Jumat, Desember 19, 2025
BerandaHeadlineFMPHR Desak Makmun Murod Dicopot

FMPHR Desak Makmun Murod Dicopot

Unjuk Rasa di DLHK dan Disbun Terkait Mafia Kebun ilegal Mitra Binaan Apkasindo

PEKANBARU (nadariau) – Forum Mahasiswa Peduli Hutan Riau (FMPHR) menggelar aksi unjuk rasa di kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau dan Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Jumat, (19/3/2021). Unjuk rasa digelar terkait dugaan mafia kebun ilegal yang menjadi mitra binaan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO).

Dalam orasinya, korlap FMPHR Arizal meminta DLHK dan dinas perkebunan untuk menindak kebun milik Gulat Manurung, Asiong, Ationg, dan Yungdra yang diduga ilegal di kecamatan Logas Tanah Darat, Kuansing. Setelah berorasi cukup lama perwakilan DLHK tidak kunjung muncul untuk menyambut aksi FMPHR. Hal ini membuat korlap berteriak, “Copot Makmun Murod selaku kadis LHK Riau karena mendiamkan kasus kebun ilegal milik Gulat Manurung, Asiong, Ationg dan Yungdra yang sudah berproses!” dan “Copot Makmun Murod karena dia tidak pantas jadi kadis LHK karena tidak berani saat dikritik terkait pembiaran kebun ilegal! “

Setelah puas berorasi di DLHK, FMPHR pindah orasi di Dinas Perkebunan Provinsi Riau dengan tuntutan yang sama.

FMPHR diterima Sri Ambarwati selaku kabid pengembangan usaha yang berjanji akan menindak kebun ini dengan UU omnibuslaw yang tidak ada unsur pidana namun hanya adminstrasi belaka. Sontak pernyataan Ambarwati disanggah mahasiswa.

“Secara hukum apabila administrasi tidak bisa diterapkan maka itu menjadi ranah pidana bu,” celetuk mahasiswa.

“Dan perlu ibu ketahui kasus ini pernah diperiksa institusi negara sebelum ada UU omnibuslaw dan hukum tidak berlaku surut, bagaimana pemerintah mau menerapkan sanksi administrasi? Semua yang terkait legalitas kebun mereka itu tidak punya.”

Jawaban mahasiwa dari FMPHR seketika membuat Sri Ambarwati terdiam.

Usai berdebat dengan Sri Ambarwati, massa akhirnya membubarkan diri.

Saat ditemui, korlap FMPHR  mengatakan kepada media,  sebenarnya banyak hal yang ingin mereka diskusikan dengan perwakilan DLHK tapi Kadis DLHK Makmun Murod tidak berani menerimanya.

“Karena mungkin dia takut boroknya dinas itu terbuka karena mendiamkan kasus kebun Gulat cs dan yang menjadi pertanyaan kami juga, apakah bisa ‘toke-toke’ pemilik kebun ratusan bahkan ribuan hektar sebagai mitra APKASINDO? Kalau tidak bisa maka DLHK layak meninjau kebun mitra binaan APKASINDO karena faktanya kebun Ationg, Asiong, dan Yungdra menjadi mitra APKASINDO, sementara mereka tidak layak disebut petani karena punya kebun ratusan bahkan ribuan hektar. Mereka adalah ‘toke’ sawit yang tentunya perlu dipertanyakan kenapa APKASINDO menjadikan kebun Asiong, Yungdra dan Ationg sebagai mitra binaan?  Parahnya lagi, kebun mereka berlokasi dalam kawasan hutan. Mudah-mudahan  kita berharap APKASINDO jadikan mereka mitra binaan bukan untuk melindungi kegiatan ilegalnya, ” ujar Arizal.

Ditambahkannya, untuk diketahui kebun Asiong, Ationg dan Yungdra telah diperiksa dan dinyatakan terbukti dalam kawasan hutan namun DLHK hanya berani mendiamkan kasus ini tapi ketika dikritik mereka tak bernyali. Lebih bernyali ibu Sri Ambarwati karena institusinya (disbun, red) siap dikritik dan mereka menerima kami saat aksi tadi.

“Setelah kami melihat kadis DLHK ini mendiamkan kasus kebun yang telah diperiksa ini kami jadi yakin bahwa Makmun Murod layak dicopot karena tindakannya kerap menguntungkan pelaku usaha daripada proses hukum,” katanya.

Setelah ini pihaknya berjanji akan mendatangi Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau agar ikut bersuara terhadap kasus ini. Pasalnya,  berdasarkan informasi kebun-kebun itu adalah tanah ulayat  masyarakat Pangean Kuansing sehingga ke depan tanah itu bisa di-tora atau di-PS-kan untuk kepentingan masyarakat. 

Pihaknya juga bakal melaporkan kadis DLHK  lama dan kadis saat ini ke Kajati Riau karena mendiamkan kasus ini. Mendiamkan pidana adalah perbuatan melawan hukum dan layak dihukum.

“Kami menduga terkait penyalahgunaan wewenang ini layak dilaporkan dugaan korupsi karena kadis DLHK tidak melanjutkan kasus ini tahun 2019 hingga saat ini meskipun telah mendapat petunjuk bahwa kebun tersebut terbukti dalam kawasan hutan,” pungkas Arizal. (olo)

BERITA TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Berita Populer