Sabtu, Desember 13, 2025
BerandaIndeksOlahragaPBSI Tidak Mampir di Hong Kong

PBSI Tidak Mampir di Hong Kong

Oleh: Yuniandono Achmad. Ket.Gambar: Pasangan ganda campuran Adnan Maulana/Indah Cahya Sari Jamil mampu ke semifinal Hong Kong Terbuka 2025. Foto diambil dari kompas[dot]com fotografer: Hanifah Salsabila

TURNAMEN Hong Kong Terbuka 2025 telah berakhir. PBSI tidak punya wakil sama sekali di partai final. Prestasi tertinggi ditorehkan oleh pasangan ganda campuran Indah Cahya Sari Jamil/ Adnan Maulana, yang mampu menginjakkan kakinya sampai semifinal.

                   Sedangkan di perempat final, ada 3 (tiga) pemain -atau tepatnya satu ganda dan satu tunggal- dipecundangi pemain Taiwan. Ketiganya ialah tunggal putra kita usia 20 tahun, Alwi Farhan dan sepasang pemain ganda yang dari segi usia bisa dikatakan senior, yakni Sabar Karyaman Gutama/ Moh Reza P Isfahani.

Sebelum perempat final, babak 16 besar merupakan lobang jebakan masal sehingga berguguranlah ganda putri kita. Padahal sebenarnya Hong Kong (HK) Terbuka ini menandai upaya “proyek coba-coba” ganda putri kita, dengan mengocok pasangan kombinasi lama dengan baru. Dari mulai Apriyani yang dipasangkan lagi dengan Siti Fadia Ramadhanti. Lalu Febri Kusuma berpasangan dengan MTP Sari.

Apriyani Rahayu/ Siti Fadia Ramadhanti kalah melawan pasangan uji coba Jepang, Chiharu Shida/ Arisa Higashino di babak 16 besar dengan straight game. Febri Kusuma/ MTP Sari lagi lagi kalah melawan Pearly Tan/ Thinaah (Malaysia) juga di babak 16 besar dengan straight set. Selain mereka pasangan ganda putra kita, juara Korea Open 2024, yaitu Leo Rolly Carnando/ Bagas keok di tangan pasangan Tiongkok yang sebenarnya mulai meredup, Liang Wei Keng/ Wang Chan.

Pencapaian Sabar Karyaman Gutama/ Muh Reza Pahlevi dan Alwi Farhan sebenarnya tidak terlalu buruk. Mereka pada babak 32 dan 16 besar mampu mengalahkan unggulan. Sabar/ Reza mempencundangi pemain kondang Denmark dan Jepang. Awalnya Boe/ Kjaer dari Denmark dibabat straight game. Kemudian di babak 16 besar secara mengejutkan mengandaskan unggulan Jepang Yugo Kobayashi/ Takuro Hoki dengan 20-22 21-18 21-17, sebuah pertarungan yang ketat.

Alwi Farhan juga bermain cukup apik. Babak pertama menyudahi perlawanan atlet tuan rumah Jason Gunawan dengan skor tipis set kedua 21-15 22-20. Kemudian menyingkirkan jagoan Tiongkok yang dipandang sebagai “the next Lin Dan” yaitu Weng Hong Yang dengan rubber. Sayang pada babak perempat final kalah melawan pemain gaek Taiwan, usia sudah 35 tahun. Yaitu Chou Tien Chen (CTC) dengan 20-22 21-16 dan 14-21.

Di babak semifinal CTC sendiri kalah melawan pemain nomor 1 (satu) India, Lakhsya Sen. Sewaktu di Macau Terbuka awal bulan Agustus lalu, Sen kalah melawan Alwi dengan sangat mudah. Melihat cuplikan pertandingan CTC melawan Sen di HK Open ini, sepertinya Sen memanfaatkan keunggulan usia (yang lebih muda) dengan mengajak rally panjang dan berlama-lama mainnya untuk  tujuan menguras stamina lawan. Taktik Sen ini berhasil -ia menang straight game 23-21 22-20.

Babak pertama HK Open ditandai dengan terhempasnya pemain tunggal putra dan ganda putri kita, Antony Sinisuka Ginting. Ia tumbang di tangan Popov bersaudara. Christo Popov dan T Popov, duo kakak beradik asal Perancis, mengalahkan Ginting secara berturut turut dalam 3 (tiga) pekan -semua melalui pertandingan sengit rubber game.  Setelah kejuaraan dunia pada akhir agustus, Ginting tumbang lagi di babak pertama pada Hong Kong Open 2025 kali ini.

