Saatnya Re-thinking the Minions

oleh: Yuniandono Ahmad. GAMBAR di atas adalah pelatih kedua di ganda putra Pelatnas, mantan pemain ganda campuran era 90-an, Aryono Miranat. Coach Aryono mengatakan kepada wartawan bahwa pasangan the Minnions akan dirombak tahun 2024 nanti. Sumber gambar: www.badminton-indonesia.org

ADA sebuah pepatah latin yang mengatakan “Senectus ipsa est morbus”. Dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai “Usia tua sendiri adalah penyakit.” Ungkapan itu menekankan ide bahwa semakin tua kita, tubuh dan pikiran kita menjadi lebih lemah, dan kita menjadi lebih rentan terhadap berbagai penyakit dan keluhan.

Tentunya tidak begitu sarkastis seperti di atas penyebutannya. Tapi intinya bahwa usia menjadi faktor penting, apalagi dalam dunia olahraga. Meski tidak semua cabang, juga ada beberapa pemain yang outlier -atau diluar kurva normal. Untuk cabang olahraga golf dan catur, pemain berusia 40 tahun mungkin malah mencapai kematangannya.

Pemain golf dari Amerika Serikat bernama Tiger Woods menjadi pegolf nomor satu dunia di usia 21 tahun (tahun 1997) dan bertahan selama 13 tahun. Artinya sampai usia 34 tahun si Woods pun masih berprestasi.

Pegolf lainnya adalah Vijay Sing -kelahiran 1963- yang masih masuk 20 besar dunia di usia mendekati 50 tahun. Juga pegolf bernama Phil Mickelson -kelahiran 1970- masih masuk 20 besar dunia pada usia 40an tahun. Untuk catur, saat ini masih bertengger di 20 besar dunia pecatur Veselin Topalov kelahiran 1977. Dulu kita mengenal pecatur umur mendekati 45 tahun tapi masih bisa berjaya seperti Anatoly Karpov, Garry Kasparov, dan Viswanatan Anand.

Olahraga yang rata-rata pemainnya berusia 25-30 tahun, yaitu sepakbola, masih menyisakan beberapa nama yang tergolong tua. Kebanyakan pada posisi kiper, misalnya Peter Shilton yang masih bermain untuk timnas Inggris tahun 1997 -usia saat itu 47 tahun. Kemudian kiper Kamerun yang berlaga saat Piala Dunia 1990 dan 1994 bernama Thomas N’Kono menjelang atau mendekati usia 37 tahun. Selain kiper ada juga perkecualian misalnya Lionel Messi, striker tim Argentina, yang di usia 34 tahun masis mampu bersaing dengan pemain muda untuk membawa tim Tango menjadi juara dunia sepakbola tahun 2022 lalu.

Ke mana arah pembicaraan usia ini? Masih soal olahraga -yaitu bulutangkis. Kemarin coach Aryono Miranat mengatakan kepada massmedia bahwa pasangan the Minions, atau Marcus Fernaldi Gideon/ Kevin Sanjaya Sukomuljo, ada kemungkinan dipisah sehabis olimpiade 2024. Mengingat prestasi mereka yang semakin menurun, bahkan terlempar dari 15 dunia di akhir 2022 lalu. Padahal selama 4 (empat) tahun semenjak 2017 menjadi nomor satu dunia. Selisih usia keduanya juga mengandung angka 4 (empat) yaitu tepatnya 4 (empat) tahun 4 (empat) bulan.

Kinerja Kevin/Marcus dalam 2 (dua) tahun terakhir memang jauh dari kata meyakinkan. Pada tahun ini pencapaian yang didapat The Minions sangat amat kurang maksimal. Dari 3 (tiga) turnamen yang diikuti, pencapaian terbaik Minions adalah perempat final di India Terbuka 2023. Sedangkan di dua tour lainnya, yakni Malaysia Terbuka 2023 dan Indonesia Masters 2023, Kevin/Marcus tersisih di babak kedua alias 16 besar. Penurunan performa Minions tak lepas dari berbagai masalah yang mereka hadapi dalam dua tahun terakhir. Salah satunya adalah cedera yang kerap dialami Marcus. Bahkan yang terbaru, Marcus juga mengalami cedera otot perut saat berjuang di Indonesia Masters 2023 pada Januari lalu.

