Pekanbaru (Nadariau.com) – Akhmad Mujahidin yang sebelumnya mengaku telah memberi sejumlah uang kepada Jaksa terkait perkara yang menjeratnya melalui pesan WhatsApp ke awak media dan membuat heboh masyarakat Pekanbaru.
Belakangan, mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau ini mencabut pernyataannya serta meminta maaf kepada DS, Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam rekaman video serta surat yang diterima wartawan, Akhmad Mujahidin menyatakan jika uang Rp.300 juta sudah dikembalikan oleh SP kepadanya. Sementara sisanya Rp160 juta, akan segera dibayarkan dalam waktu dekat.
“Saya Akhmad Mujahidin bin Abidin memohon maaf kepada jaksa DS dan institusi kejaksaan atas kejadian ini,” kata Akhmad Mujahidin dalam video rekaman yang diterima wartawan, Senin (09/01/2023)
Selain itu, tambah Ahmad Mujahidin, dirinya juga mencabut laporan ke Kejati Riau.
“Saya Akhmad Mujahidin akan memcabut laporan saya pada tanggal 09 Januari 2023 kepada Kajati Riau serta semua tembusannya,” kata Ahmad Mujahidin.
Seperti diketahui, Akhmad Mujahidin merupakan terdakwa dugaan korupsi pengadaan jaringan internet kampus yang sebelumnya diusut Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru. Dalam perkara itu, dia dituntut pidana selama 3 tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsidair 6 bulan pidana kurungan penjara.
Tuntutan pidana itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada Jumat, 16 Desember 2022 kemarin.
Tiga pekan berselang, publik dihebohkan dengan pengakuan Akhmad Mujahidin. Melalui surat terbuka yang beredar di sejumlah group WhatsApp, dia menyebutkan soal suap dengan harapan agar dituntut/divonis bebas. Sebuah harapan yang pastinya tidak pernah dilakukan Jaksa, pihak yang mengusut perkara itu.
Surat terbuka tulisan tangan yang difoto, dikirimkan terdakwa melalui ponsel dari dalam Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru, tempat dia ditahan. Padahal peraturan di sana, tidak dibolehkan tahanan membawa ponsel.
Pengakuan Akhmad, dia telah memberikan uang senilai Rp460 juta kepada seorang Jaksa melalui perantara seorang pria berinisial SP.
Surat terbuka sebanyak empat lembar, ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau, Supardi tertanggal 9 Januari 2023. Isi kiriman pesan singkat itu juga disertai dengan sejumlah lampiran bukti kiriman, percakapan hingga foto.
Dalam surat pertama tanggal 5 Januari 2023 dijelaskan, tim pengacara Akhmad Mujahidin, Jon Piter Marpaung, Nofriansyah dan Selfy Asmalinda bertemu dengan SP di Hotel Batiqa Pekanbaru. Dalam surat itu tertulis, SP sebagai perantara mengatakan bahwa oknum Jaksa berinisial DS telah menerima uang darinya sebesar Rp460 juta.
Sisa uang, menurut SP sebesar Rp190 digunakan keperluan pribadi pada saat Natal dan Tahun Baru. Sebesar Rp30 juta diberikan pada Jaksa dan hakim. Untuk komunikasi awal Rp28 juta dan untuk biaya operasional Rp13 juta.
Pada akhir surat yang ditulis dengan huruf besar seluruhnya itu, Akhmad Mujahidin meminta uang yang diberikan lewat perantara SP kepada Jaksa inisial DS dikembalikan sebesar Rp460 juta. Karena merasa apa yang telah dia bayar tidak sesuai harapan.
”Harapan saya mohon proses persidangan saya dihentikan sampai Saudari JPU diperiksa oleh Majelis Kode Etik Kejaksaan, saya akan kooperatir jika dipanggil oleh Majelis Kode Etik Kejaksaan,” tertulis dalam surat tersebut.
Kajati Riau Supardi saat dikonfirmasi menyebutkan dugaan pelanggaran tersebut sedang ditelusuri pihaknya. “Baru turun tim ke Kejari Pekanbaru. Saya dengar juga semalam (permasalahanya,red). kita tunggu hasilnya,” singkat Kajati.
Sementara itu, SP dari rekaman video yang diterima, membantah adanya pertemuan di Hotel Batiqa Pekanbaru. Menurut dia pernyataan Akhmad Mujahidin itu keliru.
“Dikarenakan uang jumlah uang Rp460.000.000 murni saya gunakan sendiri untuk kepentingan pribadi saya sendiri,” ujar SP dalam keterangannya.
Atas hal itu, SP berjanji akan mengganti uang tersebut dengan cara diangsur. Dimana saat ini akan dibayarkan Rp300 juta, dan sisanya akan dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan ke depan.
“Dan saya siap menjaminkan surat tanah kebun sawit saya kepada Bapak Akhmad Mujahidin sebagai jaminan saya untuk melunasinya,” sebut dia.
Dalam kesempatan itu, SP juga menegaskan kalau tidak benar dirinya memberikan uang kepada Jaksa manapun, termasuk Jaksa berinisial DS.
Sementara di tempat terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Kejari (Kajari) Pekanbaru Martinus Hasibuan saat dikonfirmasi melalui Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Agung Irawan, tidak menampik jika Akhmad Mujahidin telah mencabut pernyataannya sebelumnya. “Iya, benar. Kita sudah terima surat penyataan terbaru dari AM,” kata Agung.
Dari awal, Agung meyakini tidak ada oknum Jaksa di Kejari Pekanbaru yang meminta atau menerima uang atau apapun dari AM atau penasihat hukumnya.
“Hal ini ditegaskan juga oleh pihak yang ternyata menerima uang atau barang dari terdakwa AM (Akhmad Mujahidin,red) yang sedang kita sidangkan, yang mengatasnamakan seorang Jaksa di Pidsus. Kami tegaskan tidak ada jaksa Pidsus yang menerima uang sebagaimana yang disampaikan terdakwa,” sebut Agung didampingi Pelaksana Harian (Plh) Kasi Intelijen, Edhie Junaidi Zarly
Ditanyai profesi SP, Agung mengaku tidak mengetahui pasti. Tapi informasinya, dia merupakan bagian dari tim legal.
“Semoga bidang Pidsus akan terus berkarya khususnya Kejari Pekanbaru untuk memberantas korupsi,” kata mantan Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Dumai ini.
Atas tudingan tersebut diterangkan Agung, pihaknya akan mempelajari lebih lanjut. Untuk nantinya dilaporkan kepada pimpinan.
Bahkan dijelaskan Agung, pihaknya berencana akan menempuh jalur hukum atas kejadian ini.
“Mungkin salah satunya (melapor ke polisi),” ucap Agung.
Dibeberkan Agung, tudingan Akhmad Mujahidin lebih tak masuk akal. Lantaran nyatanya, JPU dari Kejari Pekanbaru, telah menuntutnya dengan hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan.
“Kami telah melakukan penuntutan terhadap terdakwa dengan hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp200 juta. Ini absurd (tidak masuk akal, red) ketika terdakwa meminta bebas atau onslag. Ini suatu hal yang tidak memungkinkan,” pungkas Agung.(sony)


