oleh: YUNI ANDONO ACHMAD Ket. Gambar: Pasangan kita Jafar Hidayatullah/ Felisha Pasaribu memupus harapan pasangan Malaysia, Chen Tang Jie/ Chan Wen Tse di partai semifinal dengan 11-21, 15-21. SUMBER gambar: https://www.malaymail.com/news/sports/2025/05/10
Sudah lama di dunia pers terdapat adagium “The bad news is good news, but the good news is bad news”. Namun baru tahun 2019 grup rock alternatif dari Jepang bernama “Helsinki Lambda Club” (dengan vokalis Kaoru Hashimoto) memunculkan lagu bertajuk: Good News is Bad News.
Kembali ke judul, apakah keberhasilan pasangan ganda campuran kita di Taiwan Terbuka adalah benar-benar good news. Tentunya kabar baik dengan beberapa catatan.
Seperti diketahui, pasangan ganda campuran Jafar Hidayatullah/ Felisha Alberta Nathaniel Pasaribu menjadi kampiun dalam ajang Taipei Open 2025. Pasangan Jafar/ Felisha memenangi All Indonesian Final atas sekondannya Dejan Ferdinansyah/ Siti Fadia Silva Ramadhanti. Duel sesama pelatnas di partai puncak (hari Ahad Pon, 11/5/2025) itu berlangsung rubber game, di Taipei Arena, Taiwan. Pertarungan sangat alot karena Jafar/Felish kehilangan set di gim pertama, kemudian bisa unggul telak di set kedua, dan mampu mengejar ketertinggalan yang cukup jauh di set ketiga. Jafar/ Felisa akhirnya mempecundangi Dejan/Fadia dengan 18-21, 21-13, 21-17.
Prestasi Jafar/Felish ini selain menambah pundi-pundi kekayaan mereka -mendapatkan prize money mendekati 19 ribu dollar, atau setara Rp 280 juta lebih- juga menjadi prestasi awal ganda campuran sekaligus pemain muda (di bawah 23 tahun) yang mampu juara bulutangkis sampai pertengahan tahun ini.
Kemenangan dengan Banyak Catatan
Apa catatannya? Terutama karena politik “one China policy” sehingga atlet-atlet Tiongkok tidak turun di China Taipei. Absennya pemain RRT membuat atlet kita bisa juara, dapat dikatakan demikian. Pasangan kita (termasuk yang non pelatnas yaitu Bobby Setiabudi/ Melati Daeva) mampu menyingkirkan unggulan Taiwan (tuan rumah) dan juga Jepang. Serta pasangan baru (tapi stok lama) dari Malaysia.
Selain itu turnamen Taipei Terbuka ini “hanya” memiliki level S300 sehingga banyak pemain utama tidak turun. Mereka lebih konsen untuk level yang lebih tinggi beberapa hari kemudian, yakni Thailand Terbuka di kota Bangkok. Untuk ganda campuran (mixed double, atau XD), salah satu momok kita adalah pemain Thailand bernama Dechapol Sapsiree yang bisa berpasangan dengan siapa saja -termasuk di ganda putra. Namun kali ini Dechapol absen di Taiwan. Bagi Malaysia, turnamen Taipei S300 ini juga menjadi ajang uji coba bagi coach Nova Widianto (BAM Malaysia) meracik pasangan baru Toh Ee Wei/ Long Bing Kun dan Chen Tang Jie/ Chan Wen Tse. Hasilnya cukup lumayan, mereka bisa bertahan sampai semifinal dan perempat final.
Uniknya lagi bagi pasangan Jafar/ Felish adalah Jafar ini merupakan pemain kidal. Sangat jarang kita menemukan pemain asli Indonesia yang bertangan kidal. Terakhir sepertinya pemain tunggal putra kita Firman Abdul Kholik -yang berperan dalam beregu Sea Games 2015 sehingga tim kita merebut emas- yang a left handed player.
Di sebuah wawancara podcast milik Vincent Desta, sang legenda Taudik Hidayat mengatakan bahwa salah satu kesulitan dia melawan Lin Dan adalah si LD ini pemain kidal. Pemain bertangan kanan harus memakai logika terbalik saat melawan si kidal ini. Sementara pemain kidal sudah terbiasa melawan pemain tangan kanan.
Bulutangkis Indonesia punya sejarah pemain-pemain ganda campuran yang pernah mendunia. Catatan kami dimulai dari Christian Hadinata/ Imelda Wiguna yang menjuarai All England tahun 1979. Setahun berikutnya, Chandra/ Imelda menjadi juara dunia 1980 di Jakarta. Kemudian kemenangan tim kita di beregu Sudirman Cup tahun 1989 ditentukan oleh partai terakhir, XD Edy Hartono/ Verawati Fajrin menundukkan Park Jo Bong/ Chung Soo Young sehingga skor akhir 3-2. Sektor ganda campuran pertama kali dipertandingkan di Olimpiade adalah tahun 1996 di Atlanta, Amerika Serikat. Baru tahun 2000 di Olimpiade Sydney kita dapatkan perak XD melalui Trikus Harjanto/ Minarti Timur. Kemudian pada Olimpiade 2008 PBSI bisa mengirim 2 (dua) pasang XD di semifinal, namun sayang lagi-lagi hanya perak yang didapat -melalui Nova Widianto/ Lilyana Natsir. Sedangkan Flandy Limpele/ Vita Marissa gagal meraih perunggu.
