Rabu, Agustus 27, 2025
BerandaGaleri Moskva, Dewa Perang yang Moksa

[kolom sastra] Moskva, Dewa Perang yang Moksa

Chris Triwarseno, ST, penulis buku puisi “Bait-bait Pujangga Sepi”

Moskva, Dewa Perang yang Moksa

Terlahir berjubah perang
Moskva, kapal bernama mula Slava
Di galangan Mykolaiv, dewa perang
Berkuasa atas Pasifik dan Rusia Utara
Bersiap seteru, melumat Ukraina
Di Laut Hitam
Menebar 5.000 peluru, setiap menit
Memburu mati, 16 rudal jelajah jarak jauh
Penebar maut mengerikan.

Dewa perang, memilih moksa
Di 104 kilometer dari Odesa
Membakar diri, meninggalkan gelanggang
Karam di palung samudra
Menuju damai, yang tak diinginkan
Membangkai, tersengat Neptunus
Serupa hiu Ukraina lapar, rudal anti kapal itu
Mengkoyak paus Rusia, tanpa sisa
Kekalahan.

(Ungaran, April 2022)

Merdeka

Sebuah pekik kemenangan, yg lantang diteriakan
Perjalanan panjang untuk sebuah pencapaian
Terbebas dari tirani yang menakutkan
Kebebasan berbangsa yang terpasungkan

Diplomasi berdasi dan diplomasi jalanan
Mempertaruhkan martabat ke-bhineka-an
Disela desingan peluru mematikan
Untuk membayar sebuah entitas kebangsaan

Sekarang merdeka bukan?
Menikmati pajak yang terbayarkan
Dengan antrian panjang tol tak terelakan
Ruang hijau tergadaikan di atas kepentingan

Diplomasi berdasi untuk sebuah reklamasi
Menanti mafia mati karena tidak ada grasi
Tontonan menarik “Pengemis” berebut kursi
Diketiadaan jelata masih berebut nasi
Dikebebasan jenaka saling korupsi
Berebut sengkarut politik dan gengsi

Merdeka, sudahkah?
Jangan hanya mengumpat serapah
Saatnya memerdekakan sejarah
Bersyukur mencapainya tanpa darah

Saatnya menjumput sampah
Menjadi gerakan viral sosial yg berbuah
Saatnya memasang tagar bertuah
Dengan follower berani berbenah

Menjadi leader perubahan
Bagi diri dan sekitarnya bukan hanya Senayan
Mempunyai value disekitar ketimpangan
Memangkas malu sebelum ada pergerakan

Gambar garuda bukan hanya aksen belaka
Merah putih bukan hanya pusaka
Soekarno bukan hanya orator penyeka
Hatta bukan hanya ekonom penerka

(Ungaran, Juli 2016)

Untukmu, seorang teman

Berlalu sang bayu,
Bawa keindahan duniawi untuk kita
Insan manusia ditengah mayapada

Selamat pagi sobat
Sahabatku yang tengah berlari,
Bahkan kadang terjatuh untuk hidupnya
Apakabarmu sobatku terkasih
Usah sedih, usah perih
Basuhlah keringat di pipimu yang merah
Dan tertawalah,
Tampakkan tatanan gigimu nan rapi
Dan tenggelamkan lidahmu
Diantara langit-langitmu,

Pandanglah dan pandanglah hari esok
Tiadakah kau kan bangga bertopi toga
Tiadakah kau suka masih bersukma
Dan tiadakah kau lupa masih belia

Tangga-tangga bertata rapi,
Menjulang tinggi
Tapakkan kakimu perlahan,
Jika kau gemetar berjalan
Ketuklah pintu hatiku
Yang ada disini,
Sobatmu menanti tuk menggandeng
Tangan mungilmu,
Ah, usah risau sobat
Sang mentari kan datang jenguk pagi
‘tuk sekian kali
Terangi jalan yang bersemak
Dan hitam

(Karanganyar, Februari 2000)

Chris Triwarseno, lahir di Karanganyar, 14 Februari 1981. Alumi Teknik Geodesi UGM. Seorang karyawan swasta yang tinggal di Ungaran, Semarang. Penulis buku puisi Bait-bait Pujangga Sepi, aktif di beberapa komunitas literasi, beberapa karyanya yang lain diterbitkan di media seperti : Suara Merdeka, nadariau.com, negerikertas.com, arahbatin.com lensalawu.com dll

CHRIS TRIWARSENO, lahir di Karanganyar, 14 Februari 1981. Alumni Teknik Geodesi UGM. Seorang karyawan swasta yang tinggal di Ungaran, Semarang. Penulis buku puisi Bait-bait Pujangga Sepi, aktif di beberapa komunitas literasi, beberapa karyanya diterbitkan di media seperti : Suara Merdeka, nongkrong.co, nadariau.com, negerikertas.com dan Arahbatin.com

BERITA TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Berita Populer