Rohul (Nadariau.com) – Hutang di RSUD Rohul baru diketahui saat digelarnya hearing oleh Komisi III DPRD Rohul, dipimpin Ketua Komisi III Wahyuni bersama manajemen RSUD, Dinas Kesehatan dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), baru baru ini.
Ternyata Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) masih terbelit hutang obat ke distributor yang jumlahnya mencapai Rp 5,3 miliar.
Bukan hanya itu, sejumlah dokter dan perawat juga sempat ancam mogok, karena uang jasa medis mereka sudah 4 bulan tidak dibayarkan pihak managemen RSUD.
Kini yang membuat heran, bagaimana cara melunasi hutang obat RSUD, karena APBD Rohul 2018 sudah disahkan dan tidak mungkin di revisi kembali. Apakah RSUD harus ditutup sementara, karena distributor obat menstop suplai obat.
Pada hearing tersebut, Direktur RSUD dr Faisal Harahap menyatakan, bahwa kondisi hutang RSUD sejak tahun 2015 terus membengkak mulai dari Rp 3,3 miliar, kemudian di 2016 Rp 3,4 miliar dan 2017 menjadi Rp 5,3 miliar. Dirinya berdalih, hutang membengkak karena RSUD terpaksa membeli obat di apotek yang harganya lebih mahal, akibat terhentinya suplai obat dari distributor.
Kebutuhan RSUD Rohul mencapai Rp 1,1 hingga Rp 1,2 miliar per bulan, sementara kemampuan dari RSUD hanya di angka Rp700 juta sehingga minus Rp 300 juta per bulan. Inilah yang menjadi hutang baru di setiap tahunnya dari tahun 2016-2017,” kata Paisal.
Kondisi RSUD yang terbelit hutang, membuat anggota DPRD dan Tim TAPD terkejut karena selama ini pihak RSUD tidak pernah mengeluarkan data terkait kondisi hutang dalam setiap pembahasan APBD 2018. TAPD juga mengakui bahwa persoalan hutang ini sudah pernah dianggarkan pembayarannya di tahun 2016.
Disebutkan Kepala Bappeda Rohul Nifzar, sesuai PP 18/2016 tentang OPD Anggaran RSUD ditumpangkan di Dinas Kesehatan. Secara mandatory, Dinas Kesehatan tidak kurang mendapatkan kucuran anggaran 10 persen dari APBD. Namun, saat pembahasan APBD 2018, permasalah RSUD ini tidak muncul dan saat APBD 2018 sudah disahkan malah persoalan ini mencuat.
“Saya ingat, saat pembahasan di Banggar tidak pernah meributkan soal ketersediaan obat, tidak terlayani pasien dan tidak terbayarkannya jasa medis. Saat itu, persoalan yang mengemuka adalah tidak adaya alat ronsen. Namun kini saya kaget ternyata ada hutang obat, kita tidak pernah mendapatkan informasi seperti ini,” kesal Nifzar.
Menyikapi persoalan tersebut, Ketua Komisi III DPRD Rohul Wahyuni meminta Dirut RSUD, Kadis Kesehatan bersama TAPD agar duduk bersama mencari solusi tentang pembayaran utang tersebut dengan saran mengauditnya secara khusus sekaligus mengevaluasi seluruh pejabatnya.
“Ada apa dengan RSUD, karena setiap tahun RSUD ini dilakukan audit tetapi tidak kelihatan ada hutang, tapi sekarang kok persoalan ini baru terbuka. Mengapa kita kecolongan, ada apa ini,“ tanya Wahyuni.
Terkait hal itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Rohul Jaharudin menyarankan agar manajemen RSUD mematangkan kembali Rencana Bisnis Anggaran. Ia juga menyarankan, agar RSUD melakukan efesiensi dengan mengkaji kembali uang jasa medik serta mengkaji kembali jumlah pekerja di RSUD.
Dirut RSUD Paisal Harahap yang dikonfirmasi, Kamis (4/1/2018) sore terkait membengkaknya hutang obat yang mencapai Rp 5,3 miliar mengatakan, hutang obat tersebut sudah ada sejak dirinya menjabat Direktur. Pihaknya bersama TPAD Kabupaten Rohul, rencananya akan melakukan rapat untuk mengatasi masalah hutang obat tersebut.
“Di tahun 2018 ini kita memang dapat bantuan Rp 3 miliar dari APBD Rohul. Namun jumlah itu dan tidak cukup untuk membayarkan hutang obat,” kata Paisal lagi. (tra)
Kenapa RSUD Rohul Terbelit Hutang Rp 5,3 Miliar ??