Marcus F Gideon sendiri telah mencapai usia batas psikologis pemain bulutangkis, yakni 30 tahun plus plus. Kecepatan telah menurun, kekuatan smash juga, dan footwork-nya. Padahal dengan tinggi badan mendekati 170 senti, minions mengandalkan pergerakan kaki dan tangan yang cepat, untuk menopang serangkan offensif yang mereka lakukan bertubi-tubi. Ternyata memang age does matter. Walau sebenarnya sistem skor bulutangkis dengan rally point saat ini, bisa dikatakan sangat berpihak pada pemain tua. Itu terutama terjadi di sektor tunggal.

Dulu ketika bulutangkis memakai “service over” dan game di angka 15, hanya pemain muda yang mampu bertahan. Seperti Icuk Sugiarto juara dunia di usia 21 tahun, pensiun usia 28. Liem Swie King pada tahun 1988 sudah tidak lagi bermain tunggal -hanya ganda (saat usia 31 tahun). Atau Zhao Jianhua yang juara All England usia 20 tahun, namun saat Olimpiade Barcelona tahun 1992 -artinya usia 27 tahun- sudah tersingkir di babak awal, kemudian mundur. Barangkali hanya Poul Erik Hoyer Larsen dan Rashid Sidek yang menjadi perkecualian. Karena mereka pada usia 30 tahun berjaya di olimpiade Atlanta 1996 -masih dengan sistem skor yang lama. Poul Erik mendapat emas, sedangkan Rasid Sidek perunggu. Tentunya dengan catatan, kedua pemain tersebut tinggi menjulang, layaknya Victor Axelsen di era sekarang.

Kembali ke the minions. Sewaktu gagal di Olimpiade Tokyo 2020 (yang terselenggara tahun 2021) Marcus Gideon berusia 30 ½ tahun, sedangkan Kevin 26 tahun. Sebagai unggulan pertama, si Minnions tersingkir di babak perempat final, kalah dari pasangan Aaron Chia/ Soh Yoi Yik -asal Malaysia- yang kemudian mendapatkan perunggu.

Sesudah Olimpiade itu prestasi duo Mini ini semakin menurun. Terakhir menjadi juara adalah pada ajang BWF Super 500 Hylo Open di awal bulan November 2021. Kemudian Marcus mengalami cedera panjang sehingga Kevin juga tidak bermain. Pada saat kejuaraan Thomas Cup 2022, pelatih Herri Iman Peringadi mencoba memasangkannya dengan Ahsan, dan juga Bagas Maulana. Cukup baik meski sempat kalah -atau kurang optimal.

Memang agak susah membuat kebijakan yang tepat untuk the minions. Sebagai mantan pasangan nomor satu dunia tentunya aura kampiun itu masih membekas. Lawan pun barangkali masih agak keder dengan legenda pemain tercepat dan servis flick. Pada sisi lainnya yang mendukung, usia 31 tahun juga masih dianggap bisa berprestasi dan tampil pada peak performance. Apalagi kalau melihat the Daddies -pada diri Hendra Setiawan akan mencapai 39 tahun pada 2023 ini (Mohamad Ahsan 36 tahun nanti bulan September)- tentunya minions dibilang masih relatif belia.

Karena belum pasti juga prestasi mentok, masih diberi kesempatan. Siapa tahu hanya persoalan psikologis semata -sehingga bisa disembuhkan- dan mampu jawara lagi.

Namun awas -perlu waspada- bahwa persaingan tidak hanya dengan lawan dari luar negeri. Dengan sesama pelatnas juga saling berebut 2 (dua) tiket ke olimpiade Paris 2024 nanti. Padahal saat ini pasangan kita melimpah ruah dan jago-jago semua. Selain minions dan daddies ada pasangan nomor 1 (satu) dunia yaitu Fajar/ Alfian. Lalu menyodok di bawahnya adalah the Babies (Leo Rolly Carnando/ Daniel Martin) yang sudah mengantungi dua gelar juara di awal tahun -hanya berselang sepekan. Kemudian masih ada Bagas/ Fikri perebut gelar juara All England 2022, dan Pramudya/ Yeremia yang mencoba bangkit setelah absennya Yeremia gegara cedera cukup lama.

