Senin, Mei 12, 2025
BerandaEkonomiOPINI Buku Bait Pujangga Sepi

[Resensi Buku] Buku Bait Pujangga Sepi

0leh : Sunaryo Broto

BUKU berjudul Bait-Bait Pujangga Sepi bersampul gambar perahu kecil di air dengan seorang penumpangnya berdiri membaca buku, diterbitkan oleh Kinanti Berkarya, Solo pada 2021. Bukunya tipis saja, 101 halaman. Sebagaimana buku-buku puisi. Ini buku pertamanya. Selamat atas terbitnya buku. Anda sudah berani menulis dan menerbitkan buku karena menulis itu perlu keberanian. Kalau ada buku pertama biasanya akan ada buku ke dua. Begitu seterusnya.

Belum lama saya kenal penulisnya, Chris Triwarseno dari komunitas literasi. Kami langsung akrab karena dari akar yang sama, satu kampung halaman dan satu almamater SMA Negeri Karanganyar dan Fakultas Teknik UGM. Sekarang sama-sama punya minat pada literasi yang sangat berbeda dengan bidang tugas dan kuliahnya sebelumnya.

Dalam pengantarnya, penulis mengatakan puisi adalah kata hati rumah kesadaran, tarian pena pemikiran serta nyanyian perasaan yang tertumpah dalam rangkaian bait-bait pengharapan. Memungut kembali serpihan-serpihan pengharapan dari hati, pemikiran dan perasaan tersebut. Cukup puitis bukan definisinya? Rasanya sudah menjanjikan puisinya. Pada halaman testimoni ada berbagai endorse tentang puisinya bahwa penulis bukan dari kalangan penyair, ekskutif pekerja tapi ternyata bagus puisinya. Saya kenal dua nama, Hans Gagas dari Solo dan Isbedy Stiawan ZS, sastrawan asal Lampung. Sering baca tulisannya.

Buku ini dibagi dalam 3 Bab dan 2 Cerpen. Bab I Bait Bait Sunyi berisi 18 Puisi. Bab II Bait Cinta Sang Manusia berisi 17 Puisi. Bab III Bait Suara Hati berisi 32 Puisi. Total 67 puisi dan ditulis dalam kurun 27 tahun. Dari judul-judul bab sudah mengisaratkan, ini puisi penuh kesunyian. Semacam puisi yang asyik dibaca sendiri di sebuah kamar sunyi pada malam hari yang sepi.

 

Marilah lihat halaman dalamnya. Simak puisi pertamanya berjudul Keheningan.

 

Tertunduk jatuh dan tersungkur

Tanpa kendali seperti meneguk anggur

Di mana raga dan jiwa tertahan sangkur

Tak lagi tahu seperti apa itu syukur.

 

Terhuyung lunglai di tepian resah

Seolah semua nikmat telah berpisah

Menuju ujung yang tanpa arah

Di tengah buah pikir yang serakah.

 

Oh jiwa jiwa lelah terperangkap

Di antara wewangian gunjing tak sedap

Silih berganti tak kenal adap

Liar berseteru tanpa tersingkap

 

Kisah baru saja dilakonkan

Oleh Penguasa alam pikiran

Menyeru ketidaksadaran

Membungkam semua penyesalan

 

Mana lagi yang hendak kau dustakan

Kebutaanmu hanya karena ketidaktahuan

Ketulianmu karena ketidakdengaran

Kebisuanmu karena ketidakterungkapan

 

Apalagi yang hendak kau sangkal

Selalu saja terbuka pintu sesal

Selalu saja keluar tanpa penggal

Betapa kecilnya di hadapan Yang Maha Kekal

 

Teruntukmu yang sadar

Segeralah lepas dari pudar

Tuntunlah dalam bait-bait syiar

Di antara ketiadaanmu di hadapan Yang Maha Besar

 

Mungkin puisi tahun 2018 ini bisa mewakili keseluruhan buku. Puisi tahun 2018 berikut ini bisa dicermati.

