Pekanbaru (Nadariau.com) – Sebanyak 34 mantan anggota jaringan radikal Anshor Daulah secara resmi melepaskan baiat dan mengikrarkan kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dalam sebuah prosesi khidmat dan penuh haru di Balai Pauh Janggi, Kompleks Gubernur Riau, Jumat (27/06/2025).
Momen ini menjadi penegasan bahwa negara hadir bukan hanya untuk menghukum, tetapi juga untuk merangkul dan memulihkan. Para eks anggota kelompok radikal itu kini berdiri sebagai warga negara yang utuh, meninggalkan ideologi kekerasan dan memilih jalan perdamaian.
Acara ikrar ini dihadiri oleh jajaran pejabat tinggi daerah seperti Gubernur Riau, Ketua DPRD, Kepala Kejaksaan Tinggi, Ketua Pengadilan Tinggi, tokoh agama, adat, dan elemen masyarakat sipil lainnya. Semuanya bersatu mendukung transformasi damai ini.
Keberhasilan ini merupakan hasil kerja senyap dan konsisten Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-Teror bersama Polda Riau selama lima bulan terakhir. Melalui strategi deradikalisasi yang berbasis pendekatan lunak persuasif, edukatif, dan humanis mereka melakukan asesmen psikososial, spiritual, hingga validasi data secara menyeluruh.
“Ini bukan sekadar formalitas. Ini adalah bentuk nyata hijrah ideologi dari kebencian menuju harapan,” ungkap Kombes Pol Sunadi, Kasatgaswil Densus 88 Riau.
Dalam sambutan tertulisnya, Kepala Densus 88 Irjen Pol Sentot Prasetyo melalui Wakadensus 88 Brigjen Pol I. Made Astawa menegaskan bahwa penanggulangan terorisme tak bisa hanya mengandalkan pendekatan kekerasan.
“Setiap warga negara, selama masih hidup, berhak memperbaiki diri dan berkontribusi kembali kepada bangsanya,” tegas Brigjen Astawa, disambut tepuk tangan para hadirin.
Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heriawan, SIK., MH., M.Hum., menyampaikan bahwa ikrar ini bukan akhir, melainkan awal dari babak baru kehidupan mereka sebagai warga negara Indonesia yang bertanggung jawab.
“Menjadi warga negara bukan hanya soal KTP, tapi soal komitmen. Komitmen menjaga Pancasila, merawat kebhinekaan, dan melindungi ruang sosial tempat kita hidup,” ujar Irjen Herry penuh keyakinan.
Ia menegaskan bahwa keberhasilan deradikalisasi ini adalah bukti nyata kekuatan kolaborasi lintas sektoral—dari aparat keamanan, pemerintah, hingga masyarakat sipil.
“Kita belajar bahwa melawan teror tidak cukup dengan senjata, tetapi juga dengan empati, pemahaman, dan keteladanan. Negara hadir bukan untuk membalas, tapi untuk memberi ruang bagi perubahan,” tutupnya.
Kini, 33 orang yang dulu tersesat oleh propaganda kekerasan telah kembali. Mereka bukan lagi ancaman, melainkan harapan. Dan Indonesia hari ini menang bukan karena amarah, tapi karena kasih sayang dan komitmen untuk memulihkan.
Acara ditutup dengan pembacaan pantun Melayu yang sarat makna, menandai harapan dan optimisme baru,
Lari pagi hati pun lega,
Udara sejuk menyejukkan jiwa,
Bersatu padu jaga Pekanbaru tercinta,
Bersama NKRI, kita jaga Indonesia.(sony)