Puncak prestasi ganda campuran kita terjadi tahun 2016 tatkala Tontowi Ahmad/ Lilyana Natsir merebut emas Olimpiade di Rio Brasil. Selain itu kita pernah punya pasangan XD yang cukup ngetop juga untuk level All England dan Sea Games, yaitu Praveen Jordan/ Debby Susanto dan Praveen Jordan/ Melati Daeva.
Meski terjadi all Indonesian final, tapi pasangan ganda campuran kita belum terdongkrak ke 10 besar dunia. Peringkat tertinggi sebenarnya Dejan Ferdinansyah/ Gloria E Widjaja atas nama klub Djarum di 16 besar. Namun karena Dejan ditarik ke pelatnas (untuk berpasangan dengan Siti Fadia) maka pasangan Dejan/ Gloria terpisah. Gloria tetap di PB Djarum berpasangan dengan Rehan Kusharjanto -anak dari legenda XD kita Trikus Harjanto.
Park Joo Bong (mantan pemain Korea, yang melatih tim Jepang tahun 2005-2024, sekarang pindah melatih negaranya sendiri Korea Selatan) pernah mengatakan bahwa inti permainan XD bagi pemain putra adalah “protecting the girl”. Cukup beralasan, karena pemain putri bisa dipastikan lebih lemah dibanding pemain putranya. Namun melihat fenomena Jafar/ Felisha kita bisa menyaksikan kedigdayaan Felisha dalam bermain di depan dan meraih poin melalui bola kedut di depan net. Artinya pemain putri kita cukup bisa diandalkan. Demikian pula melihat Siti Fadia yang berpasangan dengan Dejan, ada sisi positif bahwa Siti Fadia ini termasuk pemain putri “langka” yang bisa (dan biasa) melakukan smash loncat dari garis belakang. Pada beberapa kesempatan tampak Dejan mengambil posisi di depan net, sementara Fadia di belakangnya.
Lompatan smash dari pemain putri Siti Fadia ini mengingatkan akan gaya pemain ganda campuran Jepang, Arisa Higashino yang dulu pernah berpasangan XD dengan Yuta Watanabe. Yuta/ Arisa sempat meraih perunggu di olimpiade Paris 2024 kemarin, namun sesudah itu mereka terpisah. Setelah Arisa menikah dengan Yu Igarashi, makanya nama menjadi Arisa Igarashi. Dia memiliki sekondan baru pasangan ganda campuran Jepang yang menjadi Hiroki Midorikawa/ Arisa di Piala Sudirman kemarin.
Artinya pemain pria di XD ini mirip tunggal putra -dari sisi pergerakan. Bila pembaca masih ingat pemain ganda campuran kita Hafiz Faishal (yang pernah di pelatnas berpasangan dengan Gloria Emmanuela Widjaja) selepas dari pelatnas Kembali ke klub dan bermain sebagai tunggal putra. Atau Seo Seung Jae, pemain ganda campuran Korea yang asalnya adalah pemain tunggal putra (sebelum tahun 2017).
Sehingga apabila pemain putri turut dominan dalam “penguasaan bola” -katakan demikian- maka akan meringankan kerja pemain pria. Terutama dalam turnamen perorangan atau individu sejak babak 32 besar, sampai 5 hari kemudian di final. Keberhasilan Jafar/ Felisha, dan terjadinya All Indonesian Final, ini tentunya membawa kabar baik untuk bulutangkis Indonesia. Ditambah dengan tampilnya ganda campuran “non” pelatnas yaitu Bobby Setiabudi/ Melati Daeva Oktavianti. Mereka mampu melaju ke perempat final, bahkan babak sebelumnya menyingkirkan unggulan kedua dari Jepang, Hiroki Midorikawa/Natsu Saito.
Semoga kabar baik dari Taiwan ini menambah mutiara-mutiara pelatnas untuk sektor ganda campuran. Mengingat di turnamen Sudirman Cup kemarin, sektor inilah yang terlemah. Turnamen beregu campuran masih dua tahun lagi (Sudirman Cup 2027) dan olimpiade masih tiga tahun lagi (Olimpiade Los Angeles 2028), namun seleksi pemain sudah dimulai 2027 nanti. Artinya masih ada kesempatan panjang untuk memperbaiki sektor ganda campuran kita.
ditulis oleh Yuniandono Achmad SE ME, pemerhati bulutangkis dari Bogor, Jawa Barat