oleh: Yuniandono Achmad, penikmat bulutangkis, staf pengajar di U. Gunadarma (Depok)
Semenjak bulan Oktober 2021, legenda bulutangkis Indonesia –peraih emas Olimpiade 1996 sektor ganda putra- Rexy Mainaky, pindah ke Malaysia. Bila dirunut sejarah, kehadiran Rexy menandai bergeliatnya sektor ganda putra –tidak hanya di Indonesia namun juga dunia. Bersama Ricky Subagja, keduanya menjadi pasangan ganda yang rupawan dan diidolakan terutama oleh fans perempuan, apalagi oleh kalangan ibu-ibu. Rexy pula yang memperkenalkan perlunya selalu “sentuh tangah” (in touch) antara sesama pemain ganda. Kemudian perlunya pemain untuk selalu memperhatikan arahan pelatih yang duduk di kursi belakang.
Ricky/ Rexy atau terkenal dengan sebutan “Duo R” merupakan buah didikan Christian Hadinata. Pernah pada sebuah kejuaraan internasional –seingat saya Jepang Terbuka- semua anak didik koh Christian masuk semifinal. Mereka adalah Edy Hartono/ Gunawan, Ricky Rexy, dan Antonius/ Denny Kantono.
Selain sukses sebagai pemain, Rexy termasuk berjaya sebagai pelatih. Bermula dari melatih tim Inggris –sehingga ganda campurannya mendapat perak Olimpiade 2004 melalui Nathan Robertson/ Emms. Kemudian lanjut ke Malaysia, yang melahirkan ganda peringkat 1 (satu) dunia Koo Kien Keat/ Tan Bong Heong. Ganda Malaysia KKK/ TBH ini mampu menjuarai Asian Games 2006 dan pernah menjadi kampiun All England.
Sesudah dari Malaysia, sempat ke Filipina, namun kemudian ditarik oleh Ketua PBSI saat itu –Gita Wiryawan- untuk mengepalai Pelatnas. Pelatnas= pemusatan latihan nasional. Banyak prestasi Rexy di PBSI sebagai pelatih, salahsatunya Rexy mampu mempersembahkan emas olimpiade sektor ganda campuran (Tontowi Ahmad/ Lilyana Natsir) di Olimpiade Rio 2016. Kontingen Indonesia sebelumnya tanpa medali bulutangkis di Olimpiade 2012. Selain itu Rexy mampu mempersembahkan juara beregu putra Asia 2014 dan 2016. Rexy mampu memperkuat sektor tunggal putra dengan hadirnya Antony Ginting, Jonathan Christie, Ihsan Maulana Mustofa, dan Firman Abdul Kholik pada saat usia mereka masih demikian belia.
Lepas dari pelatnas Cipayung –karena pergantian Ketua PBSI- “coach” Rexy berlanjut melatih ke Thailand. Berkat olesannya, tim Uber Thailand mampu menjadi runner up pada tahun 2018. Selain itu pemain tunggal muda (putra) Thailand menjadi juara dunia yunior. Setelah kontrak selesai dengan Thailand, Rexy Mainaky kembali menerima tawaran dari BAM (Badminton Association of Malaysia) menjadi wakil kepala.
Selama ini Rexy memang termasuk dekat dengan wartawan. Kemampuan berbahasa Inggris sepertinya menjadi kekuatan diplomasi.
Meski kadang ada tidak benarnya “statement” dari nyong Rexy ini. Apabila kita masih ingat dulu tahun 2008, Rexy sebagai pelatih Malaysia, ditanya wartawan siapakah nantinya yang meraih emas Olimpiade Beijing. Rexy menyebut beberapa pemain, tapi ketika ditanya peluang Hendra Setiawan/ Markis Kido, Rexy menjawab: tidak mungkin. Ternyata yang terjadi Hendra/ Kido-lah yang merebut tahta emas ganda putra Olympic Games 2008 saat itu.
Kali ini Rexy menyatakan pernyataan kontroversial lagi. Tahun kemarin Rexy menyatakan bahwa Malaysia bisa meraih piala Thomas tahun 2022. Sepekan yang lalu, Rexy menyatakan 2 (dua) hal. Pertama ganda Aaron Chia/ Soh Wooi Yik akan merebut emas olimpiade 2024, kemudian kedua bahwa tim Malaysia akan tetap berjaya di Sea Games Vietnam bulan Mei nanti –meski hanya mengeluarkan pelapis atau yuniornya.
