu Pasal 2,” ungkap Galih.
Terhadap terdakwa Syaiful dihukum 5 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp6,08 miliar subsider 3 tahun penjara. Lalu, Sanggam Manurung dihukum 3 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 2 bulan, dan uang pengganti Rp287 juta subsider 1,5 tahun penjara.
Berikutnya, terdakwa Abdul Halim dihukum 5 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 2 bulan, dan uang pengganti Rp2,5 juta subsider 3 tahun penjara. Sedangkan terdakwa Yohanes Avila Warsi dihukum 5 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 2 bulan, dan uang pengganti Rp5,04 miliar subsider 3 tahun penjara.
Sementara terdakwa April Srianto dihukum 5 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 2 bulan, dan uang pengganti Rp3,59 miliar subsider 3 tahun penjara. Terakhir, terdakwa Fitria Ningsih dihukum 3 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 3 bulan, dan uang pengganti Rp422 juta subsider 1,5 tahun penjara.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengaku masih mempertimbangkan langkah hukum berikutnya. “Kita pikir-pikir,” kata Galih menanggapi putusan tersebut.
Sebelumnya, JPU menuntut hukuman yang jauh lebih berat terhadap para terdakwa, dengan ancaman pidana penjara mulai dari 5,5 tahun hingga 10 tahun, serta denda dan uang pengganti dalam jumlah besar.
Vonis ringan ini bukan pertama kalinya dijatuhkan Jonson Parancis. Hakim yang kini dikenal dengan sederet putusan “manis” bagi terdakwa kasus korupsi itu juga pernah membebaskan dua terdakwa perkara penerbitan sertifikat hak milik (SHM) di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), yang diduga merugikan negara Rp1,7 miliar. Mereka adalah Abdul Karim, juru ukur Kantor Pertanahan/BPN, dan Zaizul, Lurah Pangkalan Kasai.
Sebelumnya, pada 23 Desember 2024, Jonson Parancis juga menjatuhkan vonis bebas terhadap dua terdakwa perkara korupsi pungutan liar (pungli) pengurusan tanah program PTSL/TORA di Kabupaten Pelalawan, yakni Parsana Wiyono dan Sanely Mandasari, yang diduga merugikan negara Rp621 juta.(sony)