 

Sajak Pelukis Malam

 

Sejenak baru saja terjaga

Rangkaian mimpi baru saja lepas dari raga

derasnya hujan diluar menepis panas juga

Menghepas lepas deras dari mega

 

Satu dua tiga hal larut dalam kecamuk

Saling tumpang tindih tidak berbentuk

Diantara kesadaran yang kian berunjuk

Belum jua terasa mendapat petunjuk

 

Merasakan keadilan Mu yang Maha Berkendak

Tak secuilpun otak segera bertindak

Merasa tersekat dalam ujian berundak

Memilah dan memilih dalam sekian jejak

 

Sudahlah, malam berpulang tergantikan

Pagi berangsur memaksakan

Menjajal teriknya siang yang mematikan

Tak seperti malam yang memanjakan

 

Lukisan Mu yang sempurna

Dalam kanvas langit jauh dari sirna

Tiada satupun yang tak berguna

Menempelah dahi pemujamu yang terpana

 

Akulah sepi tak terganti

Engkaulah, semua bait tertuju bakti

Akulah api yang tak juga mati

Engkaulah, semua padam dalam mukti

 

Puisi ini juga bisa mewakili puisi lainnya yang rapi jali dengan akhiran yang sama persis.

 

Cinta Mati (2021)

Di antara melati terselip mawar

Di antara cinta mati kau adalah penawar

Di antara senja terselip awan jingga

Di antara manja kau tak berkutik pujangga

 

Cinta Senja (2021)

Datanglah senja, dekap malam penuh manja

Datanglah cinta, kudekap kau mesra

 

Dua contoh puisi di atas menunjukkan kelembutan penulisnya. Keromantisannya bisa dieksplore lebih lanjut.

Ada puisi Anniversary-4 (2012) dengan 2 bahasa, Indonesia dan Jawa halus. Memang tak biasa. Untuk terobosan bermain kata tak apa. Tapi ada dalam puisi lainnya kata suket, bahasa Jawa dari rumput. Hanya satu kata yang bahasa Jawa. Kalau hanya satu kata yang bahasa Jawa rasanya gimana. Apa tidak bisa dicarikan kata lain yang enak.

Masih dijumpai beberapa puisi cinta seperti atau mirip gombalan dari Andre Taulani dalam sebuah acara hiburan TV. Ada yang menyadur lirik lagunya Peterpan, Bukalah Topengmu. Puisi Bulaksumur, mungkin hanya alumni UGM yang paham maksudnya. Terlebih dengan istilah teknis peralatan theodolit yang bisa menunjukkan almamater penulis, teknik geodesi.

Puisi paling lama tahun 1995, penulis masih berusia 14 tahun. Juga puisi sekitar tahun itu terasa  lantang meski tata bunyi dan nada belum diperhatikan.

 

Rapuh (2017)

 

Tuhan hanya ini pintaku, jika aku rapuh

Semoga tidak mengeluh

Dan jika tangguh

Semoga tidak angkuh

Hanya peluh

Ini yang membuatku bersimpuh

 

Sebagai penutup, puisi di atas yang enak dibaca dan diresapi maknanya. Meski masih saja kata akhir semuanya “uh”. Tak apa. Ini masih buku perdana. Sebagai bahan baku puisi ini menjanjikan. Mungkin hanya perlu waktu untuk pengendapan.

 

Secara umum kontens puisinya menarik. Penulis suka bermain-main dengan gagasan. Tentang hubungan dengan Tuhan. Hubungan dengan keluarganya. Juga ungkapan perasaan yang bisa menyoroti kondisi di sekitarnya. Secara umum puisi-puisinya sudah punya karakter, puisi sunyi yang masih sempat memotret kontradiksi. Ada yang mengutip Rumi. Bukan sekedar puisi sederhana saja. Perkara gagasan dan kata-kata itu bisa berkembang setelahnya. Ditunggu pada karya-karya setelahnya. (Sunaryo Broto, Bontang, 10 Maret 2022)

 

*) Penulis pensiunan Pupuk Kaltim tahun 2021 dan tinggal di Bontang. Namanya masuk dalam Buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia, Jakarta 2017. Mendapat penghargaan nomine Tokoh Kebahasaan 2019 Kategori Penggiat Literasi Kaltim-Kaltara dan Nomine Sastrawan Berdedikasi 2020 dan 2021 dari Kantor Bahasa Kalimantan Timur. Menjadi peserta Munsi (Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia) III 2020.

BERITA TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Berita Populer