Sea Games 2022 waktunya bersamaan dengan Thomas/ Uber Cup di Bangkok, sehingga mau tidak mau negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand –serta bisa jadi Singapura andai lolos- harus menerjunkan dua tim pemain yang berbeda.
Kita anggap ucapan Rexy adalah psywar. Sebut saja “badminton psywar” ….pertanyaannya apakah Bad (minton) ataukah Good psywar. Tidak masalah juga sih, kita bisa saja cuek. Artinya PBSI perlu lebih mempersiapkan ganda yang nantinya akan berlaga tahun 2024. Pasangan “the Minnions” tentunya sudah tidak bermain. Pasangan Hendra/ Mohammad Ahsan demikian pula adanya. Maka PBSI memiliki modal berharga saat Leo Carnando/ Daniel Marthin kemarin nyaris saja menang melawan Chia/ Soh di final kejuaraan beregu Asia. Selain Leo/ Daniel, Indonesia masih memiliki 2 (dua) pasang ganda putra yaitu Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana dan ada satu lagi yang sebenarnya berperingkat lebih bagus. Mereka adalah Pramudya Kusumawardana/ Yeremia Rambitan. Merekalah yang harus dipersiapkan untuk mengganjal Chia/ Yik dan juga pasangan terbaik dari belahan dunia lain.
Pilihan PBSI untuk memasang pemain pelapis di kejuaraan beregus Asia kemarin termasuk brilian. Karena merekalah yang sebagian besar akan dipasang nanti saat beregu Sea Games. Walaupun tentunya tidak semua karena Chico Aura Dwi Wardoyo dan Gregoria Mariska Tunjung akan cenderung dipasang untuk Thomas/ Uber. Namun setidaknya atmosfer beregu dirasakan oleh pemain pelapis lainnya saat BATC yang baru lalu. Mereka inilah yang kemungkinan besar akan menggagalkan ambisi anak didik Rexy di Sea Games nanti.
Untuk Olimpiade 2024, pasangan Chia/ Soh di usia antara 26 dan 27 tahun. Bisa jadi memang usia puncak seorang pemain bulutangkis –apalagi untuk ganda. Rexy saat merain emas Atlanta 1996 umurnya juga 27 tahun. Namun ingat, Rexy ditopang oleh Ricky Subagja lebih muda, yaitu usia 23 tahun.
Selain itu jalan ke arah putaran final dua tahun ini nanti akan terjal. Selain melawan pemain dari negara lain, pemain ganda juga akan melawan pasangan sendiri. Terutama dalam mempertahankan “mood” bermain, dan juga menjaga kekompakan. Malaysia termasuk negara kurang beruntung di ajang olimpiade. Sejak tahun 1992 belum pernah mendapatkan emas. Peran Rexy mungkin lebih ke arah mental pemain –seperti yang berhasil dibisikkan oleh Rexy ke pasangan KKK/ TBH saat merebut emas Asian Games di Qatar 2006.
Sebenarnya sah-sah saja seorang pelatih bulutangkis mengeluarkan “psy war” atau semacam perang urat syaraf. Apabila kita ingat dulu manajer PSSI pernah dijabat Soetjipto “Gareng” Soentoro (almarhum). Suatu saat PSSI melawan tim asing dalam rangka memperebutkan tiket piala dunia. Mungkin bisa dicek kembali, tapi seingat saya tahun 1990, saat PSSI di penyisihan melawan Jepang. Soetjipto sesumbar di depan media bahwa timnya bisa mengalahkan Jepang. Hasilnya timnas hanya mampu menahan 0-0 Jepang di Senayan, dan kalah telak saat main di Jepang. Ketika wartawan mengkonfirmasi kekalahan tersebut, dihubungkan pernyataannya, Soetjipto menjawab, “Kalau saya memang harus optimis. Harus menang. Kalau belum apa apa saya udah pesimis, bagaimana dengan tim ini, bagaimana dengan pemain kita …..”
Mungkin Rexy juga mempraktikan hal tersebut. (***)