Rabu, Juli 16, 2025
BerandaHeadlineKuasa Hukum Uun Ungkap Fakta Baru : Kejaksaan Nyatakan Perkara SPPD DPRD...

Kuasa Hukum Uun Ungkap Fakta Baru : Kejaksaan Nyatakan Perkara SPPD DPRD Riau Tidak Merugikan Negara

Pekanbaru (Nadariau.com) — Tim kuasa hukum Muflihun, S.STP., M.AP., mendesak agar Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau tidak memaksakan penetapan status tersangka terhadap klien mereka dalam perkara dugaan perjalanan dinas fiktif di Sekretariat DPRD Provinsi Riau Tahun Anggaran 2020 dan 2021.

Desakan ini bukan tanpa dasar. Tim hukum menunjukkan sejumlah dokumen otentik yang membuktikan bahwa perkara tersebut telah diperiksa secara menyeluruh oleh Kejaksaan Negeri Pekanbaru, dan hasilnya menyatakan bahwa tidak terdapat kerugian keuangan negara.

Dalam surat Nomor: B-6869/L.4.10/Fs.1/10/2023 tertanggal 6 Oktober 2023, Kepala Kejaksaan Negeri Pekanbaru Asep Sontani Sunarya, S.H., CN. menyampaikan secara tertulis kepada Plh. Sekretaris DPRD Provinsi Riau bahwa terhadap kegiatan perjalanan dinas, bimtek, sosper, dan reses DPRD Provinsi Riau tahun 2020–2021, telah dilakukan pemeriksaan oleh Kejaksaan, dan terhadap seluruh temuan BPK RI sudah ditindaklanjuti dengan pengembalian kelebihan pembayaran ke Kas Daerah Provinsi Riau.

“Karena kerugian negara telah dipulihkan, maka pemeriksaan dihentikan karena tidak ditemukan kerugian keuangan negara atau daerah,” bunyi kutipan resmi dari surat Kejaksaan tersebut.

Fakta ini diperkuat pula dengan dokumen Surat Tanda Setoran (STS), formulir penyetoran Bank Riau Kepri, dan mutasi rekening kas daerah yang menunjukkan bahwa seluruh dana temuan hasil audit BPK telah dikembalikan. Diantaranya adalah:

Setoran Rp65.731.300,00 pada 12 Mei 2022 untuk kegiatan konsumsi reses DPRD.

Setoran Rp1.118.221.100,00 pada 22 April 2022 untuk pengembalian temuan perjalanan dinas tahun 2021.

Kedua setoran tersebut diterima dan tercatat masuk dalam rekening kas Pemprov Riau.

Kuasa hukum Muflihun, Ahmad Yusuf, S.H., menyatakan bahwa jika Polda Riau tetap melanjutkan penyidikan atas dasar laporan yang menyasar kliennya, maka hal itu bertentangan dengan prinsip nebis in idem dan asas kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 50 ayat (1) KUHAP dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

“Perkara ini sudah diperiksa oleh Kejaksaan, sudah ada pengembalian temuan, dan sudah dihentikan karena tidak ada kerugian negara. Jika sekarang klien kami dipaksakan masuk sebagai tersangka, maka itu jelas bentuk kriminalisasi dan pelanggaran hukum acara,” tegas Ahmad Yusuf.

Ia menambahkan, pihaknya juga telah mengajukan permohonan informasi resmi ke Kejaksaan untuk verifikasi tambahan dan tengah menyusun permohonan praperadilan serta gugatan perbuatan melawan hukum terhadap sejumlah pihak yang diduga ikut merekayasa kriminalisasi terhadap Muflihun, yang saat itu tengah dipersiapkan maju sebagai calon Walikota Pekanbaru.

Kuasa hukum lainnya, Weny Friaty, S.H., menjelaskan bahwa pihaknya akan menyerahkan bukti-bukti kuat kepada LPSK dan Komnas HAM serta menggandeng pakar hukum untuk mengawal kasus ini.

“Kami akan lawan dengan fakta dan hukum. Penetapan tersangka terhadap klien kami tidak punya landasan objektif, karena unsur kerugian negara sebagai elemen delik korupsi tidak terpenuhi,” ujarnya.

Dokumen hukum yang ditunjukkan oleh tim kuasa hukum menunjukkan bahwa dalam surat resmi dari Bank Riau Kepri, setoran atas temuan BPK RI secara sah masuk ke rekening kas daerah Pemprov Riau. Dengan demikian, tidak ada dasar hukum yang sah untuk menjadikan Muflihun sebagai tersangka dalam perkara yang secara hukum telah tuntas dan telah ditangani oleh lembaga berwenang sebelumnya.

Pakar hukum pidana dari Universitas Riau yang enggan disebutkan namanya menilai, jika fakta pengembalian kerugian negara sudah ada, maka berdasarkan prinsip ultimum remedium, penegakan hukum seharusnya mengedepankan tindakan administratif terlebih dahulu.(sony)

BERITA TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Berita Populer