0leh : Sunaryo Broto
BUKU berjudul Bait-Bait Pujangga Sepi bersampul gambar perahu kecil di air dengan seorang penumpangnya berdiri membaca buku, diterbitkan oleh Kinanti Berkarya, Solo pada 2021. Bukunya tipis saja, 101 halaman. Sebagaimana buku-buku puisi. Ini buku pertamanya. Selamat atas terbitnya buku. Anda sudah berani menulis dan menerbitkan buku karena menulis itu perlu keberanian. Kalau ada buku pertama biasanya akan ada buku ke dua. Begitu seterusnya.
Belum lama saya kenal penulisnya, Chris Triwarseno dari komunitas literasi. Kami langsung akrab karena dari akar yang sama, satu kampung halaman dan satu almamater SMA Negeri Karanganyar dan Fakultas Teknik UGM. Sekarang sama-sama punya minat pada literasi yang sangat berbeda dengan bidang tugas dan kuliahnya sebelumnya.
Dalam pengantarnya, penulis mengatakan puisi adalah kata hati rumah kesadaran, tarian pena pemikiran serta nyanyian perasaan yang tertumpah dalam rangkaian bait-bait pengharapan. Memungut kembali serpihan-serpihan pengharapan dari hati, pemikiran dan perasaan tersebut. Cukup puitis bukan definisinya? Rasanya sudah menjanjikan puisinya. Pada halaman testimoni ada berbagai endorse tentang puisinya bahwa penulis bukan dari kalangan penyair, ekskutif pekerja tapi ternyata bagus puisinya. Saya kenal dua nama, Hans Gagas dari Solo dan Isbedy Stiawan ZS, sastrawan asal Lampung. Sering baca tulisannya.
Buku ini dibagi dalam 3 Bab dan 2 Cerpen. Bab I Bait Bait Sunyi berisi 18 Puisi. Bab II Bait Cinta Sang Manusia berisi 17 Puisi. Bab III Bait Suara Hati berisi 32 Puisi. Total 67 puisi dan ditulis dalam kurun 27 tahun. Dari judul-judul bab sudah mengisaratkan, ini puisi penuh kesunyian. Semacam puisi yang asyik dibaca sendiri di sebuah kamar sunyi pada malam hari yang sepi.
Marilah lihat halaman dalamnya. Simak puisi pertamanya berjudul Keheningan.
Tertunduk jatuh dan tersungkur
Tanpa kendali seperti meneguk anggur
Di mana raga dan jiwa tertahan sangkur
Tak lagi tahu seperti apa itu syukur.
Terhuyung lunglai di tepian resah
Seolah semua nikmat telah berpisah
Menuju ujung yang tanpa arah
Di tengah buah pikir yang serakah.
Oh jiwa jiwa lelah terperangkap
Di antara wewangian gunjing tak sedap
Silih berganti tak kenal adap
Liar berseteru tanpa tersingkap
Kisah baru saja dilakonkan
Oleh Penguasa alam pikiran
Menyeru ketidaksadaran
Membungkam semua penyesalan
Mana lagi yang hendak kau dustakan
Kebutaanmu hanya karena ketidaktahuan
Ketulianmu karena ketidakdengaran
Kebisuanmu karena ketidakterungkapan
Apalagi yang hendak kau sangkal
Selalu saja terbuka pintu sesal
Selalu saja keluar tanpa penggal
Betapa kecilnya di hadapan Yang Maha Kekal
Teruntukmu yang sadar
Segeralah lepas dari pudar
Tuntunlah dalam bait-bait syiar
Di antara ketiadaanmu di hadapan Yang Maha Besar
Mungkin puisi tahun 2018 ini bisa mewakili keseluruhan buku. Puisi tahun 2018 berikut ini bisa dicermati.
