Pekanbaru (Nadariau.com) – Warga Desa Karya Indah, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, dibuat bingung dan geram setelah jalan yang telah ditimbun menggunakan pasir dan batu (sirtu) di Jalan Swadaya Sakti yang bersebelahan dengan proyek Jalan Tol Rengat–Pekanbaru seksi Lingkar Pekanbaru kembali dikeruk menggunakan alat berat.
Jalan yang sebelumnya dibangun untuk mendukung akses warga itu kini rusak kembali akibat aktivitas penggalian yang dilakukan secara diam-diam. Berdasarkan pantauan di lokasi, pasir hasil kerukan ditumpuk di tepi jalan, diduga menunggu untuk diangkut ke lokasi lain.
“Kami heran, jalan yang sudah bagus malah dibongkar lagi. Apa maksudnya?” ujar Leo Sayuti, salah satu warga pemilik kebun di sekitar lokasi, Jumat (27/06/2025).
Leo yang didampingi kuasa hukum Tommy Ho dan Gazalpa Putra, SH, MH, menjelaskan bahwa pengerukan terjadi hampir setiap sore dan pasir diangkut pada malam hari. Aktivitas itu telah berlangsung selama tiga hari berturut-turut tanpa sosialisasi kepada warga.
“Dulu jalan ini kami buka dan timbun untuk akses kami sendiri. Sekarang malah digunakan dan dikeruk kembali oleh pihak proyek. Bahkan katanya, material ini digunakan untuk proyek tol LKMD. Tapi kompensasi bagi warga? Nol besar,” tegasnya.
Kekhawatiran warga bertambah karena struktur pancang jalan tol sudah berdiri, menandakan kemungkinan besar jalan ini akan ditutup total. “Setelah ini dipagar, kami mau lewat mana lagi? Ini satu-satunya akses warga menuju kebun dan permukiman,” ucap Leo.
Menurutnya, kesepakatan awal di kantor desa menyebutkan bahwa jalan tersebut diprioritaskan untuk kepentingan masyarakat. Namun faktanya, setelah proyek tol hampir rampung, jalan justru dikeruk kembali. “Ini bukan solusi, ini malah menimbulkan masalah baru,” ujarnya kesal.
Informasi yang diperoleh menyebutkan, penimbunan jalan awalnya dilakukan oleh PT RMB, sedangkan pengerukan kini dilakukan oleh PT TAJ. “Jadi yang timbun PT RMB, yang keruk juga PT RMB, atau PT TAJ? Ini makin membingungkan kami,” tutur Sutris, warga lainnya.
Sementara itu, Sudarmaji, seorang petani lokal, menyoroti potensi banjir akibat penggalian tersebut. “Sebelum dikorek, jalan ini tidak pernah banjir. Tapi setelah penggalian pertama, air sudah sampai selutut. Kalau dikorek lagi, makin parah,” ujarnya khawatir.
Ia juga menyebut sempat mendengar bahwa material dari kerukan ini akan digunakan untuk menimbun area proyek sepanjang 50 meter, meski tidak jelas lokasinya.
Warga mendesak agar pihak pelaksana proyek jalan tol tidak hanya memikirkan penyelesaian infrastruktur semata, tetapi juga memperhatikan nasib masyarakat yang terdampak langsung. “Kami hanya minta satu: akses jalan kami jangan dikorbankan. Itu hak kami sebagai warga,” pungkas Leo.
Masyarakat berharap pemerintah daerah, aparat desa, dan pihak pelaksana proyek jalan tol dapat segera duduk bersama dan mencari solusi konkret sebelum konflik berkepanjangan terjadi di lapangan.(sony)