Pekanbaru (Nadariau.com) – LSM Baladika Adyaksa Nusantara (LSM BAN) mendesak PKS PT Geliga Bagan Riau (PT GBR) untuk menolak buah kebun milik Sembiring di Kepenghuluan Bakti Makmur Kecamatan Bagan Sinembah, Rokan Hilir (Rohil).
Pasalnya kebun dengan luas 600 hektar lebih tersebut diduga berada dalam kawasan hutan. Oleh sebab itu, tidak ada alasan bagi PKS PT GBR untuk membeli hasil kebun milik Sembiring.
Hal tersebut sudah diatur dalam UU No 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan kawasan hutan yang menyebutkan bahwa korporasi dilarang mengangkut dan/atau menerima titipan hasil perkebunan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin.
Kemudian dipertegas dengan pasal 17 ayat 2 huruf C poin. Dimana korporasi dilarang menjual, menguasai, memiliki dan atau menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin sebagai mana yang di maksud dalam pasal 17 ayat 2 huruf D, yakni tidak boleh membeli, memasarkan dan atau mengelola hasil kebun yang berasal dari perkebunan dalam kawasan hutan.
“Maka, jika PKS PT GBR tetap memaksa untuk membeli hasil kebun milik Sembiring, maka kami pastikan akan melaporkan PKS PT GBR ke penegak hukum. Karena pembelian hasil kebun dalam kawasan hutan telah melanggar UU yang berlaku,” kata Ketua LSM BAN Muhajirin Siringo Ringo, Kamis (23/2/2023).
Sebelumnya tim dari LSM BAN telah melakukan investigasi kelapangan. Di lapangan banyak laporan dari masyarakat bahwa, dalam kawasan kebun milik perkebunan sudah terjadi pembunuhan yang di lakukan Oleh pengelola Kebun kepada masyarakat dengan sangat Keji yang terduga pencuri brondolan sawit oleh penjaga kebun.
Kemudian, setiap hewan ternak seperti sapi yang masuk ke dalam kebun juga dibunuh oleh penjaga. Entah apa alasannya, para masyarakat tidak tahu. Selanjutnya, jalan kampung juga tidak pernah di perbaiki. Padahal truk pengangkut sawit setiap hari keluar masuk kampung.
Dari pengakuan masyarakat. mereka takut berurusan dengan pihak Sembiring. Karena pihak Sembiring bisa saja melakukan hal yang tidak manusiawi kepada masyarakat.
“Kami dari LSM BAN juga akan mendatangi instansi terkait, untuk mempertanyakan status badan usaha. Sebab luas kebun 600 hektar harus memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU). Jika tidak ada izin, artinya perkebunan itu tidak membayar pajak dan telah merugikan negara,” ujar Muhajirin.
Salah seorang masyarakat kampung yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, penduduk kampung sangat berharap kepada pemerintah agar bisa menindak tegas pelaku pemilik kebun. Karena selama ini diduga berstatus dalam kawasan hutan
Selain terjadi pembunuhan, juga sudah ada puluhan hewan ternak yang dibunuh oleh penjaga dalam kawasan kebun tersebut. Masyarakat menganggap, pemilik dan penjaga tidak manusiawi di kampungnya.
“Jika kebun itu berada di kawasan hutan, maka pemerintah harus bisa mengambil alih kebun tersebut. Sehingga pemerintah bisa membangun dan membuat portal supaya bisa menjaga jalan kampung dengan baik,” katanya. (olo)