Rohul (Nadariau.com) – Hutang di RSUD Rohul baru diketahui saat digelarnya hearing oleh Komisi III DPRD Rohul, dipimpin Ketua Komisi III Wahyuni bersama manajemen RSUD, Dinas Kesehatan dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), baru baru ini.
Ternyata Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) masih terbelit hutang obat ke distributor yang jumlahnya mencapai Rp 5,3 miliar.
Bukan hanya itu, sejumlah dokter dan perawat juga sempat ancam mogok, karena uang jasa medis mereka sudah 4 bulan tidak dibayarkan pihak managemen RSUD.
Kini yang membuat heran, bagaimana cara melunasi hutang obat RSUD, karena APBD Rohul 2018 sudah disahkan dan tidak mungkin di revisi kembali. Apakah RSUD harus ditutup sementara, karena distributor obat menstop suplai obat.
Pada hearing tersebut, Direktur RSUD dr Faisal Harahap menyatakan, bahwa kondisi hutang RSUD sejak tahun 2015 terus membengkak mulai dari Rp 3,3 miliar, kemudian di 2016 Rp 3,4 miliar dan 2017 menjadi Rp 5,3 miliar. Dirinya berdalih, hutang membengkak karena RSUD terpaksa membeli obat di apotek yang harganya lebih mahal, akibat terhentinya suplai obat dari distributor.
Kebutuhan RSUD Rohul mencapai Rp 1,1 hingga Rp 1,2 miliar per bulan, sementara kemampuan dari RSUD hanya di angka Rp700 juta sehingga minus Rp 300 juta per bulan. Inilah yang menjadi hutang baru di setiap tahunnya dari tahun 2016-2017,” kata Paisal.
Kondisi RSUD yang terbelit hutang, membuat anggota DPRD dan Tim TAPD terkejut karena selama ini pihak RSUD tidak pernah mengeluarkan data terkait kondisi hutang dalam setiap pembahasan APBD 2018. TAPD juga mengakui bahwa persoalan hutang ini sudah pernah dianggarkan pembayarannya di tahun 2016.
Disebutkan Kepala Bappeda Rohul Nifzar, sesuai PP 18/2016 tentang OPD Anggaran RSUD ditumpangkan di Dinas Kesehatan. Secara mandatory, Dinas Kesehatan tidak kurang mendapatkan kucuran anggaran 10 persen dari APBD. Namun, saat pembahasan APBD 2018, permasalah RSUD ini tidak muncul dan saat APBD 2018 sudah disahkan malah persoalan ini mencuat.
“Saya ingat, saat pembahasan di Banggar tidak pernah meributkan soal ketersediaan obat, tidak terlayani pasien dan tidak terbayarkannya jasa medis. Saat itu, persoalan yang mengemuka adalah tidak adaya alat ronsen. Namun kini saya kaget ternyata ada hutang obat, kita tidak pernah mendapatkan informasi seperti ini,” kesal Nifzar.
Menyikapi persoalan tersebut, Ketua Komisi III DPRD Rohul Wahyuni meminta Dirut RSUD, Kadis Kesehatan bersama TAPD agar duduk bersama mencari solusi tentang pembayaran utang tersebut dengan saran mengauditnya secara khusus sekaligus mengevaluasi seluruh pejabatnya.
“Ada apa dengan RSUD, karena setiap tahun RSUD ini dilakukan audit tetapi tidak kelihatan ada hutang, tapi sekarang kok persoalan ini baru terbuka. Mengapa kita kecolongan, ada apa ini,“ tanya Wahyuni.
Terkait hal itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Rohul Jaharudin menyarankan agar manajemen RSUD mematangkan kembali Rencana Bisnis Anggaran. Ia juga menyarankan, agar RSUD melakukan efesiensi dengan mengkaji kembali uang jasa medik serta mengkaji kembali jumlah pekerja di RSUD.
Dirut RSUD Paisal Harahap yang dikonfirmasi, Kamis (4/1/2018) sore terkait membengkaknya hutang obat yang mencapai Rp 5,3 miliar mengatakan, hutang obat tersebut sudah ada sejak dirinya menjabat Direktur. Pihaknya bersama TPAD Kabupaten Rohul, rencananya akan melakukan rapat untuk mengatasi masalah hutang obat tersebut.
“Di tahun 2018 ini kita memang dapat bantuan Rp 3 miliar dari APBD Rohul. Namun jumlah itu dan tidak cukup untuk membayarkan hutang obat,” kata Paisal lagi. (tra)