Selain Ginting, pemain yang tumbang di perhelatan babak pertama adalah “pasangan baru” (tetapi stok lama) yaitu Rachel Allessya Rose / Febi Setianingrum. Mereka kalah dari pasangan yang lebih senior, Apriyani Rahayu/ Siti Fadia Ramadhanti.

Sekali lagi tak ada pemain yang tersisa di HK Open pada hari Minggu ini. Mengambil analogi dalam sebuah fragmen di novel “Saman” karya Ayu Utami, yaitu: Laila Tidak Mampir di New York. Kali ini bisa dikatakan: (Pemain) PBSI tidak mampir di Hong Kong. Atau tepatnya: Tak ada yang mampir di final HK Open.

Padahal di HK inilah kota atau sebuah city country yang memberi kenangan manis bagi legenda kita era 80-90an, yaitu Icuk Sugiarto. Tepatnya tahun 1988 Icuk melakukan satusatunya kemenangan atas musuh bebuyutannya, Yang Yang asal Tiongkok. Icuk menjadi juara, dengan mempencundangi Yang Yang, sebagai satusatunya kemenangan yang pernah ia torehkan ke Yang Yang, bahkan di partai puncak -final Hong Kong Open. Bisa dikatakan kala itu Icuk mendekati penghujung kariernya (Icuk tidak bermain sebagai tunggal sejak Thomas Cup tahun 1990) mampu meraih kesuksesan dengan menumbangkan si kidal juara dunia 1987 tersebut.

Saat ditanya wartawan apa resep kemenangan atas Yang Yang (setelah belasan kali Icuk kalah) jawabnya, “Saya dalam kondisi terbaik”. Jikalau perihal ini dibuat relevan dengan kekalahan pemain-pemain kira, berarti Alwi Farhan, Sabar/ Reza, apalagi Ginting dan/ atau Leo/Bagas, tidak dalam kondisi terbaik. Hal yang sama terjadi pada sektor putri, baik tunggal maupun ganda. Cukup lumayan ada ganda campuran Adnan Maulana/ ICS Jamil sebelum akhirnya tumbang atas Guo Xinwa/ Chen FH, pasangan Tiongkok.

Icuk mengalahkan Yang Yang di tahun 1988. Artinya sudah 37 tahun lalu kejayaan tunggal putra dijejakkan untuk pertama kalinya. Mengikuti ganda Kartono/ Heryanto yang menjadi juara di saat perhelatan pertama Hong Kong tahun 1982. Sesudah Icuk, berkelebatan juara HK Open dari Indonesia terutama sektor tunggal seperti Hermawan Susanto (tahun 1993), kemudian Heryanto Arbi (1994 dan 1995), Budi Santoso (1998), terakhir Jonathan Christie di tahun 2023.

Sekitar 8 (delapan) tahun lalu, penulis Hong Kong yang memiliki darah Indonesia bernama Xu Xi mengarang novel berjudul “Dear Hong Kong: An Elegy to a City”. Xu Xi memiliki nama lain Komala, yang di buku tersebut menulis sebuah memoar yang sangat personal tentang Hong Kong. Buku ini ditulis seperti semacam surat perpisahan kepada kota yang telah membentuk identitasnya. Xu Xi menceritakan tentang perasaannya yang bergejolak terhadap Hong Kong, frustrasinya atas perubahan yang terjadi di kota tersebut. Buku ini merupakan reflektif emosional tentang kerinduan, kehilangan, dan identitas.

Dalam bulutangkis HK Open ini kita sebagai pecinta olahraga barangkali merasakan penderitaan yang sama. Elegi sebuah kota dan turnamen klasik yang ada di dalamnya. HK Open yang dulu bersahabat dengan kita, sarat prestasi oleh pemain PBSI kini tiada yang tersisa. Tanpa satupun yang menginjak podium untuk partai final.

Hanya ada 2 (dua) hal yang setidaknya menggembirakan dari ajang ini. Pertama semakin matangnya permainan Alwi Farhan. Kemudian kedua, kemungkinan bersinarnya ICS Jamil/ Adnan Maulana dalam rangka menambah stok pemain ganda campuran kita.

ditulis oleh YUNI ANDONO ACHMAD, S.E., M.E., pemerhati olah raga yang tinggal di kabupaten Bogor, provinsi Jawa Barat

BERITA TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Berita Populer