Pekanbaru (Nadariau.com) – Polsek Tampan meminta pedagang melapor jika ada dugaan Pungutan Liar (Pungli) di sepanjang jalan Stadion Utama Riau. Jika sudah ada laporan, maka Polsek akan segera turun ke lapangan untuk menindak tegas pelaku Pungli tersebut.
Kapolsek Tampan Kompol I Komang Aswatama SH SIK melalui Kanit Reskrim AKP Aspikar SH menegaskan, Polsek segera akan menjaga keamanan dan ketentraman seluruh warga di wilayah kerjanya. Maka jangan takut untuk melaporkan setiap ada kejadian tindakkan kriminal kepada polisi.
“Kita minta pedagang segera melaporkan jika ada dugaan Pungli di Stadion Utama. Jika sudah ada laporan, maka kita langsung akan turun untuk melakukan Penyelidikan (Lidik) terhadap pelaku Pungli,” tegas Kanit Reskrim AKP Aspikar, Rabu (9/11/2022).
Ketua Komisi I DPRD Provinsi Riau, Eddy A Mohd Yatim turut prihatin dengan kejadian Pungli kepada pedagang di Stadion Utama. Diharapkan pemerintah segera menertibkan pelaku Pungli tersebut.
Sebab, pegadang dan pengunjung jajanan kuliner tradisonal di sepanjang jalan Stadion Utama sangat butuh kemanan, ketenangan dan kenyamanan dalam berusaha. Selain itu, pusat jajanan Stadion Utama adalah salah satu tempat wisata terdekat di Pekanbaru bagi masyarakat Riau.
“Tanah dan bangunan Stadion Utama itu adalah milik negara. Untuk pemeliharaan bangunan dan fasilitas berada dibawah pengawasan PUPR Riau. Sementara untuk aset berada dibawah naungan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Riau. Jika disana ada terjadi tindakan kriminal, silahkan lapor ke Polsek terdekat,” kata Eddy A Mohd Yatim, sembari memberi informasi dan solusi kepada masyarakat.
Ditempat terpisah, Kasub Pemanfaatan dan Pengamanan Barang Milik Daerah (BMD) Yusmarta Pratama menegaskan, kawasan Stadion Utama adalah milik negara. Baik itu tanah maupun seluruh aset yang berada didalam kawasan stadion.
Dilihat dalam peta, Stadion utama memiliki dua sertifikat tanah. Yaitu Sertifikat nomor 14 adalah milik Pemprov Riau dan sertifikat nomor 15 milik Kementrian Pendidikan. Artinya tidak ada tanah maupun bangunan milik masyarakat di kawasan stadion tersebut.
Jika ingin membuktikan lagi, bisa dilihat di aplikasi Badan Pertanahan Negara (BPN). Ketika kawasan berwarna hijau, menandakan berstatus hak pakai pemerintah (Kawasan pemerintah). Dan kalau kawasan itu berwarna kuning, artinya tanahnya milik masyarakat.
“Sementara dalam aplikasi BPN, seluruh kawasan Stadion Utama berwarna hijau. Artinya, jika ada yang mengaku sebagai ahli waris pemilik tanah, silahkan datang ke BPKAD untuk mengadu data. Karena seluruh surat surat tanah di kawasan Stadion Utama sudah berstatus pemerintah,” tegas Yusmarta.
Pungli Pasutri Buat Pedagang Resah
Berita sebelumnya menjelaskan, bahwa pedagang di Stadion Utama Riau dibuat resah akibat dugaan Pungutan Liar (Pungli) yang dilakukan oleh Pasangan Suami Istri (Pasutri) yang mengaku sebagai ahli waris pemilik tanah di lokasi lapak pedagang dipinggir jalan.
Alhasil, sejak 3 tahun lebih, Pasutri ini sudah meminta uang sewa tanah kepada setiap pedagang dengan lancar. Nilai sewa satu lapak berkisar antara Rp 800.000 hingga Rp 1.500.000 per bulan.
Inisial Z salah satu pedagang yang tidak mampu membayar sewa tanah mengaku telah diusir oleh Pasutri tersebut. Karena nilai sewa dinilai tidak wajar dan juga tidak disanggupi dibayar setiap bulannya.
“Pungutan ini dilakukan oleh Pasutri itu sejak 3 tahun lebih. Awalnya hanya Rp 10.000 perhari. Kemudian berubah per minggu dan selanjutnya per bulan. Seterusnya setiap bulan terus naik hingga Rp 1.500.000 per bulan. Pilihannya, jika tidak sanggup bayar ‘keluar’, dengan nada kasar” kata Z.
Hal senada juga di katakan inisial E. Ia mengaku sangat butuh berusaha, makanya selalu dipaksakan untuk membayar sewa tanah setiap bulan.
Ketika ditanya, apakah benar Pasutri tersebut pemilik tanah dipinggir jalan ditempat lapak pedagang, E mengaku juga tidak tahu. Sebab jika tidak dibayar, istrinya bernama Yanti bikin heboh. Sehingga pengunjung yang sedang berbelanja menjadi pergi.
“Akhirnya, para pedagang terpaksa pasrah tapi tak rela untuk membayar sewa setiap bulannya,” kata E.
Berdasarkan informasi dari pedagang lain berinisial I, bahwa Pasutri tersebut hanya meminta diatas tanah yang di klem sebagai milik orang tuanya saja. Artinya tidak semua pedagang yang berhasil terpengaruh oleh ancamannya. Sebab bagi pedagang yang berani melawan tak diminta.
Disisi lain, Pasutri ini juga berhasil meminta iuran uang sampah sebesar Rp 3000 per hari, kepada setiap pedagang yang berjumlah sekitar 100-an lapak di Stadion Utama (Dari ujung ke ujung). Mulai dari pedagang jus, permainan sepeda dan pedagang makanan lainnya.
Jadwal Pasutri ini datang memungut yaitu pada sore hari dan/atau malam hari. Bagi yang tidak mau membayar, maka pedagang tersebut akan diserang melalui kata – kata pedas oleh istrinya yang bernama Yanti tersebut.
Ketika ditanya kemana uang sampah disetorkan, I mengatakan bahwa Pasutri itu pernah mengaku disetorkan ke DLHK dengan jumlah sebanyak Rp500.000 per bulan. Meski pedagang dipungut iuran sampah, namun kebersihan dilingkungan stadion utama tidak pernah diurus atau dibersihkan.
Selanjutnya, dari video yang direkam pedagang, Pasutri ini berani menantang Polres atau penegak hukum lainnya, jika ingin membela pedagang. Karena beliau mengaku tanah dipinggir jalan Stadion Utama itu adalah milik orang tuanya dan mereka adalah ahli waris yang sah.
“Sebenarnya, kami sudah sangat resah kepada Pasutri itu. Beliau sangat berani dan memiliki penasehat hukum. Sekarang kami tidak tahu kepada siapa ingin mengadu. Kami berharap kepada pemerintah maupun penegak hukum bisa menertibkan Pasutri ini. Sehingga pedagang bisa aman dan nyaman berusaha,” kata I. (olo)