Pilihan untuk memecah the minions pasca olimpiade tentunya ada risiko. Salahsatunya bahwa ternyata, kita bermain probabilitas nih, sebelum olimpiade 2024-pun (artinya pada tahun ini) the minions memang tidak bisa lagi bersaing dengan lawannya. Alias semakin keok di beberapa bulan ke depan. Andaikan misalnya peringkat terbaik minions saat ini adalah 10 besar, jelas kalah dengan Fajar/ Alfian dan Leo/ Martin untuk mendapatkan dua tiket olimpiade. Belum ditambah Bakri (Bagas/ Fkri) dan juga the Daddies yang mengintip masuk 10 besar.

Kecuali kalau memang performa minions menjadi apik mulai Maret nanti, kemudian ada 3 (tiga) pasangan Indonesia pada posisi 5 (lima) besar, maka tiga-tiganya akan lolos ke Paris 2024. Segala kemungkinan memang bisa terjadi. Tapi mengingat persaingan ganda dewasa ini, kok rasa-rasanya susah tiga pasangan Pelatnas Cipayung menyodok kelima besar.

Hal itu belum memperhitungkan adanya the rising star dari Tiongkok (usia di bawah 25 tahun) yaitu Liang Wei Keng/ Wang Chang dan satunya He Ji Ting/ Zhou Hao Dong. Ditambah pasangan gaek Tiongkok, yang berjaya di India sebulan lalu, Liu Yu Chen/ Ou Xuan Yi, serta pasangan Korea Selatan yang sering menyusahkan ganda papan atas dunia, yakni Kang Min Hyuk/ Seo Seun Jae.

Itu belum lagi masuk list juara pasangan Jepang mantan nomor satu dunia, Takuro Hoki/ Kobayasi, dan pasangan Taiwan yang regenerasinya berlangsung bagus dan cepat -pasca Lee Yang/ Wang Chi Lin mendapat emas olimpiade Tokyo lalu. Belum terhitung pasangan India pemegang emas Commonwealth Games, Satwiksairaj Rankireddy/ Chirag Shetty -yang semakin moncer di bawah asuhan coach Mathias Boe dari Denmark.

Kemungkinan untuk ide yang agak out of the box perlu dipikirkan, terutama bagi Kevin yang mungkin masih sampai 3-4 tahunan bermain bulutangkis. Karena memang harus patuh dan menurut dengan aturan pelatnas (artinya menunggu evaluasi setahun atau dua tahun bersama si Sinyo atau Marcus), dan Kevin bisa jadi merasa tidak cocok dengan pelatihnya -seperti yang pernah dia ungkapkan. Maka Kevin perlu memikirkan out dari pelatnas, dan mencari sendiri pasangan baru yang jauh lebih muda. Artinya keluar pelatnas, dan kembali ke klub.

Langkah itu pernah dilakukan almarhum Markis Kido pasca olimpiade London 2012, yang kemudian menemukan sosok pekerja keras pada Marcus Gideon bin Kurniahu dari klub Jaya Raya. Hanya beberapa minggu dipasangkan, dobel pria Markis/ Marcus juara di Perancis Terbuka.

Atau mungkin olimpiade 2024 tidak lagi menjadi sasaran. Bisa jadi 2028 nanti. Masih ada waktu untuk dipikirkan. Perlu dipikirkan masak-masak agar win win solution bagi Kevin, juga Marcus, pelatnas, lalu sponsor -dan prestasi pemain kita menuju Olimpiade 2024 nanti. Jayalah bulutangkis Indonesia.

Yuniandono Ahmad, S.E., M.E., penulis merupakan staf pengajar di sebuah PTS di jalan Margonda, kota Depok. Tinggal di kabupaten Bogor sejak tahun 2009. Alumni S1 dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada, dan pascasarjana di Magister Perencanaan Kebijakan Publik. FE, Universitas Indonesia. Mempunyai instagram di alamat: andonoachmad.