Sajak Pelukis Malam
Sejenak baru saja terjaga
Rangkaian mimpi baru saja lepas dari raga
derasnya hujan diluar menepis panas juga
Menghepas lepas deras dari mega
Satu dua tiga hal larut dalam kecamuk
Saling tumpang tindih tidak berbentuk
Diantara kesadaran yang kian berunjuk
Belum jua terasa mendapat petunjuk
Merasakan keadilan Mu yang Maha Berkendak
Tak secuilpun otak segera bertindak
Merasa tersekat dalam ujian berundak
Memilah dan memilih dalam sekian jejak
Sudahlah, malam berpulang tergantikan
Pagi berangsur memaksakan
Menjajal teriknya siang yang mematikan
Tak seperti malam yang memanjakan
Lukisan Mu yang sempurna
Dalam kanvas langit jauh dari sirna
Tiada satupun yang tak berguna
Menempelah dahi pemujamu yang terpana
Akulah sepi tak terganti
Engkaulah, semua bait tertuju bakti
Akulah api yang tak juga mati
Engkaulah, semua padam dalam mukti
Puisi ini juga bisa mewakili puisi lainnya yang rapi jali dengan akhiran yang sama persis.
Cinta Mati (2021)
Di antara melati terselip mawar
Di antara cinta mati kau adalah penawar
Di antara senja terselip awan jingga
Di antara manja kau tak berkutik pujangga
Cinta Senja (2021)
Datanglah senja, dekap malam penuh manja
Datanglah cinta, kudekap kau mesra
Dua contoh puisi di atas menunjukkan kelembutan penulisnya. Keromantisannya bisa dieksplore lebih lanjut.
Ada puisi Anniversary-4 (2012) dengan 2 bahasa, Indonesia dan Jawa halus. Memang tak biasa. Untuk terobosan bermain kata tak apa. Tapi ada dalam puisi lainnya kata suket, bahasa Jawa dari rumput. Hanya satu kata yang bahasa Jawa. Kalau hanya satu kata yang bahasa Jawa rasanya gimana. Apa tidak bisa dicarikan kata lain yang enak.
Masih dijumpai beberapa puisi cinta seperti atau mirip gombalan dari Andre Taulani dalam sebuah acara hiburan TV. Ada yang menyadur lirik lagunya Peterpan, Bukalah Topengmu. Puisi Bulaksumur, mungkin hanya alumni UGM yang paham maksudnya. Terlebih dengan istilah teknis peralatan theodolit yang bisa menunjukkan almamater penulis, teknik geodesi.
Puisi paling lama tahun 1995, penulis masih berusia 14 tahun. Juga puisi sekitar tahun itu terasa lantang meski tata bunyi dan nada belum diperhatikan.
Rapuh (2017)
Tuhan hanya ini pintaku, jika aku rapuh
Semoga tidak mengeluh
Dan jika tangguh
Semoga tidak angkuh
Hanya peluh
Ini yang membuatku bersimpuh
Sebagai penutup, puisi di atas yang enak dibaca dan diresapi maknanya. Meski masih saja kata akhir semuanya “uh”. Tak apa. Ini masih buku perdana. Sebagai bahan baku puisi ini menjanjikan. Mungkin hanya perlu waktu untuk pengendapan.
Secara umum kontens puisinya menarik. Penulis suka bermain-main dengan gagasan. Tentang hubungan dengan Tuhan. Hubungan dengan keluarganya. Juga ungkapan perasaan yang bisa menyoroti kondisi di sekitarnya. Secara umum puisi-puisinya sudah punya karakter, puisi sunyi yang masih sempat memotret kontradiksi. Ada yang mengutip Rumi. Bukan sekedar puisi sederhana saja. Perkara gagasan dan kata-kata itu bisa berkembang setelahnya. Ditunggu pada karya-karya setelahnya. (Sunaryo Broto, Bontang, 10 Maret 2022)
*) Penulis pensiunan Pupuk Kaltim tahun 2021 dan tinggal di Bontang. Namanya masuk dalam Buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia, Jakarta 2017. Mendapat penghargaan nomine Tokoh Kebahasaan 2019 Kategori Penggiat Literasi Kaltim-Kaltara dan Nomine Sastrawan Berdedikasi 2020 dan 2021 dari Kantor Bahasa Kalimantan Timur. Menjadi peserta Munsi (Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia) III 2020.